Terkadang kenyataan tidak sejalan dengan keinginan, Letnan Dallas menginginkan kekasih yang usianya tidak jauh berbeda dengannya tapi harus bertemu dengan perempuan yang usianya terpaut jauh di bawahnya. Semua terjadi karena dirinya trauma memiliki kekasih yang kekanakan di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan Letnan Dallas, Letnan Herca pun akhirnya terpaksa berkenalan dengan seorang wanita pilihan orang tuanya terutama Opa sebab cemas jika Letnan Herca akan salah arah. Penyebabnya tak jauh karena beliau tidak pernah melihat Letnan Herca bersama seorang gadis.
Lantas jika jodoh di tangan Opa, lantas siapa berjodoh dengan siapa dan prahara apa yang akan terjadi terkait masa lalu Bang Herca dengan seorang gadis berinisial Y.
Harap skip jika tidak sanggup dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Lawan tanding yang berat.
Bang Reno membantu Bang Dallas menurunkan barang. Ia benar-benar menghindari sahabatnya di sebelah sana agar tidak menimbulkan kekisruhan yang mendalam.
"Jadi kau sungguh pacaran dengan Dindra?" Bisik Bang Dallas memastikan cerita sang istri tempo hari tidaklah salah.
Anggukan kepala dari Bang Reno menunjukkan tidak ada kesalahan dari cerita tersebut.
"Kenapa putus?" Tanya Bang Dallas penasaran.
"Kenapa Abang banyak tanya, Rigi sudah cerita kalau ibunya suka menghina Dindra. Dindra b*doh, Dindra tidak berkelas dengan keluarga Bang Reno yang abdi dalem kedaton." Pekik Rigi gemas sampai perutnya ikut terasa kram.
"Sayaang, duduklah di dalam. Ini urusan laki-laki." Kata Bang Dallas.
"Tapi dia hampir buat Dindra mati bunuh diri." Teriak Rigi. Ia semakin beringsut menyangga perutnya.
"Yawes.. yaweess, ayo masuk dek. Dindra sudah aman sama Herca, nggak ada cerita lagi di antara mereka." Jawab Bang Dallas.
"Nggak mungkin mereka lupa, mereka sudah punya anak, Bang." Teriak Rigi.
braaaaakkk..
Koper yang sedang di jinjing Bang Herca pun terjatuh.
"Sabar.. sabaaaaaarr.. aku jelaskan..!!!!!" Sampai panik Bang Reno mendengarnya.
"B*****t..!!!!!!!" Tanpa banyak bicara Bang Herca melayangkan hantaman pada Bang Reno.
Dindra yang mendengarnya langsung keluar dari rumah dinas. Dirinya sungguh kaget melihat Bang Herca menghajar sahabatnya hingga babak belur.
"Sudah, Bang..!!!!"
"Kamu bela dia????? Sekarang dimana anakmu??????" Begitu emosinya Bang Herca sampai tidak bisa berpikir dan mendengar apapun lagi.
"Mati, Bang. Kecemplung got." Jawab Dindra.
"Haaaahh???" Bang Herca ternganga mendengarnya.
"Kucing, Heeerr. Kuciiing..!!!" Bang Reno sampai tersungkur dan terjengkang tak sempat menepis hantaman sahabatnya.
~
"Kalau tidak ingin ada keributan.. yang merasa perempuan, diam..!!" Ujar Bang Dallas memberi ketegasan.
Pengalaman sudah memberikan pelajaran bahwa ucapan sepotong malah akan menimbulkan masalah baru apalagi penerima berita tersebut adalah seorang Herca yang sedang terbakar amarah dan api cemburu yang tidak di akui.
Rigi yang awalnya bersiap berbicara jadi mengurungkan niatnya.
"Ibu saya memang kurang menyukai Dindra karena kepolosannya. Lagipula ibu sangat menjunjung tinggi sebuah kasta. Terus terang ibu saya adalah abdi dalem kedaton yang mengatur segala urusan dan kebutuhan seorang garwa alit di Kedaton." Kata Bang Reno membuka suara.
Bang Herca menggeleng mendengarnya. Hatinya panas dengan segala hal.
"Kami terpisah setelah pertengkaran malam itu. Ibu menjodohkan saya dengan Elca, seorang anak seorang kepala perkebunan tebu. Saat itu saya yang salah, saya......."
"Dindra nggak mau mengingatnya lagi, nggak mau ingat ibu meludahi wajah Dindra karena kasta tidak setara..!!" Suara Dindra nampak sesak menahan tangis hingga kemudian sebuah mobil berhenti di depan rumah yang akan menjadi rumah dinas Bang Reno dan nampak kaki seorang wanita paruh baya menginjak jalanan.
Nafas Bang Herca berhembus datar, ibu tersebut tersenyum menyapa namun kemudian pudar saat melihat Rigi terutama Dindra.
Tanpa pamit ibu Bang Reno meninggalkan mereka dengan wajah kesal.
"Saya tidak mau memperpanjang urusan hari ini. Tapi tolong sampaikan pada ibumu, Dindra adalah istri saya sekarang. Memperlakukan Dindra dengan buruk sama saja merendahkan saya, seperti kamu melempar lumpur ke wajah saya. Sampai Dindra menangis atau kulitnya tersentuh ibumu, saya tidak akan peduli beliau adalah ibumu. Saya akan menanganinya sendiri..!!" Ancam Bang Herca.
"Saya paham..!!" Jawab Bang Reno.
~
"Abaaaang.. jangan mengancam ibunya Bang Reno, nanti Abang di ludahi juga." Kata Dindra masih terbayang akan rasa takutnya.
"Abang ludahi balik..!!"
Dindra sampai melotot mendengar jawaban Bang Herca. Bisa-bisanya suaminya itu berkata demikian.
"Mau bagaimana lagi??? Dia sendiri tua tapi tidak bisa memberi contoh. Abang hanya mempertahankan harga diri. Kau ingat baik-baik, dek. Sifat keputrianmu tidak bisa di gunakan untuk menyelamatkanmu dari bahaya..!!" Kata Bang Herca gemas.
"Katanya Abang sudah tau semua tentang Dindra? Kenapa masih bilang soal keputrian Dindra tidak bisa menyelamatkan????" Tegur Dindra.
"Yaa.. memang, tapi kenapa kamu tanya begitu?"
Dindra terdiam sejenak, di balik perasaan yang terungkapkan jelas Bang Herca belum melihat semuanya.
"Ada apa?? Ada rahasia apa??" Wajah Bang Herca mendadak kesal penuh amarah.
Senyum Dindra tersungging licik. Sebagai seorang putri yang pernah tinggal jauh dari keluarga tentu dirinya pernah mempelajari ilmu beladiri untuk berjaga-jaga.
Bang Herca semakin curiga, pikirannya sudah melayang membayangkan yang tidak-tidak.
"Dindra ini juara satu beladiri tingkat kecamatan." Jawab Dindra mantap dengan segala kesombongannya. "Masih berani Abang dengan Dindra?"
Seketika Bang Herca mengurut pelipisnya, ingin tertawa terbahak tapi tidak mungkin dirinya menertawai istrinya sendiri. "Eehh.. Ya ampuuun.. mana sanggup Abang lawan atlet tingkat kecamatan pasir kuning, bisa remuk Abang di tanganmu, dek."
Senyum Dindra semakin menunjukan kemenangan atas kekuasaannya. Wajahnya semakin menunjukkan bahwa kini dirinya adalah 'penguasa empat elemen' yang sesungguhnya.
"Kita tarung, Bang..!!" Tantang Dindra.
"Nggak, Abang pasti kalah." Jawab Bang Herca. Bukan karena takut, tapi jelas Bang Herca memikirkan jabang bayi dalam kandungan sang istri. Lagipula tenaga Dindra tidak sebanding dengan tenaganya, ia takut sang istri akan terluka karenanya.
"Ayo.. jangan bilang Abang takut." Dindra sudah berkacak pinggang hingga kemejanya sedikit terangkat menunjukan perut tipisnya yang mulai sedikit menyembul.
Bang Reno dan Bang Dallas melihat perdebatan tersebut dari depan rumah saat Bang Dallas mengantar sahabatnya akan kembali ke mess nya sebab rumah dinas Letnan Reno masih di tempati sang ibu selama menunggu proses pengajuan nikah selesai.
"Apa Dindra tidak tau kalau Herca atlet beladiri internasional?? Belum lagi kejuaraan Nasionalnya." Tanya Bang Reno.
"Kalau Dindra tau, mana mungkin sesombong itu." Jawab Bang Dallas.
"Kau benar juga." Bang Reno menghela nafas kemudian kembali melihat ke arah rumah dinas Bang Herca.
Terlihat Letnan Herca sengaja menghindar saat Dindra melakukan 'pembullyan'.
"Ayo lawan, masa nggak berani lawan Dindra??" Suara Dindra masih terdengar dari luar, memang jarak rumah yang berdekatan belum mampu meredam suara Dindra dan Bang Herca yang sedang asyik berdua.
"Abang nggak bisa lawan disini, sayang..!!" Kata Bang Herca.
"Kenapa??"
"Abang takut kamu terpeleset, kalau kena lantai bagaimana?? Di tempat tidur saja yuk..!!" Ajak Bang Herca.
"Okee.. Dindra kalahkan Abang disana..!!" Dindra berjalan mendahului.
Bang Herca menyembunyikan senyumnya lalu menarik gorden dan mematikan lampu ruang tamu.
"Menurutmu siapa yang menang?" Tanya Bang Dallas pada Bang Reno.
"Kupastikan Dindra kalah telak setelah dapat obat mabuk dari Herca. Siapa yang bisa kalahkan Letnan Herca kalau sudah turun ke lapangan."
.
.
.
.