Wira, pria pemalas yang sering membuat orang tuanya marah. Selain pemalas, Wira juga seorang pengangguran dan hobby menyaksikan film dewasa.
Suatu hari, Wira mengalami peristiwa yang membuatnya tiba-tiba berada di dunia lain dan terjebak dalam masalah tujuh wanita cantik yang menganggap mereka adalah bidadari.
Untuk memecahkan misteri keberadaannya di dunia itu, mau tidak mau Wira harus menjadi pelindung tujuh bidadari tersebut.
Berbagai masalah pun menghampiri Wira, termasuk masalah asmara terlarang antara manusia dan para bidadari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keramaian Di Pasar
"Itu bulu angsa Emas!" seru Dewi Nila saat matanya menatap ke arah salah satu lapak dagangan.
Empat orang yang bersamanya, seketika mengalihkan pandangan mata mereka ke satu arah yaitu tempat yang ditunjuk oleh Dewi Nila.
"Ah iya, benar!" Seru Dewi Biru yang tidak kalah terkejut saat matanya menangkap benda yang mereka cari ada diantara beberapa benda yang sedang dijual.
"Ayo kita ke sana, sepertinya bulu itu sedang dijual," ajak Dewi Biru. Semua pun setuju. Bahkan wanita tua yang bersama mereka, hanya tersenyum dalam benaknya tumbuh banyak pertanyaaan.
"Selamat datang, Nona nona manis," sapa seorang pria ramah, saat para bidadari sudah berdiri di depan lapak jualannya. "Apa anda mau membeli sesuatu? Silakan dipilih."
Dewi Nila langsung mengambil benda yang tadi dia lihat dan seketika benda tersebut mengeluarkan cahaya. Melihat tingkah Dewi Nila dan dua Dewi lainnya, kening penjual itu nampak berkerut. Dia sedikit heran dengan tingkah wanita berbaju nila tersebut.
"Bulu ini harganya berapa, Kang?" tanya Dewi Nila.
"Maaf, Nona cantik, bulu itu tidak dijual," jawab si pedagang.
Jawaban dari pedangan sontak membuat para bidadari, Nenek dan juga Wira cukup terkejut.
"Kenapa tidak dijual?" tanya Dewi Biru. "Bukankah tadi bulu ini anda tawarkan?"
"Loh, saya kan menawarkan barang dagangan yang ini," si pedagang menjawabnya sambil menunjuk dagangannya, berupa gerabah dari tanah liat. "Kalau bulu itu, memang sengaja saya letakkan di sini, hanya untuk pajangan, bukan untuk dijual."
"Mana bisa begitu?" sungut Dewi Hijau.
"Loh, ya bisa dong," pedagang tidak mau kalah. "Itu kan memang benda pribadi saya. Lagian bulu itu juga tidak sengaja saya bawa ke pasar. Sudah, sini kembalikan bulu saya."
"Tidak bisa!" seru Dewi Nila sembari langsung menyembunyikan bulu angsa itu di belakang punggungnya. "Pokoknya saya mau beli bulu ini. Katakan saja, berapa harganya?"
Kening pedagang sontak berkerut dan dia semakin merasa heran dengan sikap wanita di depan lapaknya. "Kenapa anda memaksa? Saya sudah bilang, bulu itu tidak dijual. Tolong, kembalikan pada saya."
Dewi Nila semakin tidak mau mengalah. Begitu juga dengan dua bidadari lainnya. Wira merasa sebentar lag pasti akan terjadi keributan. Maka itu dia langsung saja mengambil sikap.
"Sudah, kalian jangan kekanak kanakan," ucap Wira tegas, kepada tiga bidadari, lalu Wira mengalihkan padangannya ke arah pedagang. "Emang anda menemukan bulu itu dimana? kebetulan mereka juga baru kehilangan bulu yang sama seperti itu."
Si pedagang tidak langsung menjawab. Dia malah menatap lima orang di depan matanya satu persatu, dengan tatapan menyelidik. "Saya menemukanya di sungai. Lagian, kalau saya jual juga, tidak mungkin saya jual bulu itu ke kalian. Emangnya saya tidak tahu, keistimewaan bulu itu."
Wira dan tiga bidadari kembali terlihat terkejut begitu mendengar ucapan si pedagang.
"Emang apa yang anda tahu tentang bulu ini?" tanya Dewi hijau.
"Ya tentu saya tahu, semua orang di sini juga banyak yang tahu," jawab si pedagang tampak sedikit angkuh dan juga rasa kesal yang masih mendekapnya.
"Konon katanya, bulu itu, adalah bulunya bidadari. Jika bulu itu dipegang bidadari, bulu itu akan mengeluarkan cahaya. Makanya, saya tidak mau menjualnya. Benda langka itu. Sini kembalikan."
"Kenapa anda yakin kalau bulu ini milik bidadari?" tanya Dewi Nila dengan suara yang tidak kalah kesal. "Ini kan hanya bulu biasa yang kebetulan warnanya seperti emas."
"Hahaha ... memangnya saya bodoh!" seru si pedagang. "Angsa ermas itu hanya ada di langit. Maka itu bulu itu sangat istimewa. Sudah, sini kembalikan. Lagian kalau saya jual, saya juga pasti akan jual ke orang lain yang lebih membutuhkan."
"Maksudnya?" tanya Wira. Wajahnya masih menunjukan rasa terkejut dengan ucapan pedagang barusan. "Memang ada yang membutuhkan bulu angsa itu?"
"Tentu saja ada," si pedagang menjawab dengan antusias. "Sebenarnya bukan membutuhkan sih, tapi menginginkan bulu ini. Dan kalian tahu siapa orangnya? Dia adalah Yang Mulia raja Wiwaha."
"Apa!" pekik tiga Dewi hampir bersamaan. "Mana mungkin Raja menginginkan bulu seperti ini?" tanya Dewi Nila tidak percaya.
"Benar! Mana mungkin seorang raja menginginkan bulu seperti ini? Sepertinya itu sangat tidak mungkin," Dewi Biru juga ikut meragukannya.
"Loh, memang kenyataannya seperti itu," si pedagang tentu tidak mau mengalah.
"Bahkan sebelum saya menemukan bulu itu, dari pihak kerajaan sudah memberi pengumuman, barang siapa yang menemukan bulu angsa berwarna emas, maka dia wajib menjualnya ke pihak kerajaan. Kebetulan saya juga menemukannya jadi saya tunggu aja orang dari kerajaan itu datang."
Mendengar penjelasan dari pedagang, sontak Wira dan yang lainnya menjadi penasaran.
"Darimana Yang mulai raja bisa tahu, kalau di daerah kekuasannya ada bulu angsa emas? Sampai Yang mulia mengumumkan hal seperti itu?" tanya Wira.
Si pedagang menyeringai, bahkan terlihat menatap Wira dengan tatapan meremehkan.
"Tentu saja Raja tahu, karena Raja kita sangat sakti. Jika Yang mulia berhasil mendapatkan bidadari dan menikahinya, maka, Yang mulia akan menjadi penguasa langit dan bumi. Jika itu terjadi maka, kami sebagai rakyatnya, bisa hidup semakin makmur."
"Hah!" lagi lagi tiga bidadari memekik hampir bersamaan.
"Bagaimana mungkin manusia menikah dengan Bidadari? Hal itu akan pernah terjadi. Memang manusia ingin merasakan murkanya kehidupan langit?" sahut Dewi Hijau kesal.
"Mungkin saja," Si pedagang masih terlihat meremehkan. "Kalian itu kaum wanita, mana bisa mengerti. Udah, lebih baik, cepat kembalikan bulu itu, selagi aku masih bisa bersabar."
Ketiga Dewi saling pandang satu sama lain. Mereka juga hampir serentak menatap ke arah Wira dan Nenek yang sedari tadi memilih diam karena Nenek juga bingung melihat perdebatan di hadapannya, sehingga Nenek lebih memilih diam dengan segala pertanyaan yang menyerang benaknya.
Di saat itu juga, tiba tiba, mereka dikejutkan dengan kedatangan segerombolan pria berwajah garang yang menunggang kuda. Tatapan mereka seakan hendak menerkam siapapun yang mereka lihat.
Kedatangan segerombolan orang itu sontak membuat heran semua orang yang ada di pasar. Begitu juga dengan Wira dan tiga bidadari serta seorang wanita tua. Tiga bidadari langsung bergeser dan berdiri di balik punggung Wira karena merasa takut.
"Perhatian semua yang ada di sini!" teriak salah satu pria dari gerombolan tersebut.
"Jika ada yang menemukan bulu angsa emas, kalian harus menyerahkan kepada kami, mengerti! Jika ada yang sengaja menyimpannya, maka jangan salahkan kami jika nyawa kalian akan melayang, paham!"
Wira dan tiga bidadari sontak membulatkan matanya, begitu mendengar apa yang diteriakan pria itu. Para bidadari saling lirik satu sama lain, sedangkan Wira menatap heran kepada semua orang yang ada di sana, terutama pedagang yang tadi berdebat dengan para bidadari.
"Kenapa mereka pada ketakutan? Siapa orang orang itu?" gumam Wira dalam benaknya.
berarti masih ada enam bidadari lagi yang mesti di cairkan...hahahhaa...
dengan keahlian jemarimu itu Thor, bisalah di selipkan nama nama pembaca cowok sebagai tokohnya, pastinya kan kami pasti mengagumi karyamu ini Thor..
Moso yoo cuma tokoh Wira saja toohh...hihihiiiiii ngarep banget sih saya yaaaa...🤭🤭🤭
..hemmm
wes, tambah lagi kopinya Thor, gulanya dikiiiiitt aja...
🤭