NovelToon NovelToon
Generasi Gagal Paham

Generasi Gagal Paham

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Anak Genius / Murid Genius / Teen School/College
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Generasi sekarang katanya terlalu baper. Terlalu sensitif. Terlalu online. Tapi mereka justru merasa... terlalu sering disalahpahami.

Raka, seorang siswa SMA yang dikenal nyeleneh tapi cerdas, mulai mempertanyakan semua hal, kenapa sekolah terasa kayak penjara? Kenapa orang tua sibuk menuntut, tapi nggak pernah benar-benar mendengarkan? Kenapa cinta zaman sekarang lebih sering bikin luka daripada bahagia?

Bersama tiga sahabatnya Nala si aktivis medsos, Juno si tukang tidur tapi puitis, dan Dita si cewek pintar yang ogah jadi kutu buku mereka berusaha memahami dunia orang dewasa yang katanya "lebih tahu segalanya". Tapi makin dicari jawabannya, makin bingung mereka dibuatnya.

Ini cerita tentang generasi yang dibilang gagal... padahal mereka cuma sedang belajar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 30 Diam Adalah Pengkhianatan

Langit senja menggantung merah di atas gedung sekolah yang perlahan sepi. Hari-hari belakangan ini terasa berat bagi siapa pun yang terlibat dalam gejolak yang mengguncang institusi pendidikan itu. Podcast Gagal Paham yang kembali muncul dengan nama samaran mulai membuat guru-guru resah. Bukan karena bohong, tetapi karena terlalu jujur.

Raka berjalan perlahan melewati koridor lantai dua yang biasa mereka lewati bersama. Matanya tertuju pada mading sekolah yang kini dipenuhi selebaran ekstrakurikuler baru yang dianggap lebih “positif dan mendukung nilai-nilai sekolah”. Tak ada jejak podcast di sana. Tak ada ruang untuk suara-suara yang bertanya.

Ia bertemu Juno dan Nala di aula kecil tempat mereka menyusun rencana berikutnya. Kali ini bukan sekadar rekaman, tapi gerakan. Mereka sepakat bahwa hanya membuat konten tidak cukup. Sekarang saatnya menghadapi sistem secara terbuka.

“Gue pikir, kita bikin forum terbuka,” kata Juno.

“Undang siapa?” tanya Nala.

“Semua. Siswa, guru, bahkan orang tua. Kita bahas kenapa podcast kita harus ada. Kenapa suara siswa penting. Kenapa kita nggak bisa terus diam.”

Raka mengangguk. “Dan kalau kita diem aja, itu artinya kita setuju. Itu artinya kita ikut ngebiarin semua ketidakadilan ini terus jalan.”

“Diam adalah pengkhianatan,” gumam Nala.

Kalimat itu seperti petir. Menggelegar dalam keheningan tekad mereka. Mereka sadar, pilihan untuk bersuara bukan lagi soal keberanian. Tapi soal bertahan agar diri mereka tak hilang.

Dita membaca undangan forum itu dari grup siswa. Ia tak percaya mereka benar-benar akan melakukannya. Setelah semua ancaman, pemanggilan orang tua, bahkan ancaman skorsing.

Sore itu, ia melihat Nala dari kejauhan di halte. Tak kuasa menahan dorongan hatinya, ia mendekat.

“Lo nggak takut?” tanya Dita pelan.

Nala menoleh. Tatapannya lembut, tidak sekeras dulu.

“Takut. Tapi lebih takut lagi kalau kita diem. Kalau kita berpura-pura nggak ada yang salah.”

Dita menghela napas. “Kadang gue ngerasa, lebih mudah pura-pura setuju.”

“Dan itu yang bikin kita terus begini. Karena yang salah bukan cuma yang berkuasa. Tapi juga yang tahu tapi diem.”

Kata-kata itu menusuk. Dita tahu, selama ini ia memilih diam karena lelah. Tapi kini ia sadar, diam tak hanya berarti menyerah. Diam adalah pengkhianatan terhadap semua yang pernah ia perjuangkan.

Hari forum terbuka tiba. Aula sekolah dipenuhi kursi-kursi yang disusun rapi. Pihak sekolah hadir dengan wajah-wajah waspada. Guru-guru duduk di baris depan, sementara murid-murid duduk di belakang dengan campuran rasa penasaran dan gugup.

Nala membuka forum dengan salam dan pengantar singkat. Ia berbicara tentang bagaimana siswa seringkali hanya jadi penerima, bukan peserta aktif dalam pendidikan. Tentang bagaimana suara mereka diabaikan. Tentang kenapa podcast itu penting.

Juno kemudian menampilkan klip-klip pendek dari episode lama klip yang berisi pertanyaan-pertanyaan kritis, pengalaman pribadi, dan cerita siswa yang merasa ditekan. Ruangan hening. Tak ada tawa, tak ada suara. Hanya kesadaran yang pelan-pelan tumbuh.

Lalu giliran Raka.

“Gue tahu, banyak dari kalian mungkin mikir kita ini cari masalah. Tapi sebenarnya, kita cuma pengen ngerti dan dimengerti. Pendidikan seharusnya bukan tentang takut. Tapi tentang tumbuh.”

Seorang guru angkat tangan. Ia berdiri dan berkata, “Tapi kalian menyebarkan hal-hal negatif. Kalian membuat sekolah terlihat buruk di luar.”

Raka menghela napas, lalu menjawab, “Kami tidak membuat sekolah terlihat buruk. Kami hanya jujur. Dan kalau kejujuran bikin sekolah terlihat buruk, berarti ada yang perlu dibenahi.”

Ruangan terdiam.

Lalu suara kecil terdengar. Seorang siswa kelas 10 berdiri.

“Saya pernah dihukum karena nanya kenapa kita harus hafal semua isi buku tanpa tahu maknanya. Saya nggak berani cerita ke siapa-siapa. Tapi waktu denger podcast kalian, saya ngerasa... nggak sendirian.”

Satu per satu, siswa lain mulai berbicara. Mereka mengungkapkan pengalaman yang selama ini terkubur. Tentang sistem yang kaku. Tentang guru yang kasar. Tentang tekanan yang tak terlihat.

Di sudut aula, kepala sekolah diam. Tapi wajahnya menyiratkan sesuatu yang belum pernah terlihat sebelumnya: keraguan.

Malamnya, Dita duduk di kamar, mendengarkan rekaman forum yang diunggah Nala ke platform podcast. Ia menitikkan air mata.

“Kami tidak ingin melawan. Kami hanya ingin didengar.”

Ia akhirnya membuka laptop, menulis catatan untuk dibagikan esok hari di mading digital sekolah. Judulnya:

“Diam Adalah Pengkhianatan”

Di sana, ia mengungkapkan bagaimana ia merasa bersalah karena pernah memilih diam. Bagaimana ia membiarkan teman-temannya berjuang sendirian. Dan bagaimana kini ia memilih kembali bersuara.

Catatan itu viral. Bahkan beberapa guru diam-diam menyukainya. Sebagian siswa menyalin dan menempelkannya di buku catatan mereka.

Beberapa minggu setelahnya, sekolah mulai berubah. Bukan karena forum itu langsung merombak sistem. Tapi karena keberanian untuk tidak diam menyebar. Mulai muncul ruang diskusi siswa. Ekstrakurikuler podcast dihidupkan lagi, kali ini dengan pengawasan, tapi tetap dengan kebebasan berbicara.

Dan di antara semua perubahan itu, Dita datang ke studio kecil mereka lagi. Ia mengetuk pintu, lalu berkata,

“Kalau masih ada tempat, gue mau rekaman.”

Raka menoleh, Juno tersenyum, dan Nala membuka pintu lebar-lebar.

“Selalu ada tempat buat yang mau bersuara.”

1
Ridhi Fadil
keren banget serasa dibawa kedunia suara pelajar beneran😖😖😖
Ridhi Fadil
keren pak lanjutkan😭😭😭
Irhamul Fikri: siap, udah di lanjutin tuh🙏😁
total 1 replies
ISTRINYA GANTARA
Ceritanya related banget sama generasi muda jaman now... Pak, Bapak author guru yaaa...?
Irhamul Fikri: siap, boleh kak
ISTRINYA GANTARA: Bahasanya rapi bgt.... terkesan mengalir dan mudah dipahami pun.... izin ngikutin gaya bahasanya saja.... soalnya cerita Pasha juga kebanyakan remaja....
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!