Kisah masa lalu Ayahnya juga Bundanya terlalu membekas hingga Intan tak bisa percaya pada Cinta dan kesetiaan.
Baginya Kesetiaan adalah hal yang langka yang sudah hilang di muka bumi.
Keputusannya untuk menikah hanya untuk menyelamatkan perusahaan dan menghibur orang tuanya saja.
Jodohpun sama-sama mempertemukan dirinya dengan orang yang sama-sama tak mempercayai Cinta.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Akan kah Dia mempercayai Cinta dan Kesetiaan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Haruskah bulan madu???
Pagi berlalu hingga sore tiba, setelah sarapan pagi tadi Bunda Mutia dan keluarganya kembali pulang setelah berpesan banyak hal terhadap Intan, rupanya kedatangan keluarga tadi sekaligus mengantar pakaian Intan dan sekarang Rumah yang di tinggali Intan akan di huni si kembar agar tak kosong, sekalian rumah itu dekat dengan area kampus si kembar.
Intan setuju saja asal kamarnya tak ada yang menganggu gugat, karena dirinya sesekali masih akan menyambangi rumah utama itu. Intan akhirnya mulai hari ini akan tinggal di rumah Reihan, tak terpikir sebelumnya jika dirinya akan tinggal sekamar seumur hidupnya bersama laki-laki itu.
Di kamar Intan memandangi tiket bulan madu yang akan di laluinya esok, dirinya masih memandang tak percaya dalam waktu sekejap kehidupannya berubah semenjak bertemu dengan Reihan.
Reihan mengeringkan rambutnya yang basah saat selesai dari kamar mandi, lalu melempar handuk kepangkuan Intan tanpa merasa bersalah. Intan terkejut lalu menatap Reihan kesal lalu Reihan hanya menyelonong berbaring di ranjangnya.
"Rei!!! " Intan kesal sambil melempar gantian handuk di pangkuannya itu ke perut Reihan.
"Ckkk panggil apa hayo bee...??? " Reihan menegur Intan dengan mata terpejam.
"Tapi kamu tu kebiasaannya jelek... habis mandi ya udah taruh handuk di tempatnya... ngapain di lempar ke aku?? Emang aku tempat handuk gitu??? Jemuran gitu..." Protes Intan kesal dengan wajah cemberutnya, baru sehari saja Reihan sudah menunjukan kebiasaan yang menyebalkan.
Reihan masih terpejam dan tak menyahut, seolah benar-benar tertidur, Intan semakin kesal mengomel-ngomel sendirian. Intan mendekati Reihan lalu menggoyangkan tubuh Reihan pelan.
"Rei... Ih... ngeselin dari tadi di ajak ngomong malah tidur!!! " Omel Intan namun tiba-tiba tubuhnya ambruk di atas tubuh Reihan karena tarikan Reihan.
Reihan menatap tajam Intan, lalu mendekatkan wajahnya, membuat Intan buru-buru mengangkat wajahnya. Reihan mengambil wajah Intan dan menatap dalam-dalam.
"Ulangi panggil nama aja?? Aku gak tanggung-tanggung bakal ngasih bimbingan bibir kamu itu lebih dari yang sudah kamu dapat tadi... " Kata Reihan membuat Intan membisu di tempat sekaligus kesal, ini hanya pernikahan tanpa cinta dan di atas kesepakatan namun kenapa masalah panggilan aja di buat ribet.
"Ckk Iya maaf... Udah lepas... " Intan ingin bangkit namun Reihan menahannya.
"Panggil yang betul... " Reihan keukeh.
"Iya... Mas... " Intan memanggil tapi dengan wajah datanya, seolah malas.
"Belum betul... " Reihan semakin mendekatkan dirinya lagi.
"Iih... Iya Mas Reihan... " Intan mencoba keluar dari rangkulan yang membuat sekujur tubuhnya risi sekaligus mengalami getaran aneh di tubuhnya itu.
"Panggil Sayang... " Reihan makin ngelunjak memintanya, padahal Intan sudah mencoba memanggil dengan baik dan sopan.
"Apaan sih... ngelunjak...!!! " Intan beneran bangkit dan Reihan tersenyum tipis di tempatnya, melihat Intan yang sebal dengan bibir sedikit maju itu membuat keinginan untuk membungkamnya.
Intan membawa handuk itu dan meletakkan di tempatnya, lalu karena bosan melihat wajah yang sudah seharian ini membuat dirinya tensi, Intan keluar dan mencoba turun kebawah mengenali semua penghuni yang ada di sana.
***
Di dapur, Intan mengingat betul jika Reihan meminta dirinya yang memasak makanan untuk dirinya. Intan menyiapkan makanan bersama bibi, untung dirinya dulu selama tinggal dengan Bundanya terbiasa masak bersama jadi mudah bagi dirinya kalau hanya masak, meski dirinya sibuk bekerja kadang dengan memasak membuat dirinya sedikit terhibur.
Tak butuh waktu lama Intan sudah selesai memasak, lalu dirinya kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri,karena memasak membuat baju yang dia pakai bau bawang.
Sampai di kamar nampak Reihan tengah me masuk-masukkan baju ke koper, begitupun baju-baju milik Intan, membuat Intan mengerutkan keningnya.
"Kita mau kemana?? " Tanya Intan bingung baru juga kemarin nikah terus ke hotel dan sekarang mau kemana lagi pikir Intan.
"Kemana lagi bulan madu lah... " Jawab Reihan tanpa menoleh.
"Hahaha... "
"Bulan madu...??? Ayolah masa iya kita beneran akan ke Korea untuk bulan madu??? " Intan masih tak percaya drama pernikahannya akan berlanjut hingga ke Korea.
"Tentu... Kamu sendiri yang bilang kita menjalani akting seumur hidup... dan aku dari awal sudah bilang, kita menikah untuk mencari keturunan... " Kata Reihan mengingatkan kembali isi salah satu kesepakatan pernikahannya.
Intan membisu, ini terlalu cepat baginya, masa iya dirinya akan benar-benar berakhir di bawah pria arogan itu. Intan berlalu mengambil baju lalu handuk dan membawanya ke kamar mandi untuk dirinya mandi.
Di kamar mandi Intan menatap dirinya, mendadak air matanya ingin menetes, rasanya menyesal dirinya sudah mengambil keputusan konyol ini, dirinya sudah masuk kedalam penjara drama seumur hidup yang dia ciptakan dan setujui dengan sadar.
Intan mengguyur tubuhnya dengan segala beban yang dia rasakan, kenapa rasanya dirinya sebentar lagi akan kehilangan kemerdekaan dan hak pada tubuhnya sendiri.
lama sekali Intan mandi di kamar mandi hingga adzan maghrib pun tiba, Intan keluar kamar mandi dengan wajah sembabnya. Di ujung sudah ada Reihan yang lengkap dengan baju koko, rupanya ada perubahan yang patut di apresiasi, Intan tak perlu ceramah untuk mengajak Reihan shalat, karena laki-laki itu sudah siap dan menantinya.
Reihan melihat mata sembab itu namun tak ingin bertanya, dirinya bangkit lalu memulai shalat berjamaah di pimpin dia sebagai imamnya.
"Assalamualaikum... "
"Assalamualaikum... "
Reihan mengakhiri shalat lalu menghadap Intan yang masih sembab itu, Intan paham lalu meraih tangan Reihan dan diakhiri dengan kecupan di kening sebagai formalitas keduanya.
"Kamu kenapa??? " Reihan bertanya namun dengan raut dinginnya.
"Aku belum siap... "
"Ini terlalu cepat... "
Intan menundukkan kepalanya karena jika dia menatap lurus air mata di matanya akan jatuh.
"Kenapa belum siap???" Reihan bertanya lagi.
"Aku bilang ini terlalu cepat... Aku masih syok dengan status kita, aku juga belum punya mental untuk menyerahkan diriku... " Intan berkata jujur.
Hening
Reihan paham ini terlalu cepat, tapi kondisi Eyangnya sudah tua, dia tak mau jika kedua orangtuanya itu meninggalkan dirinya sebelum rumah ini ramai oleh penerusnya.
"Aku merasa menjual tubuhku aku merasa... hmmm" Omongan Intan terputus oleh bungkaman Reihan, yang membuat nafas keduanya menjadi sesak.
"Rei... hmmmm" Intan ingin protes namun kembali Reihan memperingati dirinya dengan caranya yang selalu membuat nafas dan dada Intan kehilangan oksigen.
"Apa ada istri yang menjual tubuh pada suaminya sendiri??? " Kata Reihan tajam.
"Anggap saja itu mahar untukmu!!! terlepas kita tidak saling cinta itu hanya masalah rasa!!! toh kita tidak akan mati hanya karena tidak saling cinta!!! " Kata Reihan lagi.
"Kamu wanita beragama, harusnya tau tugas pokok seorang istri itu bagaimana...??? Terlepas kita menikah di atas kesepakatan, nyatanya pernikahan kita sah di atas agama dan hukum... " Kata Reihan lagi mampu membuat Intan terdiam dari isak nya.
"Jangan kamu pandang hina, seorang istri yang melayani suaminya sendiri... Lantas bagaimana dengan Bundamu??? apakah kau juga akan memandang hina??? beliau juga melayani suaminya... " Cecar Reihan lagi dengan amarah.
Intan terdiam di tempat dengan kaca di matanya, Reihan mengusap air mata itu dengan lembut meski wajahnya diliputi amarah, karena Intan yang menganggap rendah dirinya sendiri.
"Kita jalani pernikahan kita ini, sesuai kesepakatan... masalah cinta itu belakangan... Jangan merasa hina karena kamu harus mengandung keturunan ku... dan kamu tidak bisa jika kita tidak melakukannya... " Kata Reihan lagi lalu bangkit dan pergi meninggalkan Intan sendirian, Reihan tak mau melihat air mata itu lebih lama, karena itu membuat sesuatu aneh di hatinya muncul.
***
Masih berharap dukungannya... please 😍