Dari kecil hidupku sudah ku abdikan pada keluarga yang mengangkatku sebagai anak, aku adalah anak panti yang tanpa nasab, ibuku dulu seorang budak dan dia di bunuh oleh seseorang entah siapa setelah menitipkan aku di panti asuhan. Sejak umur 10 tahun seorang donatur mengadopsiku, dia adalah tuan Samer dan Ibu Luci, mereka mengangkat ku sebagai pancingan agar mempunyai anak, dan benar saja setelah satu tahun aku bersama mereka mereka mempunyai seorang anak perempuan. Tuan Samer memintaku untuk selalu melindungi anak kandungnya, hingga suatu ketika terjadi bencana dalam keluarga tuan Samer, anak dari tuan Samer memanipulasi dokumen dari sebuah perusahaan besar di negara ini. Pemilik perusahaan geram dan itulah awal kisah baru ku. Aku di tuntut oleh Nyonya Lusi menggantikan anaknya sebagai tawanan seorang yang kejam pemilik perusahaan tersebut. Diriku di sekap dan di kurung dalam penjara, entah apa yang akan ku dapatkan. Benci, dendam atau cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jauh
🌸🌸🌸
Hari berganti hari Minggu berganti Minggu, dan bulan pun juga berganti, entah sudah berapa lama diri ini terpenjara. Teringat saat musim dingin pertama kali diri ini menginjakkan kaki di negri ini, dan kini musim pun sudah berganti musim semi dan kini berganti lagi menjadi musim panas. Itu artinya diri ini terkurung hampir delapan bulan. Delapan bulan yang ku habis kan mengerjakan apa yang dia perintah.
Hari-hari ku selama pergantian musim ini tidak lah terlalu berat. Tak tahu kenapa tuan kejam itu tidak terlalu menekan diri ini seperti awal awal dulu. Jujur aku merasa sedikit lega, tapi kadang rasa takut juga masih menemani, bagaimana tidak, sifatnya yang berubah-ubah kadang membuat jantung ini ketar ketir di buatnya. Entah mimpi apa dia sampai memperbolehkan keluar dari hunian ini, meski hanya di teras rumah. Sungguh ke kekaguman ku saat melihat betapa indah dan megah rumah ini layaknya istana di negri dongeng, bangunan yang klasik, juga hamparan taman yang begitu luas, bermacam-macam bunga yang tertanam dengan tatanan setiap jenis masing-masing. Pohon Cemara seolah menjadi pagar berjejer mengelilingi hunian rumah ini. Belum usai kekaguman ku, dia mengajak ku pergi dari rumah ini menuju suatu tempat perbelanjaan besar dengan dalih berbelanja kebutuhan pangan. Tentu saja pangan untuk nya, karena setiap pekerjanya untuk kebutuhan makanan nya diantar oleh katering satu hari tiga kali. Dalam perjalanan tidak ada yang bersuara baik aku maupun dia, mataku menyapu keluar jendela menelisik pandangan keadaan luar yang beberapa bulan ini tak pernah ku sapu. Sempat kagum diri ini ketika melihatnya yang hanya memakai pakaian santai terkesan dia terlihat lebih mudah. Dan kesan garang nya seakan hilang, tapi kesan dingin nya masih tersemat di wajah tampan nya. Begitu sampai dia menyuruhku memilih barang yang di butuhkan bahkan dia menyuruh mineger supermarket ini menemaniku memilih, dan beberapa pelayan toko yang membawakan belanjaan memang sih, aku tak habis pikir dengan pikiran orang kaya yang menghambur-hambur kan uang dengan seenaknya tanpa pikir panjang jika menurutnya cocok padahal harusnya hanya sekedarnya saja. Selesai berbelanja, aku mineger mengajak ku menemui dia ke sebuah restoran yang cukup mewah, sepertinya restoran ini untuk orang-orang yang berkelas sultan. Saat di suru memilih menu aku menolak bukan karena segan, tapi aku lagi menjalankan ibadah puasa Sunnah. Tak lama waiters menyajikan menu di hadapan kami. Lagi-lagi dia menyuruh ku makan tapi sekali lagi aku menolak. Betapa pedas mulutnya saat melontarkan kata-kata nya, tak ada pilihan lain selain diam itulah jalan teraman. Seperti pesan Bu Lena jangan membuatnya marah. Sebisaku tidak membuatnya marah, tapi dia sepertinya begitu murka padaku, sehingga mengajak ku untuk segera pulang sebelum hidangan yang tersaji dia jamah. Tak ada pilihan lain selain mengikutinya, terlihat tuan Gio dan para anak buahnya sedang melihat ke arah kami. Sepertinya tuan Gio menyadari jika tuan mudah nya sedang marah. Dia menganggukkan kepalanya sebagai isyarat aku harus mengikuti tuan mudah nya. Belum selesai memasang sabuk pengaman mobil sudah melaju dengan kecepatan tinggi. Hanya istigfar yang bisa ku ucapkan dan berdoa dalam hati semoga selamat sampai tujuan, meski seandainya takdir ini membuatku meninggal aku pun ikhlas, kendati di dunia ini tak ada lagi alasan untuk diri ini bertahan hidup, kecuali hanya beribadah pada sang khalik. Tak butuh waktu lama untuk sampai di kediaman nya kembali. Aku bernafas lega, ketika melangkah ke dalam tak sengaja aku berpapasan dengan Bu Lena, seperti biasa dia bertanya pada ku, tapi tak ada yang bisa ku katakan selain menggeleng dan berpamitan ke kamar guna untuk melaksanakan kewajiban ku.
Seusai sholat ashar, sekarang aku berada di dapur untuk membuat makanan untuk buka puasa nanti, kendati Bu Lena bilang jika tuan kejam itu tidak mau makan di rumah, aku hanya membuat kebab untuk ku, selesai membuat kebab dan akan ku bawah ke kamar seraya menunggu waktu magrib tiba. Lagi-lagi tuan kejam itu mengagetkan ku, dia berdiri di belakangku dan menyuruhku membuat makanan untuk dia, bukankah dia tadi bilang jika tak ingin makan di rumah. Kendati aku bertanya tapi dia mempunyai seribu alasan yang membuatku telak. Ya dengan dalih ganti rugi atas makanan yang dia pesan di restoran tadi siang. Lagi-lagi hanya menurut itulah yang bisa di lakukan. Mau mengganti dengan uang pun sudah tak lagi bisa. Karena kini semua barang berhargaku dia sita.
Tak butuh waktu lama kebab untuk nya sudah tersaji. Sempat melirik kelihatannya dia begitu tak sabar untuk menyantap nya. Kami duduk di situ meja atas perintah nya. Tiba-tiba wajahnya seketika muram saat tuan Gio bilang jika ada wanita yang menunggunya di depan. Ada sedikit rasa penasaran dalam diri ini dan ku beranikan untuk bertanya pada bu Lena tentang wanita yang bernama Afriel. Sempat mengira pacarnya, tapi bukan malahan kasih tak sampai.
Beberapa hari ini pikiran ku tak enak, apalagi aku sering bermimpi bertemu dengan ammah dan baba. Tak lupa aku berdoa untuk kebaikan ammah, baba dan keluarganya. Jujur hati ini sangat rindu kepada mereka. Rindu yang sama seperti waktu tinggal di Mesir. Meski sekarang jarak kita tak terlampau jauh tapi keinginan bertemu pun kini sirna. Harusnya diri ini tidak berharap yang tidak mungkin terjadi. Sudah dua hari kepergian dia. Jujur saja ada yang terasa kurang.
'Oh, apakah aku mulai terbiasa dengan Omelan nya' batin ku harus segera ku tepis.
Entah kenapa setiap tertidur aku selalu bermimpi tentang ammah, ammah yang sedang sakit. Rab, apa tanda mimpi ini? apakah hanya karena aku yang merindukan belaian dan tutur lembut seorang ibu belaka, ataukah mimpi itu kenyataan bahwa orang yang selalu menyayangi dengan tulus diri ini sedang melawan penyakit. Memikirkan hal itu membuatku semakin takut dan sedih. Takut akan kehilangan seorang yang berarti dalam hidup ini. "Rab, hamba mohon lindungilah seseorang yang menyayangi ku dan jagalah mereka selalu jauhkan lah mereka dari keburukan dan berilah kesembuhan dari penyakit yang engkau berikan. Ya Rahman, ya rahim, ya Latif.. Rabbanâ âtinâ fid-dun-yâ ḫasanataw wa fil-âkhirati ḫasanataw wa qinâ 'adzâban-nâr"