Pernikahan yang bermula dari sebuah perjodohan , Membuat Amira berpikir akan menjadi sebuah pernikahan yang langgeng...Karena dari pihak Amira maupun pihak Reza sama sama sepakat dan menyetujui akan perjodohan ini..
Namun siapa sangka pernikahan yang sudah berjalan tiga tahun akhirnya di terpa badai , dengan hadirnya orang ketiga...yang menjadikan pernikahan Amira menjadi neraka untuk dirinya sendiri.
Bagaimanakah Amira bisa menghadapi sebuah pernikahan yang bagaikan neraka dalam hidupnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wildat Dzi Wildat Dzi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
N P
Arga menggenggam tangan Amira, dirinya mencoba menenangkan sang istri yang sepertinya terlihat begitu khawatir kepada adiknya. Amira terus menerus merapal kan doa untuk Dina dan sang bayi.
Tak ada hentinya pula Rendra terpejam sambil melantunkan doa dalam hatinya. Semoga istri dan calon anaknya di berikan keselamatan.
Rombongan orang rumah datang, Arga mengernyit heran melihat kedatangan para sepupunya itu dengan banyaknya barang bawaan mereka.
"apa yang kalian bawa?" bukan Arga yang bertanya melainkan Amira. "Tentu saja ini barang yang di butuhkan oleh ibu yang akan melahirkan mbak!" Imron dengan sok tahunya menjawab mantap.
Arga menaikkan sebelah alisnya, apa mereka bilang? Tidak salah kah?
Rendra menerima map berisi dokumen dokumen penting. "Apa ini!" Silvi memutar bola matanya "Tentu saja lah berkas penting untuk ibu melahirkan!" Rendra buka map tersebut, dan terkejut lah dia dengan isi map tersebut. Apa ini? KK, KTP buku kontrol ibu hamil mungkin masih bisa di terimanya. tetapi Akta kelahiran, buku nikah, ijazah ini apalagi SIM pun mereka bawa.
Rendra menghela nafas kasar. "mbak Dina itu mau melahirkan, bukannya pindahan! Kenapa sampai membawa sebanyak ini!" Silvi menggaruk keningnya sambil tersenyum "He he maaf mas kita excited sekali tadi" lanjutnya dengan masih tersenyum tanpa dosa. Rendra hanya bisa menepuk keningnya.
Amira menyipitkan matanya melihat rantang berukuran agak besar yang di bawa oleh Imron. "Rantang besar itu untuk apa?" Imron tersenyum sangat manis "ini untuk kita makan Mbak! " Amira menghampiri Imron dan mengambil Rantang yang di pegang oleh remaja laki laki itu.
Semua yang berada di ruang tunggu melongo dengan isi rantang yang Imron bawa. "Kenapa membawa makanan sebanyak ini?" Arga menatap sepupu nakalnya itu.
"menunggui orang melahirkan itu lama lho mas! jadi,bawa bekal lah!" Arga memijat pangkal hidungnya. Benar benar heran dia dengan anak dari adik bapaknya ini.
"Kalian ke sini di antar siapa?" Arga mengalihkan pembicaraan. "Sama bapakku lah mas!" Imron lagi yang menjawab. tapi, kemana pak lek Santo? "Bapak sedang ngerokok di luar mas!" Imron yang seolah mengerti kebingungan Arga.
Amira sudah sibuk dengan membuka satu persatu rantang yang di bawa Imron. Dahinya mengernyit "kenapa sendoknya hanya satu?" Arga hanya memperhatikan "Iya kah mba?" Imron memastikan dan Amira mengangguk sambil mengangkat sendok yang ada di tangannya.
"Mas nanti resepsinya bagaimana MUA tadi sudah sampai di rumah waktu kami akan ke sini" Arga menghela nafas pelan "kita lihat mbak Dina dulu bagaimana perkembangannya, baru setelah itu Mas ambil keputusan!" Silvi mengangguk, dirinya mengerti jika sang kakak selalu mengutamakan keluarganya terlebih dahulu dari pada urusannya sendiri. Apalagi, mbak Amira Memang mengatakan jika dirinya tidak tenang kalau belum mendengar perkembangan mbak Dina dari dokter.
"Aku lapar mbak, tadi hanya sarapan sedikit!" Silvi mendekat ke arah Kakak iparnya dan duduk di sebelahnya "Aku juga lapar lho Sil!" Imron tak mau kalah "Karena sendoknya hanya satu, bagaimana kalau mbak yang suapi kalian!" Imron dan Silvi mengangguk.
"Tidak bisa!!!" Imron, Silvi, dan Amira menoleh ke arah sumber suara. "Tidak mau aku berbagi tangan istriku dengan kalian!" semuanya melongo "Lha, aku kan perempuan mas!" Silvi membela diri " Tetap saja tidak bisa! Ron, kau beli sendok plastik sana di kantin rumah sakit! Atau kalau tidak, makan dengan tangan kalian masing masing!".
Amira mengulum bibir dengan ucapan suaminya. Sungguh, suaminya ini aneh bin ajaib hanya perkara sendok saja, toh dirinya juga tidak menyuapi dengan tangannya langsung kedua remaja di depannya ini.
Rendra yang sedari tadi memperhatikan hanya bisa memutar bola matanya malas. Sudah dia duga, kalau sang ipar pasti memiliki sifat posesif atau tidak mau berbagi dalam bentuk apapun.
para anak remaja itu termasuk Silvi dan Imron hanya bisa melongo dengan ucapan mas Arga.
"Dengan keluarga pasien!" Rendra langsung menghampiri "saya suaminya dok!" Dokter mengangguk, lalu memberitahukan poinnya saja bahwa pasien harus menjalani operasi Caesar. bayi harus segera di keluarkan karena air ketuban sudah pecah. Dan yang di takutkan adalah sang bayi akan keracunan kalau di biarkan begitu saja. maka jalan satu satunya adalah mengeluarkan si bayi dengan melakukan tindakan operasi Caesar, mengingat usia kandungan sang pasien masih tujuh bulan. Melahirkan prematur adalah jalan yang terbaik kali ini.
Rendra menatap Arga yang sedang menepuk bahunya dan mengangguk. "Mas setuju?" tanya Rendra
"Kamu suaminya, aku tau kamu pasti akan memberikan yang terbaik untuk adik perempuanku yang sedang hamil itu!" Rendra tersenyum dan merangkul iparnya layaknya sahabat. Dan mengatakan kepada dokter bahwa dirinya setuju asal itu bisa menyelamatkan istri dan anaknya.
Setelah menandatangi berkas persetujuan Operasi. Dina sudah boleh di jenguk dan harus terlebih dahulu puasa sebelum di lakukannya operasi.
Rendra memesan kamar rawat VIP untuk Dina. Karena tidak mungkin dirinya tetap membiarkan sang istri di IGD ataupun di kamar rawat yang berisi dua atau tiga pasien. sedangkan rakyatnya yang ikut serta terlalu banyak untuk ukuran menemani orang yang akan melahirkan. Tapi, tak masalah lah rame bagaikan pasar begini!
Ternyata barang barang yang di bawakan oleh budhe Atik ada gunanya juga. Mereka sekarang jadi bisa menggelar karpet bulu ukuran sedang itu untuk alas duduk mereka di ruang rawat Dina, meskipun kamar rawat VIP ini sudah tersedia sofa. Namun, tidak afdol kalau tidak duduk lesehan seperti sekarang ini.
Rantang nasi yang tadinya sudah di tutup oleh Amira karena akan pindah kamar, sekarang sudah di bukanya kembali oleh Imron. dan sebagai jalan tengah Amira meminta para sepupu suaminya itu untuk makan dengan tangan begitu juga dengannya dan sendok yang hanya satu biji itu untuk menyendok lauk saja.
Dan acara makan bersama pun tak terelakkan. Mereka menyantap hidangan yang memang sangat lezat itu dengan di selingi pembicaraan ringan. Arga yang duduk di sebelah sang istri menarik sedikit baju istrinya, Arga memberikan isyarat lewat tangannya untuk menyuapinya juga.
Amira mengulum senyum, dia mengambil nasi dengan ayam sambal lalu menyuapi Arga dengan tangannya sendiri. Dan para remaja yang menjadi penonton itu hanya bisa memalingkan wajah mereka melihat adegan suap suapan pengantin baru itu.
"makanlah mas, kamu pasti lapar. Tadi sarapan sedikit kan?" Rendra tersenyum hangat, tangannya tetap setia menggenggam sang istri "iya sayang, mas belum lapar kok" Rendra benar benar tidak bisa menjauh sedikitpun dari wanita yang di cintainya ini, rasa khawatir masih menghantuinya.
"Mas Aga pulang saja sama mbak Amira, ada mas Rendra kok yang menemani aku di sini, nanti kan acara resepsi kalian dan masih banyak tamu yang akan hadir! Dina tidak masalah kok di tinggal, toh besok juga kalian pasti ke sini!" Arga mendekati sang adik, membelai rambutnya dan mencium sayang kening adik perempuannya.
"Selamat berjuang ya adik mas yang nakal!" Arga mencubit gemas hidung adiknya, Dina cemberut karena masih di sebut nakal. Sedangkan yang lainnya tersenyum haru melihat betapa besarnya kasih sayang Arga kepada adik adiknya.
jangan lupa like dan komen ya...