NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ayah Tiri

Terjerat Pesona Ayah Tiri

Status: tamat
Genre:Tamat / Balas Dendam / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Romansa
Popularitas:25.3k
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

Dia, lelaki yang kini menjadi ayah tiriku, adalah sosok yang takkan pernah ku lepaskan dari kehidupanku. Meskipun tindakan ini mungkin salah, aku telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala resikonya. Awalnya, dendamlah yang mendorongku mendekatinya, namun seiring waktu, cinta telah tumbuh di dalam hatiku. Tak ada satu pun pikiran untuk melepaskannya dari pelukanku.

Kini, ayah tiriku telah resmi menjadi kekasihku. Dia terus memanjakanku dengan penuh kasih sayang. Aku mencintainya, dan dia juga mencintaiku. Meskipun posisinya masih terikat sebagai suami ibuku, aku tidak peduli. Yang penting, aku merasa bahagia, dan dia juga merasakannya. Mungkin ini dianggap sebagai dosa, namun tak ada api yang berkobar tanpa adanya asap yang mengiringinya.

"Ayah, aku mencintaimu," apakah kalimat ini pantas untuk aku ucapkan?

AKAN LANJUT DI SEASON 2 YAA, HAPPY READING AND HOPE YOU LIKE:))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 25. Takkan Membiarkanmu Lolos

"Nggak! Nggak bisa. Enak aja, masa cewek semuda gue bisa suka sama tuh orang. Udah tuir, gampang ke goda lagi. Mana nafsunya gede banget ...,"

"Ih, nggak, Jel. Kamu nggak bisa suka sama dia, nggak bisa. Bisa gagal ntar rencanamu. Ayo, fokus, fokus." Jelita terus menepuk-nepuk kepalanya, memfokuskan pikirannya yang beberapa saat lalu sempat oleng dan tanpa sadar mulai mengakui bahwa dia menyukai Revan, atau lebih tepatnya, perasaan itu mulai tumbuh di dalam hatinya.

Namun, Jelita terus menghalau pikiran itu. Baginya, menerima perasaan itu dalam hatinya akan menghancurkan semua rencananya. Dia takut bahwa segala yang telah direncanakan akan berantakan jika dia menerima perasaan ini. Rasa takut dan ketidakpastian terus menghantuinya.

Setelah beberapa saat duduk dan memfokuskan pikirannya, Jelita merasa perlu mengambil tindakan. Dia bangkit dari duduknya dan dengan langkah mantap, dia berjalan keluar dari kelas. Langkahnya terdengar nyaring di lorong sepi itu, tak seorang pun ditemuinya, kecuali beberapa guru yang masih sibuk dengan buku-buku di ruang guru dan Pak Alfian yang tengah bermain basket di lapangan.

Melihat Pak Alfian di sana, Jelita merasa kesal. Dia ingat bahwa Sinta, gurunya, menyukai Pak Alfian. Rasa benci dan emosi meluap dalam dirinya. Dia merasa ingin segera pergi dari sana dan menghubungi Revan untuk menjemputnya.

Namun, ketika Jelita mencoba menghubungi Revan, semua panggilannya tidak diangkat. Ponselnya berdering berkali-kali, tetapi tidak ada respons dari seberang. Rasa kekecewaan dan kebingungan semakin memenuhi pikirannya.

"Ih, dia ke mana sih?! Ditelepon kok nggak diangkat-angkat. Dia masih di apartemen atau udah di rumah? Tapi kalau udah di rumah kok nggak diangkat-angkat panggilan aku?!" Jelita masih terus menghubungi Revan, namun Revan tidak ada keinginan untuk mengangkatnya.

Seperti laki-laki itu terlalu sibuk dengan urusannya sampai tidak ada waktu untuk mengangkat panggilan Jelita. Namun, jika dia di rumah, ada kesibukan apa dia di sana?

Apa jangan-jangan? Tidak. Widya sedang haid. Bagaimana seorang yang haid bisa berhubungan badan? Itu sangat tidak mungkin.

Namun, jika tidak melakukan itu, Revan sedang apa di rumah sekarang? Apakah dia ketiduran? Masa cuma karena pertempuran semalam Revan menjadi malas seperti ini? Jika dia tidur berarti dia tidak ngantor kan?

Pikiran-pikiran itu terus memenuhi kepala Jelita. Mendesak Jelita untuk segera mencari tahu kegiatan apa yang tengah Revan lakukan saat ini. Ia cukup malas sebenarnya, tapi rasa penasarannya jauh lebih tinggi.

Maka dengan berbekal aplikasi pendeteksi nomor HP yang direkomendasikan Nara tadi di kantin, Jelita pun segera melacak lokasi ponsel Revan saat ini dan setelah beberapa kali loading, ia tahu dengan jelas jika Revan memang Tengah berada di rumah.

Tapi jika dia ada di rumah, Dia sedang melakukan apa? Apakah mungkin dugaannya tadi benar adanya?

Lalu dengan langkah tergesa, Jelita segera memesan taksi online dan bergegas menghampiri Revan ke rumah. Ia tahu pria itu sedang melakukan apa dan karena kelakuannya itu dia pantas menerima konsekuensi.

....................................................

Setibanya di rumah segera saja Jelita turun dari taksi itu dan berjalan dengan langkah tergesa ke arah pintu rumah yang saat itu Tengah tertutup.

Ia ada sempat membuka handle pintu, namun sial sekali, pintu itu sedang terkunci dari dalam. Jelita sempat mengumpat sebelum akhirnya berjalan ke arah belakang rumah, mencari pintu alternatif untuk masuk.

Setelah beberapa saat berjalan, Jelita akhirnya tiba di pintu belakang. Dengan perasaan lega, dia membuka pintu yang sejak dulu tidak pernah terkunci. Pintu itu adalah pintu yang jarang digunakan, terutama oleh ibunya. Inilah sebabnya mengapa Widya, ibunya, tidak pernah mengetahui bahwa pintu belakang ini tidak pernah dikunci.

Tap ...

Tap ...

Tap ...

Dan setibanya di dalam rumah segera saja Jelita berjalan ke lantai atas, lebih tepatnya ke depan kamar kedua orang tuanya. Dengan perasaan yang penuh emosi, kedua tangan yang mengepal Jelita terus melangkah dengan perlahan-lahan, mencoba menahan ledakan amarah yang saat itu membuncah dalam dadanya.

Ia ingin memastikan mereka sedang melakukan apa, sampai ketika ia tiba di depan kamar kedua orang tuanya, ternyata dugaannya terbukti benar. Mereka sedang bercint4 di dalam kamar itu.

Suara desahan mereka terdengar cukup jelas dan keras di telinga Jelita, membuatnya begitu marah dan tidak sabar untuk segera mendobrak pintu itu kalau saja ia tidak bisa menahan amarahnya dan berpikir dengan lebih jauh.

Lalu ia pun bingung untuk akan melakukan apa untuk menghentikan kegiatan mereka, sampai suatu ketika ia mendapatkan sebuah ide.

Dengan penuh senyum Jelita mengetuk pintu kamar kedua orang tuanya yang sontak membuat mereka yang semula Tengah bergumul dengan nafsu langsung terdiam. Ia cuma mengetuk, namun tidak bersuara. Dan dari ketukannya itu terdengar jika Widya sempat bingung dengan siapa yang mengetuk. Bukankah di rumah ini hanya ada dirinya dan Revan saja?

Lalu setelah terdengar suara langkah kaki dari dalam kamar, seolah turun dari ranjang dan mendekati pintu, Jelita dengan cepat mundur beberapa langkah ke belakang dan menyilangkan tangannya di depan dada.

Tatapannya terlihat santai, mengarah ke arah pintu. Akhirnya, pintu itu terbuka, dan Widya, yang berbalut selimut, menatap Jelita dengan keterkejutan yang terpancar dari matanya. Jelita tiba-tiba muncul di dalam rumah, memberikan kejutan yang tak terduga.

"Halo Bun, gimana permainannya, enak?" tanya Jelita sembari tersenyum.

Lalu dengan sorot terkejut yang masih terpancar di matanya, Widya sempat membalikan pandangannya ke arah belakang, seolah mencari kehadiran orang lain di belakangnya. Namun, setelah sejenak, matanya kembali menatap Jelita dengan penuh keheranan.

Dalam tatapannya, Jelita bisa merasakan campuran perasaan dari ibunya. Ada kejutan, kebingungan, dan mungkin juga rasa lega. Widya mungkin tidak menyangka akan bertemu Jelita di rumah pada saat itu.

"Kamu, bagaimana bisa kamu berada di dalam, bukankah pintu depan sudah Bunda kunci, kamu lewat dari mana?" tanya Widya beruntun.

Lalu masih sembari tersenyum Jelita pun menjawab. "Dari mana saja Bun. Dari jalan ataupun pintu yang tidak bunda ketahui. Oh iya Bun, Ayah di dalam ya, kalian habis bermain kan? jahat sekali kalian! bukannya Ayah menjemputku di sekolah malah bermain enak-enakan di sini ...,"

"Aku dari tadi nelponin dia, nyuruh dia buat jemput aku, tapi malah nggak diangkat-angkat. Sebenarnya Ayah itu niat buat jemput aku atau enggak sih atau cuma janji doang?!" Jelita terus meluapkan perasaannya saat itu, mengatakan semua unek-unek yang dirasanya, meskipun dalam kata-katanya itu banyak yang dia samarkan.

Lalu Widya, yang melihat kemarahan yang terpancar di wajah Jelita, merasa gugup. Dia merasa terkejut dan sedikit terintimidasi oleh ekspresi putrinya yang begitu kuat. Widya sempat menundukkan wajahnya, mencoba mengumpulkan pikirannya sebelum akhirnya mengangkat wajahnya kembali dan menatap Jelita dengan penuh perhatian.

"Jel, maaf ya Bunda yang ngajakin Dia bermain seperti itu. Ini bukan kemauannya dia, tapi salah Bunda. Kamu jangan salahin dia ya. Dia nggak salah, dia hanya korban dari permainan bunda. Kamu istirahat dulu ya, nanti biar bunda panggil ayahmu buat anterin kamu ke apartemen." Widya mencoba memberi pengarahan kepada Jelita jika dalam hal ini Revan tidak salah.

Semua ini murni kesalahannya, karena nafsunya yang tiba-tiba muncul setelah dua hari tidak bermain dengan Revan.

Namun, Jelita tidak mau mendengar alasan apapun. Tanpa ragu, dia memasuki kamar kedua orang tuanya. Di dalam kamar itu, Jelita melihat Revan terbaring telentang di atas ranjang, separuh badannya terbalut selimut.

Revan tidak menyadari kedatangan Jelita, sampai saat dia memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia terkejut melihat Jelita tiba-tiba berada di hadapannya. Lebih dari itu, dia melihat kemarahan yang terpancar jelas di wajah Jelita.

Dalam momen itu, suasana menjadi tegang dan emosi memenuhi udara. Jelita merasa begitu marah dan kecewa, sedangkan Revan merasa terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua saling menatap, emosi yang tak terucapkan terlihat jelas di wajah mereka.

Di antara mereka, ada kebingungan dan ketidakpastian. Jelita merasa kecewa dan marah, sedangkan Revan tidak tahu bagaimana harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Keduanya terjebak dalam situasi yang rumit dan penuh dengan emosi yang membingungkan.

"Jel, hey. Kamu kok main masuk-masuk aja sih!" sontak, Widya merasa terkejut melihat Jelita yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mau mendengar ucapannya. Dalam hatinya, ia merasakan kebingungan dan kekhawatiran yang melanda.

Tanpa ragu, Widya menyusul Jelita, berusaha mengejar langkah putrinya yang tergesa-gesa. Ia ingin menjelaskan apa yang ingin dikatakannya, tetapi Jelita terlihat begitu keras kepala, tidak mau mendengar apapun yang akan dikemukakan oleh ibunya.

"Bagus ya, om Revan. Bukannya menjemput tapi malah bermain kayak gini sama ibu aku." syok. Revan dan Widya sama-sama terkejut saat mendengar Jelita memanggil Revan dengan sebutan 'Om' bukannya 'Ayah' seperti biasanya.

Apakah semarah ini Jelita sampai tidak mau memanggil Revan dengan sebutan ayah? apakah sebegitu besar kesalahannya sampai tidak sudi memanggilnya dengan sebutan itu?

Lalu Revan yang saat itu dalam keadaan bingung dan tidak tahu harus berbuat apa, segera beranjak bangun dari tidurnya. Dia merasa terkejut dan sedikit panik, karena menyadari bahwa dia masih dalam keadaan tel4nj4ng. Dengan cepat, Revan berusaha menutupi tubuhnya dengan selembar kain atau selimut yang ada di sekitarnya.

"Jel, udah dong. Jangan marah dulu, bunda bisa jelas--" 

"Stop, nggak usah ngomong dulu!" sontak saja, Jelita dengan tegas memotong ucapan Widya dan melarangnya untuk berbicara lebih lanjut.

Suara Jelita terdengar tegas dan penuh dengan ketegasan yang memancar dari matanya.

 

Deg!

Sontak Widya merasa terkejut dan kaget ketika Jelita tiba-tiba meledak dalam kemarahan yang begitu besar terhadapnya dan Revan. Tidak pernah terlintas di pikiran Widya bahwa Jelita akan marah seperti ini, terutama setelah melihat Widya dan Revan sedang bercocok t4n4m.

Widya merasakan kebingungan dan kekhawatiran yang memenuhi hatinya. Dia mencoba memahami perasaan putrinya, mencari alasan di balik kemarahan ini.

Tidak ada yang pernah mengira bahwa Jelita akan marah sedemikian rupa hanya karena Revan lupa menjemputnya di sekolah.

"Kamu, habis ini ikut sama aku ke apartemen. Aku mau ngasih sesuatu sama kamu. Ini sifatnya penting ya dan kamu nggak boleh nolak. Sekarang kamu siap-siap dan Aku tunggu kamu di ruang tamu." ucap Jelita sembari menunjuk ke arah Revan.

Ekspresi wajahnya mencerminkan kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. Setelah selesai mengatakan kata-katanya, tanpa menunggu jawaban atau penjelasan, Jelita dengan cepat membalikkan tubuhnya dan meninggalkan kamar orang tuanya.

Widya dan Revan terdiam sejenak, terkejut dengan reaksi yang begitu tiba-tiba dari Jelita. Mereka berdua merasakan kebingungan dan kekhawatiran yang melanda hati mereka.

Widya ingin sekali mengejar Jelita, meminta penjelasan lebih lanjut, tetapi dia tahu bahwa saat ini mungkin bukan waktu yang tepat.

Lalu di ruang tamu, Jelita merasakan kemarahan dan emosi yang memenuhi kepalanya. Rasanya seolah-olah ada ledakan emosi yang tak terkendali di dalam dirinya, membuatnya merasa begitu kesal dan tidak bisa mengendalikan perasaannya.

Setelah melihat kedua orang tuanya bermain, entah mengapa ia rasanya begitu kesal, marah dan bisa dibilang cemburu. Rasa-rasanya ia tidak bisa menerima semuanya. Namun, mengapa ini terjadi? apakah perasaannya pada Revan memang sudah benar-benar ada saat ini?

Lalu selang beberapa saat kemudian, terlihat Revan berjalan menuruni dari tangga dengan pakaian yang rapi dan teratur. Langkahnya tegap dan percaya diri saat dia memasuki ruang tamu. Di belakangnya, Widya juga terlihat dengan pakaian yang rapi, mengikuti Revan dengan langkah hati-hati.

"Ayo, kita pergi sekarang!" Jelita segera saja berjalan ke arah pintu dan sempat terdiam mengetahui pintu itu tengah terkunci.

"Bun, buka pintunya, aku mau keluar." ucap Jelita dengan angkuh dan tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya.

Tatapannya terus terfokus pada satu titik di hadapannya, seolah-olah tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Lalu mengetahui permintaan Jelita itu, dengan langkah tergesa-gesa Widya segera saja berjalan ke arah Jelita, kemudian membuka pintu itu dengan kunci yang ada di tangannya.

Ceklek ....

Setelah pintu terbuka Jelita segera saja keluar dari rumah itu dengan diikuti Revan di belakangnya.

"Hari ini mungkin Ayah tidak akan pulang ke rumah Bun, aku akan menghukumnya di apartemenku. Bunda tidak usah menunggunya pulang karena Ayah tidak akan pulang malam ini." ucap Jelita dengan suara yang lantang, memenuhi ruangan, menciptakan kebingungan di dalam hati Widya.

Dia tidak dapat memahami apa maksud sebenarnya dari kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Jelita.

Lalu tanpa menunggu respon dari Widya, Jelita segera saja mengajak Revan masuk ke dalam mobilnya, kemudian setelah keduanya masuk, Revan segera saja menyalakan mesin mobilnya dan keduanya melesat pergi dari sana.

"Nggak pulang? memangnya Jelita mau melakukan apa dengan Revan? kenapa dia ingin menghukum Revan di apartemennya, sebenarnya apa sih maksud dari kata-katanya itu, dia melakukan apa?" Widya merasa semakin bingung dengan apa yang Jelita maksudkan.

Dia merenung sejenak, mencoba mengurai makna di balik kata-kata Jelita. Apa yang dimaksud dengan hukuman di apartemen? apakah ini hanya sebuah ancaman atau ada rencana yang lebih dalam?

............................................

Sementara itu di dalam mobil yang melaju, suasana hening menghiasi ruang. Tidak ada satu kata pun yang terucap, dan kedua pasangan itu terdiam dalam keheningan yang tegang. Revan dan Jelita, terpisah oleh jarak dan diam, membiarkan keheningan itu mengisi ruang di antara mereka.

Namun, tiba-tiba, dalam keheningan yang tercipta, Jelita mengucapkan kata-kata yang tajam, membuat Revan terkejut. Suara Jelita menusuk ke dalam hati Revan, membuatnya terdiam dan terpaku di tempatnya.

"Kalau sampai bunda hamil, awas aja. Aku nggak akan pernah maafin kamu." ancam Jelita dengan nada yang penuh emosi, memancarkan kekuatan yang tak terelakkan.

Tatapan tajamnya menghujam ke arah Revan, sementara jari telunjuknya menunjuk dengan tegas ke arah wajahnya. Sepertinya Jelita memang benar-benar marah saat ini.

Kemarahan yang melanda dirinya sudah begitu besar, mengaburkan pikirannya dan menghalangi kemampuannya untuk berpikir dengan jernih.

Ia ingin melampiaskan kemarahannya ini dengan menghukum Revan di apartemennya. "Kamu akan menyesal karena sudah bermain dengan Bunda dan melupakan kewajibanmu ...,"

"Dengan apa yang sudah kamu lakukan ini, aku takkan pernah membiarkanmu lolos malam ini. Lihat saja, kamu akan meronta-ronta untuk minta kulepaskan." lanjut Jelita dalam hati.

Bersambung ...

1
Putri rahmaniah
jelita lebih cocok dengan Revan ,,dibanding sma ibunya Thor..
◍•Grace Caroline•◍: yes😇😇
total 1 replies
Norah Haderan
jadi penasaran
◍•Grace Caroline•◍: hehe nantikan terus ya kak
total 1 replies
Norah Haderan
guru kok gitu/Smug/
◍•Grace Caroline•◍: hehe maklum kak, udah cinta ya gitu😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!