Dambi nekat mencari gigolo untuk memberikan keperawanannya. Ia pikir kalau dirinya tidak perawan lagi, maka laki-laki yang akan dijodohkan dengannya akan membatalkan pertunangan mereka.
Siapa sangka kalau gigolo yang bertemu dengannya di sebuah hotel adalah profesor muda di kampusnya, pria yang akan dijodohkan dengannya. Dambi makin pusing karena laki-laki itu menerima perjodohan mereka. Laki-laki itu bahkan membuatnya tidak berkutik dengan segala ancamannya yang berbahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kepergok mama Angkasa
Angkasa belum meninggalkan dapur. Ia masih tersenyum merasa puas dan menikmati rasa manis bibir Dambi yang di emutnya tadi. Bibir itu... Sungguh membuatnya kecanduan. Angkasa tidak pernah berciuman sebelumnya. Ya, walau pernah pacaran, dia tidak pernah membiarkan sembarang wanita menyentuhnya. Ia hanya akan akan mencium perempuan yang dia suka dan hanya gadis yang dia sukai juga yang akan dia ijinkan menyentuhnya. Dan Dambilah gadis itu.
"Astaga Angkasa... Tadi itu apa-apaan?" Ria tiba-tiba muncul lalu memukul pelan lengan putranya sambil memasang wajah galak. Wanita paruh baya tersebut tidak sengaja melihat perbuatan sang putra ke menantunya. Ria marah bukan karena Angkasa dan Dambi melakukan ciuman panas tadi, lebih ke karena Angkasa yang melakukannya diruang makan. Juga membuat Dambi malu bukan main. Ria bisa lihat raut wajah Dambi ketika berlari pergi tadi. Putranya ini benar-benar... Tidak tahu tempat. Bagaimana kalau ada pembantu rumah yang memergoki mereka, pasti akan ada gosip di mana-mana.
"Kenapa kamu cium-cium Dambi sembarangan kayak tadi?" Angkasa terkekeh.
"Ngajarin ma, biar dia lebih pinter kalo aku mau lebih." balasnya tanpa rasa malu sedikitpun didepan sang mama.
"Ngajarin apaan, kamu-nya aja yang nggak tahan." sembur Ria.
Ria menjadi heran sendiri pada putranya. Lelaki yang biasanya sangat serius dan irit bicara itu berubah semenjak ada Dambi. Meskipun kebanyakan perubahannya hanya terjadi di saat sedang bersama Dambi atau tengah membicarakan gadis itu, Ria tetap senang. Itu berarti mereka tidak salah mencarikan pasangan untuk putra mereka. Kebetulan Angkasa memang menyukai Dambi, termasuk dirinya juga. Bisa dibilang perjodohan ini berhasil.
"Pokoknya mama nggak mau ya, kamu melakukan kayak gitu lagi di tempat umum. Mama nggak ngelarang kalian berdua berbuat mesum, kamu hamilin Dambi juga nggak apa-apa biar kalian cepet nikah. Tapi cari tempat yang benar." seru Ria, Angkasa sampai-sampai merasa takjub. Mamanya ini sangat berpikiran terbuka, modern sekali.
"Iya-iya ma. Aku harus ke kampus sekarang." pria itu melirik arlojinya dan bergegas pergi. Dia akan terlambat kalau terus mendengar celotehan mamanya.
\*\*\*
"Kalian dengar berita?" seru Andin seraya mendekati Yuka dan Dambi yang baru masuk kelas. Mereka duduk dibagian tengah. Andin sengaja menghampiri mereka, tentu saja untuk menggali informasi yang baru didengarnya. Iya yakin Yuka dan Dambi pasti tahu.
Dua gadis itu saling berpandangan, tidak mengerti maksud perkataan Andin.
"Pak Angkasa katanya sudah bertunangan semalam." Dambi mendesis. Pria itu lagi. Memangnya tidak ada berita lain apa selain sih Angkasa. Kampus ini juga punya banyak laki-laki tampan dan kaya raya, tapi kenapa sepertinya mereka semua lebih tergila-gila pada tunangannya yang menyebalkan itu?
"Kamu dengar darimana?" tanya Yuka. Ia penasaran karena Andin sepertinya cepat sekali mendapat berita sebelum berita tersebut tersebar luas.
"Salah satu teman kakakku adalah karyawan di perusahaan keluarganya pak Angkasa. Aku dengar mereka bercerita semalam." jelas Andin.
"Tapi aku dengar perempuannya biasa-biasa saja. Pasti mereka tunangan karena dijodohkan. Kan nggak mungkin selera pak Angkasa biasa-biasa aja. Benarkan?"
Cih, walau perkataan Andin cukup benar, Dambi kesal mendengarnya. Bagaimana tidak kesal coba, yang digosipkan gadis itu adalah dia. Ini nih yang dia tidak suka kalau orang-orang tahu tunangan Angkasa adalah dirinya, pasti dibanding-bandingkan seperti ini.
"Dambi, kamu kan dekat dengan pak Angkasa, yakin nggak kenal tunangannya siapa?" Andin masih yakin Dambi dan Angkasa saling kenal. Sementara Dambi sendiri mencoba menahan diri, lama-lama sih Andin ini bikin kesal juga. Ratu gosip.
"Dia nggak tahu kali Din, kayak kamu nggak kenal Dambi aja. Teman bergaulnya kan cuma aku dan Gery." ucap Yuka sengaja membantu Dambi. Dia yang paling tahu Dambi kalau gadis itu mulai risih, seperti sekarang.
"Pak Angkasa udah didepan!" seru salah satu mahasiswi berlari ke dalam. Mereka semua yang masih berdiri cepat-cepat duduk. Kebanyakan perempuan merapikan gaya mereka, bahkan ada yang sengaja menambahkan makeup sampai tebal. Dambi tergelak melihat dandanan salah satu gadis yang duduk didepan mereka. Menor sekali. Mungkin dia pikir itu cantik, buktinya gadis itu percaya diri sekali.
"Pagi semuanya." ujar Angkasa dari depan.
"Pagi paaaakk...."
Hah! Seperti paduan suara saja. Hanya Dambi yang diam. Jangan pikir Angkasa tidak tahu. Pria itu sangat tahu meski ada banyak pelajar dalam kelasnya. Memang mereka banyak, tapi perhatiannya hanya ada pada satu orang. Caranya memperhatikan Dambi sangat tersamar, sehingga tidak ada yang menyadarinya. Bahkan Dambi sendiri. Telunjuk Angkasa mengetuk-ngetuk samping kiri podium.
"Dambi," panggilnya setelah mengambil keputusan. Seisi kelas langsung fokus ke Dambi. Pasalnya pak Angkasa tidak pernah menghafal nama mahasiswinya, jelaslah mereka iri mendengarnya memanggil Dambi. Apalagi caranya memanggil nama tersebut seperti dirinya dirinya sudah biasa memanggil sebelumnya.
Mau tak mau Dambi berdiri. Mau apa lagi pria itu. Awas saja kalau sengaja mau bermain-main dengannya. Dia belum memberi perhitungan dengan ciuman tadi pagi.
"Iya pak?" sahutnya selembut mungkin. Para gadis malah mengira dirinya sengaja mencari perhatian Angkasa.
"Maju kedepan, bantu saya mengabsen teman-teman sekelasmu." Angkasa memang bosan harus mengabsen mereka satu persatu. Mumpung bisa menggunakan kesempatan, tidak ada salahnya bukan. Meski dia tahu Dambi pasti jengkel setengah mati padanya. Ia tidak peduli.
Dengan berat hati Dambi maju kedepan. Ia mengambil buku absen yang disodorkan Angkasa dengan tatapan tajam ke pria itu. Tetapi Angkasa biasa saja. Raut wajahnya memang datar, tapi Dambi yakin pria itu sedang tertawa menang dalam hati. Dengan malas, gadis itu membalikan badannya menghadap depan, dan mulai mengabsen temannya satu persatu.
"Rusli,"
"Hadir."
"Gian..." dan begitu selanjut sampai semuanya selesai dipanggil. Ada beberapa yang absen. Dambi mengembalikan buku absen ke tangan Angkasa.
"Jaga sikapmu, kalau terlalu jelas menantangku, mereka semua akan curiga." bisik Angkasa memperingatkan. Dambi melotot. Tapi pria itu ada benarnya juga. Ia lalu berdehem, mengatur ekspresinya dan kembali ke tempat duduknya. Gery sudah ada di sana. Pria itu sedikit terlambat tadi.
Setelah itu kelas hening. Hanya ada suara Angkasa yang membawakan materi.