Sang penjaga portal antar dunia yang dipilih oleh kekuatan sihir dari alam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon faruq balatif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Desa Vilinise
Matahari mulai memunculkan sinarnya perlahan, sementara para tetua desa diliputi kegelisahan yang membuat mereka tak bisa tenang. Tiba-tiba, sekelompok penunggang kuda terlihat mendekat, hendak memasuki desa. "Mereka sudah kembali!" seru seorang penjaga kepada orang-orang yang masih berjaga di halaman tugu. Jori dan anaknya, Gum, kembali ke desa bersama sepuluh orang bertubuh kekar yang membawa pedang dengan gagah.
Jori memberi tahu Dom dan yang lainnya untuk segera menyuruh warga berkemas secepat mungkin. Mereka telah mendapatkan izin dari pemimpin Desa Vilinis untuk berlindung di sana. Dengan sigap, mereka membangunkan semua warga dan mengajak mereka bersiap mengungsi ke Desa Vilinis. Mereka bergantian mengangkut warga yang terluka, anak-anak, perempuan, serta orang tua ke bawah menggunakan kuda. Selain itu, mereka juga sudah menyiapkan banyak kereta kuda di bawah untuk dijadikan transportasi bagi seluruh warga.
Para keluarga yang baru saja memakamkan anggota mereka hanya bisa menahan kesedihan, terpaksa meninggalkan desa dan makam yang baru dibuat di halaman tugu. Dalam kepanikan yang terkendali, perlahan semua berhasil diantar ke bawah secara bergiliran.
Para penjaga dari Desa Vilinis membawa kereta kuda khusus untuk Araya. Namun, Araya memilih untuk berada di kereta biasa bersama Muya, Bibi Eva, dan Paman Buno. Menyadari betapa dekatnya Araya dengan keluarga Paman Buno, Dom meminta para penjaga untuk membawa mereka semua ke dalam kereta khusus itu. Mendengar permintaan dari seseorang yang mereka segani, para penjaga akhirnya memindahkan keluarga Paman Buno ke kereta khusus tersebut.
Wilayah itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu Desa Vilinis dan Desa Ribe. Dulu, mereka adalah satu kelompok besar, namun terpecah karena perselisihan antara dua pemimpin, Dom dan Vaneca. Vaneca, yang tak ingin berurusan dengan para Roh, mengusir Dom beserta para pengikutnya yang ingin menjaga Roh dari kejaran makhluk kegelapan yang masih tersisa di sana.
Dom, merasa terpanggil untuk melindungi Roh suci, mengumpulkan mereka di desa atas, sementara Roh jahat di desa bawah. Mereka kemudian membangun sebuah pasar yang membuat tempat itu hidup. Roh-roh jahat itu berperilaku normal di siang hari, namun menjadi jahat ketika malam tiba. Berkat ritual sihir yang dibuat oleh Evlin, Roh-roh tersebut dapat dikendalikan, dan makhluk-makhluk kegelapan pun tidak mampu menembus desa dengan adanya tarian sihir tersebut.
Vaneca dan mereka yang sepaham dengannya memilih tinggal terpisah dan membangun desa sendiri bernama Desa Vilinis, yang diambil dari nama Ratu mereka, Viline. Viline, yang juga merupakan kakak tiri Vaneca, berjuang di organisasi rahasia Giory.
Vaneca, yang begitu mencintai kakaknya, terkejut mendengar kabar dari Jori tentang seorang pemuda yang mengaku memiliki ibu bernama Viline, dan juga kekuatan sihir cahaya berbentuk kupu-kupu yang persis dengan milik Viline di akhir hidupnya. Hal ini meluluhkan hati Vaneca, sehingga ia mengizinkan Dom dan Roh yang ia jaga untuk masuk ke desanya.
Beberapa jam berlalu hingga akhirnya mereka tiba di Desa Vilinis. Mereka disambut dan ditempatkan di tenda-tenda yang sudah disiapkan. Dom memandang orang-orang yang ada di sana, seolah mengingat kembali masa-masa saat mereka pertama kali terjebak di tempat ini. Perlahan, orang-orang mulai menundukkan kepala, seolah menyampaikan bahwa mereka tidak membenci Dom; perpecahan itu adalah pilihan sulit di masa lalu.
Setelah semuanya masuk ke tenda, para penjaga memberitahu para tetua untuk membawa Araya ke sebuah bangunan tempat Vaneca dan para tetua berkumpul. Dom memimpin rombongan itu masuk ke dalam bangunan tersebut.
Di dalam ruangan, delapan orang telah menunggu, termasuk Vaneca. Araya yang ketakutan memegang erat tangan Evlin sambil memandangi wajah kedelapan orang itu yang menatapnya tajam dan serius. “Kau tak perlu takut, Nak,” ucap Evlin, mencoba menenangkannya.
Araya tak menjawab; ia benar-benar takut, tidak siap dengan semua situasi yang dihadapinya. Kehidupannya berubah drastis dalam sekejap. Detak jantungnya terasa berhenti saat Vaneca menghampirinya. Vaneca memandang Araya dari ujung kepala hingga kaki, tak percaya bahwa yang di hadapannya adalah putri Viline, kakaknya. Ia lalu meminta Araya untuk menunjukkan kalung itu.
"Bolehkah aku melihat kalung itu?" ucap Vaneca dingin, membuat Araya semakin gugup.
Dengan gemetar, Araya mengeluarkan kalung itu. Tangannya bergetar saat ia menyerahkannya kepada Vaneca. Saat memegang kalung itu, Vaneca merasakan energi yang sangat kuat. Ia tersentak dan langsung memandang Araya. Perlahan, ia mengangkat tangan Araya dan meletakkan kalung itu di telapak tangan gadis itu, lalu menggenggamnya bersama-sama sambil membacakan beberapa mantra.
Penglihatan semua orang di ruangan berubah; seketika semua menjadi gelap. Rasa dingin yang menjalar dari kalung membuat tubuh Araya, Vaneca, dan semua orang di sana seolah membeku.
Kemudian, cahaya putih kebiruan tiba-tiba datang menghampiri mereka. Araya, yang awalnya digenggam oleh Vaneca, melepaskan tangan wanita itu dan berjalan ke arah cahaya, terhipnotis oleh pancarannya yang indah. Mereka semua hanya bisa melihat tanpa mampu bergerak atau berkata-kata. Cahaya itu mendekat ke wajah Araya, lalu berubah menjadi sosok wanita yang sangat cantik dan anggun.
“Aku sangat mencintaimu, Nak.” Perlahan, sosok wanita itu, yang ternyata adalah Viline, menenangkan Araya dan meyakinkannya bahwa ia adalah ibunya. Viline memeluk Araya dengan lembut, memberikan kedamaian luar biasa seperti sinar matahari pagi yang hangat.
Sambil menangis haru, Araya menyentuh wajah ibunya. “Ibu,” ucapnya dengan suara bergetar. Viline membalas pelukan putrinya, mengungkapkan kerinduannya yang besar. Ia memberi tahu Araya siapa sebenarnya dia dan seperti apa dunia yang sesungguhnya.
Viline menatap dalam-dalam ke mata Araya, kemudian berkata, “Kau adalah seorang kesatria penjaga dimensi, anak pemberaniku. Takdir ini bukanlah beban, melainkan tanggung jawab, karena kau adalah penerusku, Nak,” ucapnya lembut sambil mengusap air mata putrinya.
Viline kemudian menatap Vaneca. “Aku menyayangi kalian semua, aku juga merindukanmu, Vaneca. Jagalah Araya, dia adalah anakmu juga, penerusku, Vin Araya.”
Vaneca yang tak kuasa menahan perasaan hanya bisa menangis. Semua orang yang melihat kejadian itu ikut terharu, menyaksikan sang Ratu yang sudah lama wafat datang kembali dan memperkenalkan anaknya.
Araya mendekap ibunya erat, tak ingin kembali ditinggalkan. Namun, Viline meyakinkan bahwa ia akan selalu ada di hati Araya. “Jika kau merindukanku, genggamlah kalung itu dan pejamkan matamu,” bisik Viline lembut.
Araya mengangguk sambil menangis. Viline kemudian pergi perlahan seperti cahaya yang memudar, mengucapkan salam perpisahan untuk kedua kalinya pada para pengikutnya. Pandangan Araya dan semua orang yang tadinya seperti berada di dunia lain kini kembali ke ruangan tempat mereka berkumpul.
Semua orang menangis. Vaneca mendekati Araya dan memeluknya dengan haru, tubuhnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kegembiraan akan pertemuan dengan kakaknya dan juga Araya yang kini menjadi bagian dari keluarganya. Araya yang diliputi perasaan campur aduk akhirnya pingsan dalam pelukan Vaneca. Mereka yang panik segera membaringkannya dan membawanya ke kamar Vaneca, menunggunya hingga siuman.