*Squel dari One Night Stand With Dosen*
Pernikahan Shalinaz Rily Ausky dengan Akara Emir Hasan cukup membuat orang sekitarnya terkejut. Berawal dari sebuah skandal yang sengaja diciptakan sahabatnya, gadis itu malah terdampar dalam pesona gus Aka, pemuda dewasa yang tak lain adalah cucu dari kyai besar di kotanya.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu meresahkan!" Shalinaz Ausky.
"Apanya yang salah, aku ini suamimu." Akara Emir Hasan.
Bagaimana kisah mereka dirajut? Simak kisahnya di sini ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 25
"Dek, ayo naik, kok malah bengong, lihatin apa sih?"
"Eh, iya Mas, nggak ada," jawab perempuan itu melepas kepulangan Azmi. Padahal sedikit saja ingin sekali Shali menjelaskan pada Azmi tentang pernikahan dadakannya, namun sepertinya Tuhan belum merestui pertemuan mereka.
Aka melajukan motornya setelah memastikan istrinya duduk dengan pas.
"Crush maga itu siapa Dek?" tanya Aka penuh selidik. Pria itu melajukan motornya sangat pelan.
"Hah! Hmm ... itu— tadi becanda aja, Mas, biasa sama teman."
"Justru yang muncul dari hal tak terduga biasanya valid, kalau nggak mau cerita nggak pa-pa, nanti aku cari tahu sendiri," ujarnya mendadak posesif.
"Nggak ada, Mas, kamu su'udzon mulu," sanggah gadis itu cepat.
Aka menepikan motornya, turun dari sana dan menghadap istrinya yang terlihat bingung. Pria itu menatap lurus ke arah dua bola matanya. Hingga gadis itu merasa tembus sampai ke jantung. Tak kuasa membalas tatapan itu, Shali menunduk, membuat Aka menarik dagunya hingga mata mereka kembali bersirobok.
"Curiga itu perlu dalam sebuah hubungan, aku tidak pernah menjalani semua ini tanpa paksaan, aku pun berharap kamu begitu. Kita memang datang tanpa mengenal satu sama lain terlebih dahulu, tetapi aku memutuskan jatuh cinta padamu setelah ijab qobul itu berlangsung."
"Mas ... aku nggak bohong, iya aku sempat jatuh cinta sama orang, tapi— namanya nggak jodoh ya udah nggak usah dibahas. Kamu juga pasti pernah 'kan suka sama seseorang?"
"Kalau kagum pernah, tapi kalau aku bilang kamu cinta pertama aku, kamu percaya nggak?" tanya Aka yang membuat Shali terbengong di pinggir jalan sepi.
"Oke, kita lanjut ngobrol di rumah aja, semoga tidak ada yang kamu tutupi untuk hal apapun," ujarnya mengalah. Aka kembali melajukan motornya, kali ini lebih cepat, namun bukan pulang ke rumah.
"Mas, kita nggak langsung pulang?" tanya perempuan itu meneliti jalan.
"Ya, kita jalan dulu, sekalian beli ponsel buat kamu. Riweh kalau mau hubungin nggak bisa."
"Oke baiklah, ngikut aja," ujar Shali tak banyak bicara lagi.
Aka membawa Shali ke mall, langsung menuju Mobile Shoping Center. Aneka jenis ponsel terlengkap ada di sana. Gadis itu cuma mengekor ke mana suaminya melangkah.
"Mau yang mana, Dek?" tanya Aka memberi pilihan.
"Mana aja terserah." Shalin masih canggung jika dibelikan barang oleh Aka.
"Lho, gimana sih, 'kan kamu yang mau pakai, ya pilih sendiri, Dek."
"Nggak mau, terserah yang beliin aja."
Karena Shalin tidak mau memilih, Aka akhirnya membeli ponsel yang sama dengan miliknya. Hanya warna casingnya aja yang berbeda.
"Kita langsung pulang aja ya, sebenarnya pingin ngajakin makan diluar tapi tadi udah di WA umi, untuk bergabung di meja makan. Sepertinya ada hal yang penting ingin dibahas," ujar pria itu yakin.
Sepanjang perjalanan pulang, Aka tidak menyumbangkan satu suara pun. Begitupun dengan Shali, bingung apa yang mau diobrolin. Mereka sampai di pesantren menjelang maghrib. Menyapa umi dan abah sebentar, sebelum akhirnya menuju kamar mereka masing-masing.
"Dek, aku duluan ya?" Aka meninggalkan Shali yang masih sibuk diajak mengobrol dengan Umi Salma.
Shalin melirik kamar Azmi yang tertutup rapat begitu kakinya melewati biliknya. Sementara Aka berjalan lebih dulu, bahkan meninggalkan Shalin yang berjalan di belakangnya. Kendati demikian, Shalin cuek saja, ia tetap menikmati jalan santainya.
Tepat di undakan teras, ia terduduk seraya melepas sepatunya dan menaruh pada rak yang tersedia. Masuk ke ruangan yang langsung memberi suasana adem, dan sejuk. Aka sendiri sudah tidak ada di ruangan itu, namun suara gemercik air yang terdengar menandakan sebuah aktivitas di kamar mandi.
Gadis itu menaruh tasnya, kemudian membuka hijabnya dan rok plisket yang memenjara dirinya seharian, menyisakan tunik selutut dan bersantai sejenak seraya menyambar handuk.
Shali yang sore itu tengah ngantri memakai kamar mandi, berniat mengemas pakaiannya yang masih setia di koper miliknya, sampai kemarin Aka menegur dan ingin memindai barang-barangnya, namun gadis itu menolak. Sepertinya sore ini waktu yang tepat untuk menata sebagian pakaiannya ke lemari suaminya.
Aka yang baru keluar dari kamar mandi dibuat kaget dengan penampilan istrinya yang sudah pasti menggoda iman. Sementara Shali fokus saja menata pakaiannya ke lemari yang tersedia. Ia mondar-mandir, kadang membungkuk untuk meraih sesuatu, berjongkok, atau bahkan berjinjit untuk menaruh sesuatu di bagian lemari atas. Pria itu bergeming, mengamati perilaku istrinya yang sedari tadi tidak notice dengan keberadaanya.
"Dek?"
"Astaghfirullah ... Mas, kok ngagetin sih!" Perempuan itu menekan dad@nya dramatis, menatap pria di depannya sekilas yang tiba-tiba sudah di dekatnya. Ia langsung memalingkan wajahnya melihat Aka yang belum memakai pakaian, hanya berbalut handuk di bagian bawahnya.
"Maaf, kamu terlalu fokus, ngagetin ya?"
"Iya, Mas, duh ... untungnya aku nggak ada riwayat jantung."
"Rambut kamu indah!"
Eh ... pujian yang perlu diwaspadai nih. Nah kan nah kan ngapain deket-deket? Aka itu emang meresahkan!
"Makasih, aku mau mandi dulu," pamitnya mendadak salah tingkah.
"Minta tolong dulu mau nggak?" Aka menghadang Shali yang masih berdiri di depan lemari.
"Minta tolong apa, Mas? Kalau bisa, Insya Allah mau," ujarnya merasa waswas. Aka berdiri tepat di depannya dengan tubuh setengah polos, sumpah demi apapun Shali merutuki hatinya yang diam-diam memuji bentuk tubuh suaminya.
"Pilihin pakaian ganti untukku," ujarnya tersenyum masih dalam posisi yang sama.
"Iya, bisa, tolong jangan terlalu dekat Mas, lain kali gantinya di kamar mandi aja, kamu— ngapain lihatin aku kaya gitu?"
"Apanya yang salah, Dek, aku ini suamimu?"
"Kamu ... meresahkan!"
pinter bhs arab ya thor...
jd pengen mondok..