Kusuma Pawening, gadis remaja yang masih duduk di bangku SMA itu tiba-tiba harus menjadi seorang istri pria dewasa yang dingin dan arogan. Seno Ardiguna.
Semua itu terjadi lantaran harus menggantikan kakanya yang gagal menikah akibat sudah berbadan dua.
"Om, yakin tidak tertarik padaku?"
"Jangan coba-coba menggodaku, dasar bocah!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Mampus!
Gadis itu menghindari tatapan Seno dengan wajah gugup. Sepertinya pria itu lebih dari marah. Rahangnya mengeras, sorot matanya tajam dan memerah. Mendadak mendekat tanpa sekat. Membuat perempuan itu susah mengatur napasnya.
"Munduran Om, jangan gini," keluh Wening merasa tak nyaman saat Seno menghimpit tubuhnya. Menurunkan tuas jok hingga membuat gadis itu kaget dan spontan merubah posisinya.
Beneran nggak aman ini. Suamiku emosi bercampur gairah.
Jangankan mundur, bergeser pun tidak. Tentu Wening paham betul posisi misionaris yang membuat dirinya terancam dilecehkan. Bedanya, Seno itu suaminya jadi Wening tak bisa mengelak ataupun berteriak bahkan melawan. Bisa jadi istri durjana beneran. Tapi tidak dibenarkan juga kalau pemaksaan, itu namanya merampas perasaan yang tidak semestinya.
Seno begitu mendominasi, mengendurkan dasinya yang terasa menghalangi. Lalu menatap semakin tajam, lekat, dan menginginkan.
"Om, a—aku masih sekolah," ujar Wening mencoba mengingatkan.
"Emangnya kenapa kalau masih sekolah? Banyak perempuan yang masih sekolah nges*x," jawab Seno dengan nada berat.
"Wening bukan salah satunya, tolong beri aku ruang. Kita bisa bicarakan ini baik-baik. Om, tidak harus merasa cemburu, katanya nggak cinta? Nggak suka, nggak lucu kalau tiba-tiba giniin Wening," ujar gadis itu takut-takut.
"Banyak di luar sana ngelakuin itu tanpa cinta, nggak harus hamil juga, 'kan? Ini karena kamu nakal, harus ada konsekuensi dari apa yang telah diperbuat."
"Tapi perempuan itu beda, hatinya bakalan terluka saat ngelakuin itu tanpa perasaan. Om, mau merampasnya?"
"Itu hak aku, seharusnya kamu paham dengan statusmu. Walaupun seragam kamu masih putih abu, kodratmu tetap seorang istri."
"Beri aku waktu, aku perlu belajar," ucap gadis itu mencoba bernego di tengah suasana yang sudah tidak karu-karuan.
Ini bocil banyak ngelesnya. Dimakan kasihan, nggak digarap sayang. Sungguh membuatku galau saja.
"Baiklah, aku akan mengajarimu dari sekarang," ujar pria itu santai. Mengikis jarak semakin rapat, hingga membuat gadis itu menahan napas beberapa detik.
Gugup tentu saja, ini adalah kali pertama gadis itu mendapat sentuhan sedekat itu. Dirinya tidak pernah sekalipun membiarkan laki-laki menyentuhnya walau dekat. Hatinya dibuat kebat-kebit tak karuan, dengan jantung jedag jedug tak terkontrol.
Tubuhnya langsung meremang seketika, kaget, dan membuat jantung Wening berpacu lebih cepat dari normalnya. Keringet dingin lantaran grogi saat tiba-tiba bibir pria itu menempel di atas bibirnya yang ranum, seksi, dan tipis berisi. Membuat pria itu melahap dengan pesona kelembutannya begitu minat.
Seno paham betul, dari sikap Wening yang begitu polos, gestur tubuh yang merespon dengan aura berbeda menunjukkan gadis itu belum pernah tersentuh. Senyumnya semakin melebar dalam benaknya saat pria itu merasa menjadi orang yang pertama merusuh di tubuhnya.
Sesuatu yang lembut itu mulai membuka gerbang keintiman dengan saling mempertemukan indera perasaan mereka hingga keduanya saling menyapa. Beradu dalam kelembutan, saling memberi *****@n manja. Wening yang kaku, spontan menggigit lidah pria itu hingga membuatnya mengaduh dan menghentikan aksinya.
Keduanya saling memberi jarak beberapa senti dengan wajah gadis itu yang memerah tak karuan. Sementara Seno makin gemas saja, ia benar-benar menginginkan, bahkan sesuatu yang paling inti miliknya merespon dengan begitu baik.
Setelah pergulatan sengit lingual mereka yang berakhir aksi mengigit dan membuatnya tidak nyaman. Pria itu merusuh di ceruk leher istrinya dan mulai berselancar di sana. Tanpa sadar tangan pria itu begitu aktif hingga membuat gadis itu tersentak tak percaya saat suaminya dengan kurang ajarnya memainkan box kids miliknya di balik seragamnya. Spontan suara merdu yang begitu langka itu lolos dari mulut mungilnya. Hingga membuat desah@n manja yang tertahan.
"Jangan Om, please ....!" lirih Wening di tengah rasa panas, geli, penasaran, tak nyaman, dan e—nak." Tangannya berusaha menahan tangan suaminya yang menemukan mainan baru.
"Aku akan mengajarimu menjadi wanita dewasa yang sesungguhnya. Menjadi istri seutuhnya," kata pria itu dengan nada serak nan berat.
"Wening belum siap! Jangan Om, kita tidak saling mencintai," kata gadis itu yang membuat Seno terhenti dari kegiatan melukis bintang di lehernya yang mulus nan menggoda.
Sejenak pria itu menjeda, menyorot dengan kabut gairah. Tak peduli dengan penolakan gadis itu, Seno yang kalap emosi lantaran cemburu dan kesal, kembali melakukan serangan kedua dengan gigitan-gigitan kecil yang cukup liar hingga membuat sesi perkenalan itu begitu membekas.
Alih-alih meronta, ataupun protes, Wening lebih mempersiapkan diri dengan pikiran menjurus ke arah yang tak seharusnya. Ia menangis, saat pria itu mencoba menyentuhnya semakin dalam dan menanggalkan beberapa kancing seragamnya. Apa yang akan terjadi? Pria itu begitu mendominasi menguasai medan dengan sepenuh tenaga yang dimiliki.