Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Memang Sempurna, Dia Milikku
Semuanya memeluk Aya erat.
"Kalian hati hati ya. Jangan lupa kabari kalo sudah sampai. Vin jaga anakku baik baik."
Pesan Mommy sebelum keduanya pergi.
"Iya Mom."
"Iya kak. Udah dulu. Kita mau berangkat." Alvin menggandeng tangan Aya tak membiarkan gadis itu jauh darinya.
"Kamu mau tidur By? Kalo mau tidur di dalam saja lebih nyaman." kata Alvin sesat setelah pesawat mengudara.
"Nggak Om, Aku nggak ngantuk."
"Yaudah. Temenin Om aja."
"Hm.."
Alvin menyenderkan kepalanya di bahu Aya yang tengah sibuk membaca majalah.
2 Jam perjalanan pesawat mendarat dengan sempurna. Kedatangan mereka cukup menyita banyak perhatian orang yang ada di sana.
Memang keluarganya tidak pernah mempublikasikan identitas Aya. Takut kejadian seperti dulu terulang lagi. Tapi penampilan, kharisma dan paras menawan gadis itu mampu membuat semua orang mengalihkan perhatian kepadanya.
Sebuah mobil mewah sudah di siapkan untuk menjemput mereka. Alvin segera membawa Aya masuk untuk menghindari pandangan mereka dengan segera.
"Kamu capek by?"
"Enggak."
"Daritadi kamu gak tidur sama sekali."
"Nggak papa Om. Nanti kalo udah sampai aku tidur."
"Iya."
Mobil berhenti di sebuah rumah mewah. "Kita nginep di sini Om?" tanya Aya setelah turun.
"Iya. Ini rumah Om. Jadi kita nginep di sini. Ayo masuk."
"Iya."
Alvin dan Aya masuk ke dalam. Pandangan gadis itu menelisik memperhatikan seluruh sudut rumah yang tampak bersih dan rapi.
"Kamar aku dimana Om?"
"Di lantai dua. Ayo Om antar."
Kaki mereka menapaki anak tangga satu per satu hingga sampai di depan kedua pintu yang bersebelahan. "Ini kamar kamu. Dan ini kamar Om di sebelahnya. Jadi kalo kamu butuh apa apa dekat. Tinggal panggil Om."
"Iya. Aku masuk dulu."
"Iya."
Aya mendudukkan diri di ranjang lalu berdiri lagi beberapa detik kemudian. Kakinya melangkah membuka jendela kaca yang terbentang lebar. Hawanya begitu segar. Aya memejamkan matanya sesaat dan menghirup udara dalam dalam. Ia berdiri di balkon kamar. Menatap keindahan alam yang tersaji di depannya. Kolam renang, nyiur yang melambai dan menelisik lebih jauh lagi ternyata pemandangan pantai pun terlihat dari sini.
"By..." Panggil Alvin lirih sambil membuka pintu kamar.
Alvin menatap horden yang melambai tertiup angin. Ia mendekat, melihat Aya yang berdiri di sana. Tangannya terulur untuk memeluk gadi itu. Aya tidak terkejut. Bisa dibilang gadis itu sudah terbiasa. "Kamu suka?" Aya mengangguk tanpa mengubah pandangannya.
"Ini Om siapkan untuk kamu. Om senang kalau kamu suka."
"Makasih Om."
"Sama sama sayang." Jawab Alvin mengecup pipi Aya.
"Kita makan di luar yuk."
"Enggak. Kita masak sendiri aja."
"Nggak ada bahan makanan By."
"Beli dong Om. Aku pengen masak."
"Yaudah Ayo."
Keduanya berangkat untuk belanja.
"Om udah kasih kabar ke Mommy?"
"Udah. Bisa mengomel sampai subuh dia kalo ga segera di kasih kabar."
"Om sendiri juga begitu."
"Iya juga. Kita dah sampai By. Ayo turun."
Alvin dan Aya memasuki swalayan. Pria itu dengan setia mendorong troli di belakang Aya.
"Sayur sama buah di banyakin By. Kamu harus makan makanan sehat."
"Iya."
"Daging juga sekalian, sama ikan dan juga ayam. Oh sekalian susu juga By." Kata Alvin mengingatkan.
"Iya Om."
"Masih ada yang kurang ga Om?"
"Udah cukup kayanya. Udah lengkap semua."
"Iya."
Selesai membayar Alvin langsung memasukkan belanjaannya ke dalam mobil dan mengajak Aya pulang.
"Jangan bawa yang berat berat. Kamu kalo di bilangin." Omel Alvin melihat Aya membawa dua kresek belanjaan.
"Enggak berat kok Om."
Selesai menata belanjaan di kulkas Aya langsung memasak.
"Hati hati By."
"Iya."
"Om bantuin apa nih, masa nganggur."
"Duduk diem di situ. Om udah bantu aku."
Kata Aya masih fokus dengan kegiatannya.
Alvin tersenyum 'Berasa punya Istri.' Batinnya memperhatikan Aya yang sedang memasak dengan lekat. 30 menit memasak. Alvin masih setia memandang Aya. Ia tak merasa bosan sedikitpun. "Om tolong bawain ini ke meja makan."
"Iya."
Keduanya makana bersama.
"Om kerjanya kapan?"
"Besok. Kamu ikut Om ya."
"Enggak. Aku di rumah aja."
"Nanti kamu sendirian di rumah." Risau Alvin karena tak ada pekerja disini. Niatnya memang ingin berdua saja dengan Aya.
"Lagian Om. Masa rumah segede gini ga ada ART sama sekali."
"Ada cuman tugasnya bersih bersih aja. Selesai itu langsung pulang. Om ga nyaman kalo ada orang lain."
"Oh."
"Jadi besok kamu harus ikut Om."
"Liat aja besok gimana." Jawab Aya.
Malam hari Alvin begitu gelisah. Ia baru saja kembali dari kamar Aya setelah gadis itu dipastikannya tidur dengan pulas. Pria itu membolak balikkan posisi tidurnya. Ia bangkit dan kembali lagi ke kamar Aya. Alvin berbaring di samping gadis itu dan memeluknya dengan erat. Ia merasa begitu nyaman. Nyaman, hingga tak ada bandingannya. 'Kapan kita jadi suami istri. Aku begitu tersiksa menahannya.' batin Alvin. Sebelum pikirannya menjelajah terlalu dalam dan jauh Alvin segera tersadar. Ia mengecup dan menyesap bibir Aya pelan meski hal itu sudah dilakukan sebelumnya. Pria itu memejamkan matanya ikut tertidur setelah puas.
Aya terbangun, dengan tangan kekar melingkar di perutnya. Ia melihat jam ternyata sudah waktunya sholat subuh. 'Sejak kapan Om tidur di sini?'. Belum menemukan jawaban atas pertanyaan di benaknya. Suara serak Alvin terdengar " Kamu sudah bangun By?"
"Sudah, Om semalem tidur di sini?"
"Iya. Om ga bisa tidur."
"Om sholat ga. Udah subuh."
"Iya." Alvin segera bangkit menyusul gadis itu ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mengambil air wudhu. Keduanya sholat subuh berjamaah. Aya mencium tangan Alvin setelah selesai. Pria itu membalas mencium kening Aya. Ada rasa nyaman di hati pria itu. Meski ini bukan pertama kalinya. Bahkan sering terjadi. Tapi Alvin begitu senang setiap kali Aya mencium tangannya sehabis shalat.
"Om mau sarapan apa?" tanya Aya sambil melipat mukenanya.
"Apapun yang kamu masak Om makan."
"Batu Sama kayu mau. Dibuat sup."
"Kamu kok tega By."
"Hehe maaf. Mau nasi goreng atau pancake?"
"Nasi goreng aja."
"Ok. Aku ke dapur dulu."
"Om temenin."
"ayo kalo gitu."
Aya memasak di dapur masih menggunakan piyama tidurnya. Entah mengapa Ia terlihat sangat cantik meski rambutnya sedikit berantakan. Pandangan Alvin tak beranjak memperhatikan setiap gerak gadis itu. "Dia Memang Sempurna, Dia Milikku." Gumam Alvin memandangi Aya.