Gania Anjasmara, ialah putri tunggal dari pasangan Arya Anjasmara dan Miranda. Di usianya yang baru menginjak usia 3 tahun, Gania harus kehilangan sang Mama untuk selama-lamanya. Kini 15 tahun telah berlalu, Gania telah tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik dan tangguh pastinya karena sejak kecil ia hanya hidup berdua bersama Papanya. Terkadang ia juga dititipkan dirumah Neneknya karena Papanya sibuk bekerja. Bagaimanakah kelanjutan ceritanya? Penasaran? Simak terus ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delatama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1 Hari Kemudian
Pagi ini Gania keluar kamar lebih awal, ia ingin membantu Bi Asih mempersiapakan sarapan. Ketika jam sarapan tiba, Papa Arya keluar dari kamarnya.
"Gania, rajin banget"
Gania hanya tersenyum sambil meletakkan piring-piring berisi makanan ke meja.
"loh suamimu kok belum turun? Panggil gih" Papa menyuruh Gania memanggil Gibran
"huh" gania mengendus lirih
"oke" Gania pura-pura tersenyum kemudian naik ke atas
Setibanya di depan kamar Gibran, Gania bingung antara akan mengetuk atau memanggil, dan tiba-tiba .....
*krekk*
Gibran membuka pintu kamarnya, ia dan Gania sama-sama terkejut karena melihat satu sama lain.
"ngapain disini? mau ngintip ya?" tanya Gibran sambil meledek istri kecilnya
"dih kayak kurang kerjaan banget gue"
"gitu aja ngambek"
"ih udah ah ayo buruan turun, sarapan"
Kemudian mereka berdua turun bersama.
Setibanya di ruang makan,
"aa menantu Papa. Ayo duduk sini samping Gania"
Gibran melirik Gania, terlihat Gania sedang menahan kesal. Gibran puya ide untuk mengisengi Gania lagi.
"sayang, tolong ambilin nasi dong. Sekalian telur dan ikan juga" ucap Gibran
Gania melongo dan melotot, sedangkan Gibran menaikkan satu alisnya dan tersenyum. Dengan sangat terpaksa Gania melakukannya agar tidak mengecewakan Papa Arya.
"oh iya sambalnya dikit"
Gania mengendus sambil melirik Gibran, karena kesal Gania punya ide untuk memberikan sambal yang banyak ke piring Gibran.
"makasih sayang"
Gania tidak menghiraukan Gibran karena ia belum terbiasa dan malah merasa ilfeel. Papa Arya hanya tersenyum dan sesekali tertawa melihat tingkah putri dan menantunya.
Sesuap demi sesuap sudah mereka habiskan, tapi pada piring Gibran tampak sambal yang masih sisa.
"habisin tuh sambalnya, sayang kalau di buang" ucap Gania
"jail juga nih anak, tapi gapapa lah gue ikutin aja permainannya" ucap Gibran dalam hati
Gibran berniat menghabiskan sambalnya tapi pada saat ia menelan suapan pertama ia malah terdesak.
*uhuk uhuk*
Papa Arya merasa panik,
"Ga, kasih minum"
Kemudian Gania menyodorkan air putih.
"dasinya lepas dulu aja Ga. Biar lega"
Gania memberi kode kekesalannya kepada Gibran, tapi Gibran masih berpura-pura batuk.
Tangan Gania mulai menjelajahi leher Gibran, hal itu membuat bulu-bulu Gibran berdiri dan merasa merinding. Kali ini Gibran mencari kesempatan dalam kesempitan, bibirnya mulai mendekati kening Gania dan seketika saja *cuppp*
"ngga usah sayang, makasih"
Gania kaget dan reflek menginjak kaki Gibran.
"awwww" teriak Gibran
"hahahaha kalian ini, Papa ngga nyangka kalian bisa se dekat ini dalam waktu yang singkat"
"jelas dong Pa" jawab Gibran sambil merangkul pundak Gania
Gania merasa tidak nyaman dan berusaha melepaskannya tapi apa daya, kekuatannya selalu kalah melawan kekuatan Gibran.
"ngomong-ngomong sudah gol belum Gi?" tanya Papa lirih
Gania membelalakkan mata sipitnya dengan lebar, sedangkan Gibran kebingungan mencari jawaban. Karena mereka belum pernah tidur bersama, Gibran tidak akan menemukan bagaimana cara mainnya hahaha.
"tadinya sih Papa ngga pengen kalian cepet-cepet punya momongan. Tapi sekarang ini tiba-tiba saja Papa ingin, mumpung kondisi Papa masih baik"
"doakan segera ya Pa" jawab Gibran
Gania melepaskan tangan Gibran begitu saja, ia mengendus kesal.
"maaf Pa tapi Gania kan harus kuliah. Siang ini Gania juga harus daftar" Gania membela diri
"Papa ngga tahu Ga 6 tahun mendatang Papa masih ada atau tiada" jawaban Papa mengiris hati
"tapi Pa..."
"ya sudah, sekarang Papa memperbolehkan Gania meneruskan perusahaan. Gania ambil jurusan manajemen aja ya, terus Gania kuliahnya di UT"
Tidak ada yang menjawab ucapan Papa, Gania tertunduk lemas mendengar permintaan Papa yang semakin membuatnya stress.
"Gania masuk ke kamar dulu" lalu Gania berlalu sesegera mungkin
"Gania" panggil Gibran akan mengejar istrinya
Tapi Papa mencegah,
"ngga usah Gi, biar Om aja nanti yang naik"
"kamu berangkat aja udah siang" imbuh Papa
"yasudah Pa saya berangkat dulu"
Kemudian Gibran berangkat ke kantor dan meninggalkan Gania pada Papa Arya.
Lebih real dalam penyampaian bagaimana pasutri menyikapi suatu pernikahan dan perkembangan anak
semoga novel selanjutnya tetap menarik ya Thor..tidak terjebak dg gaya novel lainnya yg terlalu ekstrim, banyak pelakor, mertua jahat, suami kejam dsb😘😘
go...semangat