WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantan, Masih Bikin Geregetan
#24
Minggu pagi akhirnya tiba, tapi Agnes masih bimbang ketika teringat Rama yang selalu menaruh perhatian lebih padanya dan juga Al.
Dulu, disaat paling sulit baginya menjadi ibu, Rama dengan senang hati mengutamakan dirinya, memberinya bantuan tanpa peduli Bu Salma dan Pak Handoko masih menentang keras hubungan mereka.
Jadi kini, ketika pernikahan di depan mata, tak ada lagi alasan bagi Agnes untuk mundur.
“Mom, jam berapa Uncle datang?” Tanya Al tak sabar, karena selain Rama tak ada pria dewasa di sekitarnya yang mau mengajaknya pergi ke taman hiburan. Jadi ketika kemarin Agnes memberitahunya tentang rencana Leon hari ini, dan Al langsung bersorak kegirangan.
“Mungkin sebentar lagi.” Agnes mengusap kepala Al.
“Tapi, kenapa Mommy belum bersiap?”
Agnes merasa gamang, haruskan ia ikut, pasti canggung sekali. Karena setelah perdebatan terakhir kali, Agnes tak lagi bicara dengan pria itu. Agaknya Leon pun melakukan hal yang sama, entah Agnes mencoba tak peduli lagi. Apalagi Rama semakin menunjukkan keseriusannya.
“Sepertinya Mommy tak ikut, Sayang.”
Senyum di wajah Al tiba-tiba memudar, “Kenapa Mommy tak ikut?” tanyanya dengan wajah memelas.
“Al sudah besar, pasti bisa pergi berdua saja dengan Uncle Leon tanpa Mommy.”
“Aaaahh itu nggak akan seru kalau tanpa Mommy.”
Al mulai menangis di pelukan sang Mommy, “Kalau begitu, Al juga tak mau ikut Uncle.”
“Jangan begitu, Nak. Mommy tak ikut, karena Mommy sangat lelah belakangan ini. Kamu tahu, kan?”
Al menggeleng, “Mommy lelah karena banyak bekerja untuk Al, bukan? Kalau begitu Al akan di rumah saja menemani Mommy. Al tak ingin bersenang-senang sendirian, tapi Mommy kelelahan.”
Al menangis keras sambil terus melingkarkan lengannya di leher Agnes. Sebagai ibu, tentu hati nuraninya pun menjerit, tapi juga bahagia karena Al mengerti akan kesulitannya menjadi tulang punggung keluarga sekaligus ibu tunggal.
“Orang dewasa sudah biasa kelelahan karena bekerja, dan tugas anak-anak seperti Al adalah belajar dengan bahagia. Tidak masalah Mommy Lelah, asal anak Mommy yang tampan ini bisa tetap belajar dan bersenang-senang, hmmm?”
Sejak hari itu, hari dimana Agnes menerima tamparan keras dari Mama Wina, ia bertekad akan membuat Al tak merasa berkecil hati kendati hanya memiliki seorang ibu yang telah bercerai dengan ayah kandungnya.
Agnes melepaskan pelukan Al, hatinya ikut menangis ketika melihat derai air mata meleleh dari kedua kelopak mata mungil itu. Diusapnya kedua pipi Al dengan lembut dan penuh kasih, seolah kedua pipi itu adalah porcelain langka yang amat berharga. “Sudah, ya, anak Mommy tak boleh menangis terus, bisa-bisa ketampananmu berkurang.”
“Al tak mau pergi tanpa Mommy.”
Al terus merengek, hingga Agnes kerepotan membujuknya. Sementara di luar pintu diam-diam Leon ikut menahan air mata, sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu? Dan apa yang ia lewatkan? Tapi ia pun bingung dari mana memulainya.
Tok!
Tok!
Setelah berhasil menguasai diri, Leon pun mengetuk pintu.
Tak ada tawa Al, tak ada sambutan ceria seperti ketika ia datang dua hari yang lalu. “Apakah hari ini Uncle tak dapat hadiah pelukan?”
Al menggeleng, kembali memeluk Agnes dan menyembunyikan wajahnya di pelukan sang Mommy. Leon memberi kode pertanyaan pada Agnes, namun wanita itu tak mengatakan apa-apa.
“Al—”
Percuma saja Agnes coba membujuk anak itu, Al tetap keras kepala dan tak berubah pendirian. “Uncle, Maaf. Kami tak jadi pergi bersama Uncle.”
Leon merengut, wajahnya suram. Dua hari kemarin ia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya, berharap hari ini bisa bersenang-senang dengan Al tanpa gangguan. Tapi ternyata Agnes mengingkari apa yang telah mereka sepakati berdua.
“Den, Al. Ayo sarapan, Mbak Rika sudah kupas mangganya, dan maniiiiiss sekali.”
“Al, sarapan dulu sama Mbak Rika, nanti Mommy menyusul,” kata Agnes, agar putranya menurut sejenak.
Dengan berat hati Al pun pergi ke meja makan.
“Aku ingin bicara denganmu.”
Leon membawa Agnes ke halaman rumah, agar tak ada yang mendengar pembicaraan mereka.
Leon menutup pintu dari luar, “Kenapa mendadak berubah? Ku pikir dua hari lalu kita sudah sepakat pergi bertiga.”
“Aku lelah, jadi aku ingin istirahat hari ini.”
Leon tertawa sumbang, “Hanya kamu yang lelah? Kamu pikir aku tak lelah? Dua hari aku ngebut menyelesaikan semua pekerjaanku, hanya tidur beberapa jam saja. Agar bisa memastikan diri ini menepati janji pada Al, tapi kamu? Justru hanya mencari alasan,” sindir Leon, yang sayangnya sesuai kenyataan.
“Apa?! Mencari alasan?” tampik Agnes.
“Iya, itulah dirimu saat ini. Mencari-cari alasan hingga tanpa sadar melukai hati anak kita, padahal kamu hanya ingin menghindariku, kan?”
Agnes terdiam sejenak, ia tak membantah karena yang Leon katakan adalah benar.
“Kamu sendiri yang bilang, bahwa masa lalu kita sudah selesai. Tapi sikapmu ini seolah menunjukkan, ada hal yang belum kita selesaikan.”
Leon tetap menjaga intonasinya, agar ia tak sampai bersuara keras, yang berpotensi menarik perhatian banyak orang.
“Dengar, ya, Nes. Aku sedang berusaha menjalankan kewajibanku sebagai ayah kandung Al, agar kamu tak menudingku lalai, agar kelak, ketika Al dewasa ia tetap memiliki kenangan bersamaku.”
“Aku bisa saja merebut hak asuh Al darimu jika aku mau!” Leon menegaskan ucapan terakhirnya.
“Tapi aku tak mau, kenapa? Karena aku menghargaimu, aku berterima kasih padamu yang telah melahirkan Al ke dunia, padahal kamu tak menginginkan anak dalam pernikahan kita dulu. Jadi sekarang, sebaiknya kamu bersiap.”
“Aku tak mau tahu, acara kita hari ini harus terealisasi, jika tidak— maka aku akan menempel di rumah ini seperti lintah!”
Akhirnya Leon berhasil menyelesaikan kalimat panjangnya, ia kembali mengatur nafas sebelum masuk ke rumah.
“Padahal sudah jadi mantan, tapi kenapa sifatnya tak pernah berubah, masih suka bikin geregetan,” gerutu Leon seorang diri. Ditambah sikap diam Agnes yang membuat masalah mereka semakin rumit.
Tak lama kemudian, Al pun bersorak kegirangan, setelah Leon memberitahunya bahwa Agnes berubah pikiran. Jadi mereka akan pergi bertiga. Liburan singkat, jika kelak ada kesempatan bersama Leon ingin mengajak mereka liburan panjang, entah kemana, biar Tuhan saja yang mengatur.