Menjadi aktris baru, nyatanya membuat kehidupan Launa Elliza Arkana jungkir balik. Menjadi pemeran utama dalam project series kesukaannya, ternyata membuat Launa justru bertemu pria gila yang hendak melec*hkannya.
Untung saja Launa diselamatkan oleh Barra Malik Utama, sutradara yang merupakan pria yang diam-diam terobsesi padanya, karena dirinya mirip mantan pacar sang sutradara.
Alih-alih diselamatkan dan aman seutuhnya, Launa justru berakhir jatuh di atas ranjang bersama Barra, hingga ia terperosok ke dalam jurang penyesalan.
Bukan karena Barra menyebalkan, tapi karena ia masih terikat cinta dengan sahabat lamanya yaitu Danu.
“Lebih baik kau lupakan kejadian semalam, anggap tidak pernah terjadi dan berhenti mengejarku, karena aku bukan dia!” ~Launa Elliza
“Jangan coba-coba lari dariku jika ingin hidupmu baik-baik saja.” ~ Barra Malik Utama
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erma Sulistia Ningsih Damopolii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 24 Berdebat yang Tak Pasti
Jika lelaki lain melamar kekasihnya di saat mereka sama-sama sepakat dan datang di jam yang belum terlalu larut, berbeda halnya dengan Bara. Pria itu melamar Launa saat mereka sama sekali belum menjalin hubungan apapun dan di jam kritis seperti ini. Jam 01.15 tengah malam.
Aneh tapi nyata, tapi inilah yang terjadi. Ayah Kevin dan bunda Salsa bahkan sampai melongo mendengar pernyataan pria yang meminta putri mereka ini. Tak pernah Kevin sangka bahwa putrinya akan dilamar oleh pria yang baru lima belas menit ini berkenalan dengannya.
“Maaf nak Bara, tapi sepertinya ini terlalu mendadak. Om bukannya tidak ingin menerima niat baik nak Bara, akan tetapi sebelum ini om sudah terlanjur mengiyakan perjodohan Launa dan Danu pada mamanya Danu. Jadi, om rasa om perlu membicarakan hal ini kembali pada mamanya Danu agar tidak terjadi kesalahpahaman.” Jelas Kevin memberi pengertian pada Bara.
Merasa lampu hijau dari orang tua Launa sebentar lagi akan ia kantongi. Bara tersenyum tipis sekali bahkan nyaris tak terlihat.
Sementara Launa, memijat pangkal hidungnya melihat interaksi dan rencana konyol antara orang tua dan mantan sutradaranya itu.
Aneh sekali, bahkan Launa belum mengatakan setuju. Berpacaran pun tidak, lalu tiba-tiba ia dilamar seperti ini. Bahkan Launa pun tidak tahu, yang melamarnya ini waras atau gila sebenarnya.
Launa tidak ingin tinggal diam, pasalnya, yang akan menikah ini dirinya. Semestinya rencana itu harus lewat persetujuan Launa dulu. Dan lagi, bukan ini yang Launa inginkan pasca dirinya memutuskan hubungan bersama Danu.
Sama sekali tidak ada dalam rencana Launa untuk menikah, apalagi sampai harus menikah dengan pria yang Launa benci. Rencana Launa adalah untuk menata karir di dunia model iklan dan juga series barunya sampai tamat. Bukan untuk mengabdi jadi istri sutradara kolot ini.
Percakapan bersama orang tua Launa sudah selesai, saatnya Launa izin mengantar Bara sampai depan rumah dan itu akan jadi kesempatan dirinya untuk meluapkan kekesalan yang sejak tadi ia pendam.
“Apa maksudnya tadi?” Tanya Launa mulai berapi-api begitu mereka sudah ada di pekarangan rumah.
“Maksud apa?” Alih-alih menjawab, Bara justru balik bertanya dengan gaya pura-pura bodohnya itu hingga membuat Launa kian naik pitam.
“Iiiiiiigggghhhhh boleh tidak bapak stop pura-pura bodoh seperti ini? Apa bapak tidak sadar atas apa yang bapak lakukan tadi di dalam? Bapak sengaja ya menceritakan jasa baik bapak yang sudah menolong saya tadi kepada kedua orang tua saya agar mereka luluh dan mau menerima lamaran bapak?” Cecar Launa dengan berbagai pertanyaan.
“Nah itu tau.” Jawaban singkat padat jelas dan tentunya bikin naik darah dan berhasil membuat Launa mendengus kesal.
“Tapi kenapa pak? Kenapa bapak harus melamar saya?”
“Karena kamu hamil anak saya Launa_”
“Itu baru dugaan! Saya tidak benar-benar hamil, dan andai memang benar saya hamil, bapak pikir saya mau menuntut tanggung jawab dari bapak?”
“Ya harus dong, kamu harus terima kenyataan bahwa akulah yang akan bertanggung jawab untuk anak yang kau kandung itu.”
“Dih kayak beneran hamil aja bicara begitu.”
“Kan tanda-tandanya sudah ada.”
“Sekalipun saya hamil, saya tidak minta bapak untuk tanggung jawab.” Ketus Launa secara alami sontak menutup perutnya.
“Apa hakmu melarangku untuk bertanggung jawab pada anakku sendiri.” Ujar Bara menatap Launa dengan tatapan tak terbaca.
“Saya ibunya, kenapa?”
“Saya ayahnya!”
Keduanya berdebat memperebutkan anak yang bahkan keberadaannya belum pasti ada atau tidak. Launa pun tidak sudi berbagi dan menerima bahwa anaknya adalah milik pria itu.
“Ya terserah, yang jelas dia ada di perut saya, jadi dia milik saya sepenuhnya.”
“Kalau bukan karena saya yang membuahi, dia juga tidak akan berada di sana.” Balas Bara hingga Launa kehabisan kata.
“Nyebelin banget sih, belum pasti juga isinya apa, mana tau isinya seblak.”
“Makanya itu kita harus ke dokter untuk periksa sayang.”
“Dih.”
“Memangnya kenapa? Toh sebentar lagi juga kamu akan jadi ibu dari anakku, jadi aku harus sayang padamu.”
Launa benar-benar sudah kehabisan kata, ia mencebikkan bibir sembari mendelik tak suka. Sementara Bara, mengigit bibir dan memikirkan cara yang tepat agar Launa mau diajak ke dokter.
“Pokoknya besok kita harus ke dokter.”
“Nggak mau!”
“Kenapa?”
“Yah terserah saya dong.”
“Bagaimana kita bisa tau.”
“Ya kalau udah gede kan pasti bakal ketahuan sendiri. Kalau nggak gede-gede berarti nggak ada apa-apa di dalam!” Balas Launa yang sebenarnya takut andai ia mengetahui kebenarannya.
Bara pun menghela napas panjang, entah dengan cara apa lagi agar Launa luluh.
“Lagi pula, saya tidak mau menikah dengan anda. Jadi jangan coba-coba mengelabui orang tua saya.”
“Kalau kamu tidak mau, saya bisa saja menunjukkan rekaman cctv di mobil dan juga di kamarku pada mereka.” Ancam Bara hingga mulut Launa menganga lebar. Semakin lancang, bukan hanya memaksa tapi kali ini Bara berani mengancamnya.
sorry tak skip..