Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Sempurna
Gavin berjalan memasuki rumah pohon dan mengamati isinya dengan teliti. Ia senang semua perabot berada tepat pada posisinya, tidak ada yang berubah. Namun, bisa ia lihat beberapa titik terdapat debu. Memang sudah lama ia tak ke sana dan mungkin kepala pelayan jadi lupa untuk membersihkan rumah pohonnya. Ia juga tak memberitahu kalau ia akan mengunjungi rumah pohon itu hari ini.
Di tengah kejengkelan melihat debu-debu itu ia berbalik dan melihat Ellia masih berdiri tepat di pintu rumah pohon. Ia menatap sekeliling dengan takut-takut. Kemudian, mata mereka kembali bertemu. Hanya beberapa detik, karena Ellia segera menundukkan kepalanya.
Gavin terus menatap Ellia yang terlihat kikuk dan takut. Lalu, muncullah sebuah ide di otaknya untuk memanfaakan Ellia. Sudut bibirnya lagi-lagi terangkat memikirkan ide briliant yang baru saja muncul di benaknya.
"Kamu!" Panggil Gavin sambail bersandar di dinding dekat jendela. Ellia segera mendongak dan menatap Gavin dengan bingung. Kemudian, Gavin memberikan isyarat dengan jarinya untuk mendekat ke arahnya. Ellia bingung dan takut-takut untuk mendekat.
"Tu-tuan ... Apa ada hal yang bisa saya bantu?" Tanya Ellia tanpa bergerak dari tempatnya. Ia tak begitu gila mau masuk ke dalam ruangan sempit dengan harimau di depannya.
Gavin sama sekali tak memperdulikan pertanyaan itu. Ia menatap Ellia tajam seakan-akan mengancamnya. Ellia akhirnya menyerah dan berjalan mendekat ke arah Gavin.
"Apa itu?" Tanya Gavin sambil mengarahkan dagunya ke arah keranjang yang dipegang Ellia, sesampainya gadis itu di depannya.
"I-ini jamur dan blueberry liar yang saya pungut di hutan anda tuan muda."
"Hm, ternyata memang benar kamu telah mencuri." Ejek Gavin sambil menyilangkan tangannya di dada. Hal itu terlihat sangat menyebalkan sekaligus mengintimidasi menurut Ellia.
"Tidak tuan! Saya hanya memungutnya di hutan. Saya tidak ada niat untuk mencuri." Seru Ellia menjelaskan. Gavin mendengus dan tersenyum mengejek.
"Ini adalah tanahku. Hutanku. Berarti semua yang ada di dalamnya adalah milikku." Jawab Gavin sambil menatap Ellia dengan tajam. Ia ingin menunjukkan kepemilikan penuh atas wilayahnya.
Mendengar itu Ellia tak bisa membantah lagi. Hal itu memang benar, walau di dalam hatinya menjerit memaki pria di hadapannya itu. Bahkan, untuk makanan yang tak pernah ia sentuh saja kenapa sangat perhitungan?! Begitu kata hatinya.
"Maaf tuan muda. Saya akan mengembalikannya pada anda, saya juga berjanji tidak akan memungut apapun dari wilayah anda. Mohon maafkan saya sekali ini saja." Pinta Ellia. Ia meletakkan keranjangnya dan menyatukan kedua tangannya. Gavin tak bergeming dan hanya menatapnya saja.
"Kamu tau, hal apa yang paling aku benci? ... Hal yang paling aku benci adalah pengganggu sepertimu. Seseorang yang keberadannya tidak pada tempatnya dan mengganggu semua kesempurnaan yang sudah ada." Ujar Gavin setelah beberapa lama diam.
"Maafkan saya tuan muda." Hanya itu yang bisa Ellia katakan. Ia tak ingin semakin membuat panas keadaan saat itu.
"Sepertinya aku harus memberi hukuman pada tukang kebun itu, karena tidak mengajarimu dengan benar." Ucap Gavin sambil berjalan menuju kursi dan duduk di sana dengan kaki disilingkan.
"Maafkan saya tuan muda. Ini murni kesalahan saya, bukan paman Yunus. Hukum saja saya tapi jangan paman Yunus. Saya mohon." Pinta Ellia memelas. Ia tak akan membiarkan paman Yunus mendapat masalah karena dirinya. Gavin kembali terdiam dan bermain ponselnya.
"Tuan saya mohon ..." Pint Ellia sudah hampir menangis. Akhirnya, Gavin kembali menatapnya.
"Bersihkan tempat ini setiap akhir pekan. Aku tak akan membiarkanmu kalau aku menemukan debu sekecil apapun di sini." Perintah Gavin pada akhirnya.
Ellia cukup terkejut mendengarnya. Namun, beberapa saat kemudian ia sadar bahwa itulah hukuman untuknya. Ia setengah bersyukur karena paman Yunusnya tak akan mendapat masalah. Namun, mulai saat ini Ellia sadar, ia akan terus berurusan dengan tuan sempurna yang ada di depannya ini.
"Baik tuan. Terima kasih banyak ..."
"Tunggu apalagi, cepat bersihkan tempat ini. Kamu tak melihat debu sudah menumpuk di mana-mana?!" Seru Gavin saat Ellia baru saja menunduk mengucapkan terima kasih. Walaupun bingung Ellia segera melaksanakan tugas itu. Gavin hanya mengamati aktivitas Ellia dengan santai sambil bermain ponselnya. Pandangannya kembali ke keranjang yang dibawa Ellia.
"Apakah itu bisa dimakan?" Tanya Gavin sambil menunjuk keranjang Ellia lagi dengan dagunya.
"Bisa tuan. Jamur itu kalau dijadikan sup sangat lezat. Buah blueberrynya juga sangat manis. Tuan muda bisa mencicipinya." Jawab Ellia dengan antusias. Gavin bisa melihat mata hitam gadis itu berkilat cerah.
"Kamu ingin meracuniku?" Tuduh Gavin tak percaya.
"Tidak mungkin tuan. Saya tidak akan berani ... Lihatlah ini sangat manis." Ucap Ellia yang langsung membuktikan bahwa makanan itu tak beracun dengan memakannya sendiri. Gavin tak merespon sama sekali.
Akhirnya, Ellia berinisiatif mengambil sapu tangan dari saku bajunya dan mengambil beberapa buah blueberry di atasnya. Setelah itu ia berjalan mendekati Gavin dan menawarinya buah itu. Ia meletakkannya di atas meja di samping Gavin.
"Cobalah tuan muda. Sungguh itu tak beracun. Dan sapu tangan saya itu juga bersih. Saya belum memakainya hari ini." Ucap Ellia sambil menatap Gavin dengan sungguh-sungguh. Namun, Gavin tak merespon. Akhirnya, Ellia menyerah dan kembali ke aktivitasnya untuk bersih-bersih.
Namun, tanpa ia sadari saat Ellia sedang fokus pada aktivitasnya. Gavin sudah mencoba beberapa buah blueberry yang diberikan Ellia itu. Dan yah, seperti yang dikatakan Ellia. Rasanya sangat manis karna sudah terlalu matang di pohonnya. Tanpa Gavin sadari ia menikmati waktunya saat itu. Ia merasa sudah punya hiburan baru.
Beberapa kali ia juga terus menggoda Ellia dengan mengatakan bagian-bagian yang sudah dibersihkan Ellia masih kotor. Alhasil, Ellia terus membersihkan setiap sudut rumah pohon itu berulang kali. Bahkan, tak terasa waktu sudah lama berlalu dan matahari mulai beranjak terbenam.
Seakan tersadar waktu sudah menjelang malam. Gavin segera bangkit dari duduknya dan akan pergi.
"Bawa kunci rumah pohon itu. Ingat kebersihan tempat ini ada padamu. Kalau aku melihat ada debu, aku akan memberikanmu hukuman." Ucap Gavin yang mulai berjalan keluar dari rumah pohon. Ellia segera mengikuti Gavin dari belakang dengan tetap membawa keranjangnya tadi. Setelah mereka keluar dari rumah pohon itu, Ellia segera menguncinya.
"Tuan muda, untuk isi keranjang ini apakah saya perlu memberikannya pada kepala koki?" Tanya Ellia mengikuti langkah Gavin.
"Dapur sudah penuh bahan masakan. Terus pungut saja semua itu, lagian itu akan menjadi sampah kalau tak kamu ambil." Ucap Gavin santai sambil berlalu pergi berjalan lebih cepat mendahului Ellia.
Ellia mengartikan perintah Gavin artinya ia boleh membawa jamur dan blueberrynya tadi dan ia tetap boleh juga mencarinya lagi.
"Dasar! Sepertinya mulutnya memang susah untuk mengatakan hal-hal baik." Gerutu Ellia, melihat Gavin yang semakin menjauh.
Gavin terus berjalan meninggalkan Ellia tanpa menoleh lagi ke belakang. Lalu ia merogoh sakunya, Ternyata ia membawa sapu tangan Ellia beserta buah blueberry di meja tadi. Melihat hal itu sudut bibir Gavin sedikit terangkat mengingat kejadian tadi. Dia merasa puas sudah mengerjai gadis kecil itu. Gavin terus berjalan sambil memakan buah blueberry dari Ellia.
"Tidak buruk." Gumamnya lirih, hanya untuk dirinya sendiri.
.
.
.
Bersambung ...