Cintaku Luar Biasa
“Tidak usah dendam, memang sudah jalan hidupmu begitu. Terima saja. Jangan juga salahkan Nak Ardi, dia memilih gadis yang tepat dan itu bukan kamu.”
Rumi mengusap air matanya, teriakan di luar kamar seakan memakan telinga. Halimah -- bibinya -- terus mengoceh menasehati. Padahal ia tidak melakukan kesalahan.
Niat pulang kampung hendak mengunjungi Paman dan Bibi yang sudah menampungnya sejak kepergian orang tua, sekaligus menghadiri lamaran sepupunya -- Mela -- malah berakhir dengan sakit hati.
Rumi dan Mela sama-sama bekerja, meski tidak satu perusahaan. Keduanya harus kost karena tempat tinggal mereka berada di pedesaan. Selama tinggal bersama dalam kamar kost, tidak pernah Rumi mengenal siapa kekasih Mela. Namun, tahu kalau sepupunya itu memiliki kekasih dan gaya pacaran mereka agak mengkhawatirkan. Kadang Mela tidak pulang, atau pergi seharian saat libur. Nasihat Rumi pun percuma, karena Mela akan membalas dengan ocehan panjang kali lebar yang intinya tidak ikut campur.
“Mela sudah bahagia dengan Ardi yang bukan jodoh kamu.”
Rumi membuka lemari pakaian dan memindahkan ke dalam koper di atas ranjang. Keputusannya sudah bulat, sementara ia akan tinggal di kost dan tidak akan pulang sampai hatinya bisa menerima semua.
Mela yang mendadak pulang seminggu kemarin tanpa pamit dan Rumi diminta segera pulang saat weekend, berujung pada kenyataan yang mengiris hati. Mela akhirnya menikah tadi malam karena sudah hamil. Masalahnya adalah pria yang menikahi Mela itu Ardi, kekasihnya.
“Perasaan aku nggak jelek-jelek amat, hanya kurang cantik saja. Kalau harga skincare merakyat mungkin aku bisa lebih cantik,” gumam Rumi saat menatap wajahnya di cermin.
Sudah menghapus jejak air mata dan berusaha menunjukan wajah biasa. Tidak ingin terlihat dirinya sedih atau terpuruk karena patah hati.
“Rumi, kamu dengar tidak?” teriak bibi. Padahal dinding dan pintu kamar bukan terbuat dari baja apalagi kayu berkualitas yang harganya selangit, bisa dipastikan bicara lirih pun akan terdengar.
“Dengar Bi,” sahut Rumi lalu membuka pintu kamar.
“Mau kemana kamu?” tanya Bibi lagi melihat koper dan tas besar ada di belakang tubuh Rumi.
“Balik ke Surabaya.” Menjawab dengan lirih.
“Kamu nggak akan nyusul Mela dan Ardi ke Jakarta ‘kan?” Rumi menggeleng pelan.
Ardi dan Rumi sebenarnya satu kantor. Jabatan sebagai manager marketing dan Rumi asistennya. Minggu lalu Ardi sudah dipindah tugas ke kantor pusat di Jakarta, dengan janji manis kalau hubungan mereka akan segera diresmikan dalam pernikahan secepatnya. Nyatanya janji manis itu ditepati dengan wanita yang lain bukan dengan Rumi.
“Aku pamit balik ke kosan.”
Kepergian Rumi dibiarkan saja oleh Bibi dan Paman yang membisu melepas kepergiannya. Entah karena rasa bersalah karena putrinya sudah merebut kekasih sang keponakan. Entahlah, hanya pria itu yang tahu.
***
“Mutasi?”
“Iya, Pak,” jawab Rumi dengan yakin.
Saat ini ia sedang menemui HRD, mengajukan mutasi. Dengan hasil kerjanya selama ini, tidak akan sulit mendapatkan persetujuan permohonan. Yang membuatnya menjadi perhatian, Rumi mengajukan mutasi ke kantor cabang di Jawa Barat. Yang mana ia tahu sedang membutuhkan banyak tim, terutama untuk proyek pembangunan di pelosok desa.
“Rumi, kalau pengajuan kamu ke pusat atau cabang yang lebih besar nggak aneh ya, tapi ini … Bandung. Kamu yakin? Yang kamu tuju lokasinya bukan di pusat kota, masih tiga jam dari pusat kota.”
“Saya yakin, Pak. Tolong disetujui secepatnya.”
Anggap saja ia putus asa, yang jelas hanya ingin ke tempat baru dan tidak akan mengingatkan tentang penghianatan Ardi dan Mela. Meski harap-harap cemas, ia tetap menjalankan tugasnya secara profesional.
Isu di kantor santer kalau ia patah hati karena diputuskan oleh Ardi yang sudah hengkang ke Jakarta, tentu saja dengan karir yang lebih cemerlang.
Saat fokus menatap layar monitor, dahinya mengernyit membaca email yang masuk dari Ardi. Mungkin saja Ardi menghubungi, tapi tidak berhasil karena kontak pria itu langsung diblokir setelah menyaksikan menikahi Mela dan duduk berdampingan saat melaksanakan ijab qabul.
Tangan Rumi menggerakan mouse untuk mengklik email tersebut, khawatir kalau isinya ada hubungan dengan pekerjaan. Nyatanya ….
[Rumi, aku tahu kamu kecewa. Maafkan aku, janji kita harus berakhir begini. Aku bukan berkhianat, tapi mencari wanita yang lebih layak mendampingiku. Jabatan General manager tinggal selangkah lagi, tidak menutup kemungkinan aku akan menjadi kepala cabang atau direktur di kantor pusat. Cita dan asaku sangat tinggi dan kamu tidak bisa mengimbangi. Kamu terlalu biasa untuk aku yang akan luar biasa. Jangan membenci Mela, dia yang pantas untukku. Lebih cantik dan modern. Semoga kamu akan mendapatkan pria yang lebih pantas untukmu dengan cintamu yang biasa saja]
Rumi berdecak, entah harus tertawa atau menangis membaca pesan yang isinya hinaan dan kesombongan dari seorang Ardi. Dua tahun mengenal pria itu dan setahun menjalin hubungan, kini pertanyaan dibenaknya kenapa bisa jatuh cinta. Sepertinya Rumi sedang buta karena cinta memang buta.
“Pantas untuk kamu adalah wanita yang bisa kamu hamili sebelum menikah,” gumam Rumi. “Mereka memang berjodoh, penghianat dengan pengkhianat dan cintaku yang luar biasa ini tidak pantas untukmu.”
Tidak sampai satu minggu, surat tugas mutasi sudah diterima oleh Rumi. Meninggalkan Surabaya dengan perasaan sedih dan kecewa, berharap hatinya bisa terobati dan tertata lagi di tempatnya yang baru.
Tiba di lokasi tujuan, kantor pengawasan dan pengerjaan proyek perumahan Iniland property. Perumahan bersubsidi untuk masyarakat menengah ke bawah. Rumi menarik nafasnya menatap kantor di hadapannya. Kantor dengan dua lantai, bahkan tidak ada lift apalagi ruangan khusus seperti fasilitas yang pernah dia terima.
Tidak ada security yang menyambut dan membuka pintu lobby, banyaknya pekerja di sana adalah pengawas dan pelaksana proyek. Rumi menghampiri meja informasi di mana seorang pria terlihat sibuk sambil merokok dan menatap layar komputer.
“Selamat siang, saya Rumi--”
Tidak ingin menjadi perhatian, Rumi merubah penampilan. Mengenakan kacamata menguncir rambutnya. Setelan yang digunakan hanya celana panjang dengan blouse dan dilapisi blazer lengkap dengan sepatu pantofel. Bahkan wajahnya hanya dipoles bedak tipis dan lip balm. Sangat jauh berbeda dengan penampilannya saat masih di Surabaya.
\=\=\=\=
Hai ketemu lagi sama akuuuu, baca terus sampai tamat ya, jangan tabung bab 🥰🥰😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Siti Ariani
mela cuma cantik penampilannya doang tapi hatinya gak, dilihat dr gak ada rasa bersalah merebut pacar rumi, ntar kalo udah gak cantik lagi si Mela apa mau ditinggain juga sama si Ardi 😏
2025-01-02
0
SakhaNya
Akhirnya setelah lama menghilang othor datang lagi👏👏👏🥳
2025-01-01
1
Dewi Purnomo86
aaaaahhhh ketemu lagi dengan cerita kakak Dtyas....../Grin//Grin//Grin/seneng rasanya....
2025-01-02
0