Riri, gadis polos nan baik hati, selalu mendapatkan penderitaan dari orang-orang di sekitarnya. Kehangatan keluarganya sirna, orang tua yang tak peduli, dan perlakuan buruk dari lingkungan membuat kepercayaan dirinya runtuh. Di tengah kebaikannya yang tak pernah lekang, Riri harus berjuang melawan luka batin yang mendalam, merangkak dari kehancuran yang disebabkan oleh mereka yang seharusnya melindunginya. Akankah Riri mampu bangkit dari keterpurukan dan menemukan kembali harapannya? Atau akankah ia selamanya terjebak dalam kegelapan yang menyelimuti hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Fox_wdyrskwt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
༺ ༻ BAB 24 ༺ ༻
...✧༺♥༻✧...
Riana, didorong oleh rasa takut dan ingin menyelamatkan dirinya sendiri, terus menambahkan cerita yang tidak pernah terjadi. Ia mengatakan bahwa RiRi sering menjelek-jelekkan mereka di belakang mereka, bahkan menambahkan detail-detail yang sangat lebay dan tidak masuk akal.
Ia menciptakan cerita yang membuat RiRi terlihat sangat buruk di mata teman-temannya.
Ia menambahkan detail-detail yang menciptakan kesan bahwa RiRi adalah orang yang jahat, iri hati, dan suka membicarakan keburukan orang lain. Ia menceritakan hal-hal yang tidak pernah dilakukan RiRi, menciptakan suasana yang sangat negatif terhadap RiRi.
Tujuannya hanya satu: menyelamatkan dirinya sendiri dari kemarahan teman-temannya dan menghindari konsekuensi yang mungkin akan ia terima jika ia tidak mengungkapkan sesuatu.
Riana merasa sangat bersalah karena telah berbohong. Namun, rasa takut dan ingin menyelamatkan dirinya sendiri lebih kuat daripada rasa bersalahnya. Ia menyesali perbuatannya, namun sudah terlambat untuk berubah.
Riana memperlihatkan sifat sebenarnya yang licik dan egois. Ia tidak memiliki keberanian untuk menghadapi konsekuensi dari perbuatannya. Ia lebih memilih untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan cara yang tidak benar.
Setelah jam istirahat, RiRi kembali ke kelas. Suasana kelas sangat berbeda dari sebelumnya. Tatapan teman-temannya sangat dingin dan asing. RiRi merasakan suasana yang sangat tidak nyaman.
Ia merasakan kesepian yang mendalam. Ia sadar bahwa hal ini akan terjadi lagi. Mungkin mereka akan melakukan hal-hal buruk lagi kepadanya.
RiRi berdiri sendirian di pojok kelas, seperti yang sering ia lakukan. Ia terbiasa untuk sendirian. Ia tidak lagi mengharapkan kehangatan dan persahabatan dari teman-temannya. Ia hanya ingin waktu cepat berlalu agar ia bisa pulang ke rumah.
RiRi merasa sangat sedih dan kesepian. Ia merasakan kecewa yang mendalam terhadap teman-temannya. Ia tidak pernah menyangka bahwa teman-temannya akan melakukan hal seperti ini kepadanya.
RiRi merasa terluka dan teraniaya. Ia merasakan bahwa ia telah dikhianati oleh orang-orang yang pernah ia anggap sebagai teman. Ia merasakan ketidakadilan yang sangat mendalam.
Setelah jam pulang sekolah, RiRi mencari Riana. Ia ingin mengetahui kebenaran dari Riana langsung. Ia mengatakan segalanya dengan suara yang gemetar karena kesedihan dan kemarahan.
RiRi "Riana! Kau bicara apa kepada mereka? Apa yang kau katakan? Kau memfitnahku!"
Riana, dengan wajah yang tak menunjukkan rasa bersalah, malah menunjukkan sikap yang sangat kasar dan tidak peduli.
Riana "Ih… apa sih? Sok tahu kau! Dih, sana! Jangan dekat-dekat!"
RiRi menatap kosong ke depan. Ia merasakan penghianatan yang sangat dalam. Ia percaya kepada Riana, namun Riana telah mengkhianatinya. Riana telah berjanji untuk tidak mengatakan apapun, namun ia berbohong dan memfitnah RiRi.
RiRi merasa sangat terluka dan hancur. Ia tidak percaya bahwa Riana bisa melakukan hal seperti ini kepadanya. Ia merasakan kekecewaan yang sangat mendalam.
RiRi merasakan kemarahan yang membara. Ia ingin meminta pertanggungjawaban Riana, namun ia tidak tahu bagaimana caranya. Ia merasakan ketidakberdayaan yang sangat mendalam.
RiRi menarik napas dalam-dalam. Air matanya mengalir di pipinya, namun ia mencoba untuk tetap kuat. Ia tidak akan membiarkan Riana lolos begitu saja. Ia akan mempertahankan dirinya.
RiRi menghapus air matanya dan menatap Riana dengan tatapan yang tegas.
RiRi "Kau tahu, Riana, aku percaya padamu. Aku anggap kau teman. Tapi kau… kau mengkhianati kepercayaanku. Kau berbohong."
"Kau memfitnahku. Kau menambahkan cerita-cerita yang tidak pernah terjadi. Apa tujuanmu? Untuk menunjukkan bahwa kamu lebih baik dariku?" RiRi mendekati Riana dengan tatapan yang tajam.
RiRi "Aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja. Aku akan memberi tahuku kepada semua orang tentang kebohonganmu. Mereka berhak mengetahui kebenaran. Dan aku… aku tidak akan memaafkanmu."
RiRi merasa sangat marah dan kecewa terhadap Riana. Ia tidak akan membiarkan Riana menghilangkan martabatnya. Ia akan mempertahankan dirinya dan mengungkapkan kebenaran.
RiRi merasakan kekuatan yang baru. Ia tidak lagi lemah dan takut. Ia akan berjuang untuk keadilan dan kebenaran.
Riana "Coba saja! Emang mereka akan percaya padamu? Tentu saja tidak, kan?"
"Jadi, percuma saja kau mengancamku!"
Perkataan Riana menusuk hati RiRi. RiRi hanya diam dan menunduk. Air matanya mengalir deras. Ia melihat Riana pergi tanpa menunjukkan sedikitpun rasa bersalah.
Dalam hatinya, RiRi bergumam "Oh, iya, benar juga kata Riana… Ya sudahlah… Emang takdirku selalu dikhianati… Aku tidak percaya lagi pada siapapun… Aku tidak akan percaya pada siapapun…"
RiRi terus bergumam dalam hatinya. Ia merasakan kekecewaan yang sangat mendalam. Ia telah dikhianati oleh orang yang pernah ia percaya. Ia merasakan kesepian yang mendalam. Ia tidak lagi percaya pada siapapun. Ia merasa bahwa ia harus menghadapi semua ini sendirian.
RiRi merasa sangat putus asa. Ia tidak lagi memiliki energi untuk berjuang. Ia hanya ingin menyendiri dan melupakan semua yang telah terjadi.
RiRi menutup hatinya untuk orang lain. Ia takut untuk percaya lagi kepada siapapun. Ia merasa bahwa ia harus kuat dan menghadapi semua ini sendirian.
...✧༺♥༻✧...
Hari-hari berikutnya terasa berat bagi RiRi. Sekolah terasa seperti tempat yang asing dan menakutkan. Tatapan teman-temannya masih terasa menusuk, meskipun sebagian mungkin mulai ragu dengan cerita Riana.
Namun, luka penghianatan dari Riana terasa lebih dalam daripada hinaan teman-temannya. Ia menarik diri lebih jauh, lebih senyap dari sebelumnya. Ia hanya fokus pada belajar, menghindari kontak mata, dan mencoba untuk tidak terlalu memikirkan kejadian itu.
Di rumah, RiRi mencurahkan perasaannya ke dalam jurnal. Ia menulis tentang kekecewaannya, kemarahannya, dan juga rasa sakit yang ia rasakan.
Menulis membantunya untuk mengeluarkan semua perasaan yang ia pendam. Namun, di balik semua itu, ada seberkas kecil kekuatan yang mulai tumbuh di dalam hatinya.
Suatu sore, sambil melihat foto lama bersama keluarganya, RiRi tersenyum sedikit. Kenangan hangat bersama keluarga membuat hatinya sedikit lebih lega.
Ia tersadar bahwa ia tidak sendirian. Ia masih memiliki keluarga yang mencintainya. Dan itu cukup untuk memberinya kekuatan untuk melewati masa-masa sulit ini.
RiRi mulai menyadari bahwa ia tidak sendirian. Keluarga dan kekuatan batinnya akan membantunya melewati masa sulit ini.
RiRi perlahan mulai bangkit dari keterpurukannya. Ia belajar untuk memaafkan, meskipun mungkin tidak melupakan.
Hari-hari berlalu. RiRi tetap duduk sebangku dengan Riana, namun jarak di antara mereka terasa lebih jauh dari sebelumnya.
RiRi fokus pada belajar dan menulis di buku diary-nya, sebagai pelarian dari kenyataan pahit yang ia alami. Namun, ke privasian-nya kembali dilanggar.
Di jam istirahat, ketika RiRi tidak ada di kelas, Aida mengambil buku diary RiRi dari atas meja. Yola, Amel, dan Rika ikut melihat. Mereka membaca isinya dengan seenaknya.
Aida "Ih, apa ini… alay!"
Yola "Coba lihat…"
Rika "Lah, dia nulis nama kita!"
Amel "Hati-hati, disantet, hahaha!"
RiRi merasa marah dan sakit hati ketika mengetahui ke privasian-nya dilanggar. Ia tidak percaya bahwa teman-temannya bisa sekejam itu.
RiRi merasa kecewa dan sedih karena ia telah memberikan kepercayaan kepada teman-temannya, namun mereka menghilangkan kepercayaan itu.
Yola "Apa ini? Isinya aneh! Gak ngerti dia nulis apa. Bintang-bintang dan bulan…"
Amel "Ohhh, mungkin ini maksudnya terasing! Whahaha!"
Aida "Coba baca lagi!"
Mereka terus membaca, mereka melanggar sebuah Privasi Seseorang, sebuah kejahatan besar, dan mengolok-olok isi buku diary RiRi.
Mereka tidak mengerti maksud dari tulisan RiRi, namun mereka terus membacanya dan tertawa tanpa memikirkan perasaan RiRi.
Mereka memperlakukan buku diary RiRi seperti mainan dan tidak menghargai keprivasian RiRi. Mereka sama sekali tidak memiliki rasa empati dan simpati terhadap RiRi.
Amel, Aida, Yola, dan Rika menunjukkan sifat mereka yang tidak menghargai privasi orang lain dan gemar mengejek. Mereka tidak memiliki rasa empati dan simpati.
RiRi akan sangat kecewa dan marah besar jika ia mengetahui buku diary-nya dibaca dan diejek oleh teman-temannya. Ia akan merasa sangat terluka dan dikhianati.
...✧༺♥༻✧...
...Bersambung…...