Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24.
"Kalau begitu, kalian bertiga akan diantar Nico. Ayo sarapan cepat, dan segera beli apa yang kau butuhkan." Perintah Ervan.
Semua bahan yang dibutuhkan oleh Sabila sudah terbeli, kini dia sedang asik membuat kue dibantu oleh Mbok Jum. Laras sendiri sesudah pulang belanja, dia izin untuk pergi kuliah.
"Apa mbok Jum tidak capek? Lebih baik istirahat saja, ini biar aku yang kerjakan." Kata Sabila.
Mbok Jum tersenyum, "Tenang saja, Non. Mbok suka kalau ada kegiatan begini. Kalau bisa setiap hari saja terima orderannya." Ucapnya sembari tertawa kecil.
Sabila pun ikut tersenyum bahagia.
...****************...
Er Emerald Corp
Entah angin apa yang membuat Ervan hari ini ingin berkeliling kantor. Semua ruangan divisi dia kunjungi, tak luput satu pun termasuk ruangan para OB dan OG.
Saat berada di ruangan OB, Ervan menarik sudut bibirnya. Dia melihat Burhan yang tengah menyimpan alat tempurnya yang baru. Yups, Burhan kini menjadi seorang OB. Selain mencuri hasil kerja rekannya, ternyata dia juga ketahuan menggerogoti uang perusahaan. Tak ingin masuk penjara, akhirnya dia menerima usulan untuk menjadi seorang OB.
"Istrinya di penjara, sekarang dia jadi OB. Nikmati saja semuanya, ini belum seberapa." Gumam Ervan.
Hari ini dia ingin memberi pelajaran pada Hendra, tapi mengingat pernikahan Edward dan Risma yang harus segera dilaksanakan maka dia mengurungkan niatnya.
"Nico! Apa kau sudah mengurus semuanya?" Ervan bertanya melalui sambungan telepon.
"Sudah, Tuan." Jawab cepat Nico.
"Kalau begitu kita bertemu di rumah papa ku." Ervan menyudahi panggilannya.
Dia bergegas pulang, untuk menyelesaikan masalahnya dan Edward. Setelahnya harus menikahkan adiknya itu dan Risma.
Dalam perjalanan pulang ke kediaman papanya, Ervan tidak sengaja melihat Sabila di sebuah rumah elit satu kompleks dengan perumahan keluarganya.
Di rumah itu seperti sedang mengadakan pesta, menurut Ervan mungkin pemilik rumah ini yang mengorder makanan pada Sabila
Ervan membiarkan Sabila sibuk dengan pekerjaannya. Dia tidak ingin mengganggu aktivitas wanita yang sudah mencuri hatinya.
Dia memilih melanjutkan perjalanannya ke rumah sang papa yang berjarak tiga rumah dari tempat Sabila berada.
...****************...
Kediaman Sanjaya
Deru mesin mobil Ervan, membuat Mama Lena yang sedang duduk santai menikmati pijatan para maid terkejut.
Dia refleks berdiri dan meminta para maid menjauh darinya. Tanpa dia tau sejak masuk gerbang, Ervan sudah melihat kelakuannya.
"Wanita ini tidak pernah berubah, bertindak sesuka hatinya saja."
"Brakk!" Suara pintu mobil yang dibanting oleh Ervan.
Ervan melangkah masuk ke rumah sang papa, dia tidak sama sekali melirik ke arah mama tirinya itu. Rasa bencinya hanya bisa disalurkan dengan sikap dingin, Ervan selalu menjaga agar tidak berbuat kasar pada wanita manapun.
Awalnya Ervan menerima mama Lena sebagai bagian dari keluarganya, bahkan menyayanginya sama seperti mama kandungnya sendiri. Tapi sejak Ervan mengetahui tujuan Mama Lena, rasa itu telah dikubur dalam olehnya.
Semuanya berawal dari perjodohan sepihak oleh Mama Lena. Tanpa persetujuannya, bahkan mama papanya pun tidak tahu, mama Lena menjodohkan Ervan dengan keponakannya.
Saat Ervan ingin menanyakan langsung, tidak sengaja dia mendengar percakapan mama Lena.
Flash Back On
"Gak bisa gitu, Pa! Ervan tanyakan dulu ke Mama Lena." Ucapnya kemudian segera naik ke lantai 2.
Pintu mama Lena tidak tertutup rapat, saat hendak masuk Ervan tidak sengaja mendengar percakapan mama dan calon tunangannya.
"Kamu harus berusaha tampil baik di hadapan Ervan. Dia itu tidak berani kasar sama perempuan."
"Tapi aku takut Tante. Bagaimana kalau sampai ketahuan?"
"Tenang saja, setelah kalian tunangan Tante akan mengurus Ervan. Kalau kamu jadi tunangannya, obat itu bisa setiap hari diberikan padanya. Dengan begitu dia akan jadi orang bodoh dan kita bisa menguras hartanya sedikit demi sedikit."
"Aku ikut pengaturan Tante saja."
Flashback off
Itulah sebabnya Ervan tidak pernah sekalipun menerima perjodohan itu. Papanya, Tuan Sanjaya juga tidak bisa memaksa Ervan, ini adalah kehidupan anaknya dia tidak bisa mencampuri kecuali menasehati.
"Ervan! Kamu datang kok gak bilang-bilang sih." Mama Lena bergegas menyambut anak tirinya yang paling berkuasa.
Ervan berdecak, sejak kapan dia harus laporan pada wanita ini kalau mau menemui orangtuanya.
"Ck, Aku datang menemui orang tua ku. Apa perlu melapor terlebih dahulu?" Ucap Ervan yang sekaligus memperhatikan penampilan mama Lena yang berlebihan.
"Apa mama Lena sudah beralih profesi? Kenapa penampilan mama seperti LC club' malam?" Mama Lena membulatkan matanya, belum sempat dia bicara Ervan lebih dulu meninggalkan nya.
"Kam...."
"Dasar anak sialan!" Gumamnya lirih.
"Selamat datang, Tuan!" Ucap para maid.
"Dimana mama dan papa ku?" Tanyanya.
"Tuan dan Nyonya baru saja ke Gazebo belakang." Ucap salah satu maid. Ervan pun melangkah pergi ke tempat yang dimaksud.
*** ***
Di tempat Sabila berada
Suasana yang penuh kehikmatan berlangsung, acara syukuran yang rutin dilakukan setiap bulan ini membawa kebahagiaan tersendiri bagi Sabila.
Sebenarnya yang memesan nasi box itu adalah sahabat Sabila. Sudah hampir 3 tahun kegiatan ini dilakukan.
Saat semua anak panti pulang, tinggallah Bila dan sahabatnya menikmati kebersamaan. Jarang-jarang mereka bisa kumpul seperti saat ini.
"Bila! Sebelumnya aku pergi ke kontrakan mu. Tapi menurut orang yang tinggal disekitar kau tidak tinggal disana lagi." Tanya Jena, sahabat Sabila.
Cukup lama mereka saling diam sampai akhirnya Jena pun membuka suaranya, karena melihat raut wajah Sabila yang berubah sendu.
"Apa kau punya masalah sampai sepanjang acara tadi kau menampilkan senyuman palsu?" Tanya Jena.
Sabila menggelengkan kepala. Rasa sakit yang dia rasa cukup dirinya saja yang tahu, tak perlu membaginya dengan orang lain.
"Apa kamu sakit, Sabila? Tubuhmu terlihat lebih kurus dari sebelumnya." Ucapan Jena membuat Sabila tersenyum, sahabatnya ini selalu memperhatikan detil dirinya.
"Oh ya, Si Hendra itu kemana? Tumben dia tidak mengekor hari ini! Apa dia sudah punya banyak uang, jadi tidak tertarik dengan hasil catering hari ini?"
"Sekarang dia punya kesibukan lain."
"Biasanya walau sesibuk apapun dia, pasti kalau urusan uang akan diusahakan hadir. Apa jangan-jangan...?" Jena menaik turunkan alisnya menggoda Sabila.
"Jangan-jangan apa?! Tidak usah berpikiran yang aneh-aneh."
"Hmm, iya iya. Lagian kan bukan tanpa sebab juga aku berkata seperti itu." Jena memajukan bibirnya 5 cm, membuat Sabila tersenyum karena gemas.
"Baru 2 bulan kalian menikah, tapi banyak perubahan pada dirimu. Dulu kamu wanita karir, La. Cantik terurus, badan berisi tidak seperti sekarang kurus begini."
Sabila menoleh pada jena kemudian menarik telinga nya. "Oh, jadi maksudmu aku sudah tidak cantik lagi. Apa aku sudah seperti nenek-nenek karena kurus?" Ucap Sabila.
"Ahhh, Bila! Ampun!"
Sabila puas menjewer Jena, mereka tertawa lepas. Jena menoleh ke arah Sabila, kini senyum yang terlihat adalah senyum tanpa beban.
"Tetaplah menjadi wanita kuat, Sabila." Gumamnya dalam hati.