Ana terpaksa menikah dengan seorang pria lumpuh atas desakan ibu dan kakaknya demi mahar uang yang tak seberapa. Pria itu bernama Dave, ia juga terpaksa menikahi Ana sebab ibu tiri dan adiknya tidak sanggup lagi merawat dan mengurus Dave yang tidak bisa berjalan.
Meskipun terpaksa menjalani pernikahan, tapi Ana tetap menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri dengan ikhlas dan sabar. Namun, apa yang didapat Ana setelah Dave sembuh? Pria itu justru mengabaikannya sebagai seorang istri hanya untuk mengejar kembali mantan kekasihnya yang sudah tega membatalkan pernikahan dengannya. Bagaimana hubungan pernikahan Ana dan Dave selanjutnya? Apakah Dave akan menyesal dan mencintai Ana? atau, Ana akan meninggalkan Dave?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tidak Peduli
Dave hanya berdiri di tempatnya, matanya tetap terarah pada Ana yang berjalan menjauh dengan kepala tegak. Biasanya, Ana hanya diam dan menunduk ketika ia mengucapkan kata-kata tajam. Tapi malam ini berbeda.
Malam ini, Ana melawan.
Dave mengepalkan rahangnya, perasaan tidak nyaman mulai muncul di dadanya.
"Apa yang baru saja terjadi?"
Ana selalu menjadi sosok yang menurut dan jarang membantah, tapi kali ini, wanita itu benar-benar menentangnya. Bahkan berani meninggalkannya di sini.
Dengan napas yang mulai berat, Dave meraih ponselnya dan menekan nomor Andre.
“Cari Ana,” ucapnya begitu panggilan tersambung.
Andre, yang sudah terbiasa dengan perintah-perintah singkat Dave, langsung menjawab, “Baik," jawab Andre tanpa bertanta apapun.
Setelah menutup telepon, Dave masuk ke dalam mobilnya dibantu supir pribadinya yang biasa dipanggil Pak Wen. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.
Kenapa ia merasa tidak suka melihat Ana pergi seperti itu?
___
Sementara itu, Ana terus berjalan di trotoar, mencoba mencari taksi yang bisa membawanya pulang. Malam ini terasa lebih dingin dari biasanya, atau mungkin karena hatinya yang begitu terluka.
Ia lelah.
Lelah terus diperlakukan seperti tidak ada. Lelah terus menahan kata-kata yang sebenarnya ingin ia ucapkan.
"Sepertinya kalau aku kabur jauh dari Dave dan ibu, pasti hidupku akan tenang. Tapi kemana? kabur pun butuh uang," ucap Ana yang merasa serba salah.
Tiba-tiba, sebuah mobil hitam berhenti di dekatnya.
Jendela terbuka, dan wajah Andre muncul dari dalam. “Ana, tolong masuk ke dalam mobil.”
Ana menghela napas, ternyata Dave tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. "Ah, bajingan itu pasti mengirim Andre untuk mencariku," gumam Ana dalam hati.
Tapi malam ini, Ana ingin melakukan sesuatu yang berbeda.
“Aku tidak butuh tumpangan, Andre,” ucapnya dengan tenang. “Aku bisa pulang sendiri.”
“Dave memintaku untuk menjemputmu, membawamu pulang.” Kata Andre yang terlihat sangat sabar.
Ana mendengus pelan. “Kalau begitu, bilang pada Dave kalau aku tidak membutuhkan bantuannya.”
Tanpa menunggu jawaban, Ana kembali melangkah, meninggalkan Andre yang terdiam di dalam mobil.
Mungkin ini hanya hal kecil, tapi bagi Ana, ini adalah langkah pertama untuk menunjukkan bahwa ia bukan lagi perempuan yang bisa diperlakukan semaunya oleh Dave.
Sambil berjalan di trotoar, memandangi layar ponselnya dan menunggu balasan dari orang yang ia hubungi.Namun, sebelum sempat mendapatkan jawaban, sebuah tangan menarik pergelangan tangannya dengan cukup kuat.
“Ayo masuk ke mobil, Nona Ana,” suara Andre terdengar tegas di telinganya.
Ana terkejut. “Andre, lepaskan! Aku bisa pulang sendiri!”
Andre menghela napas panjang, tetap menggenggam tangan Ana dengan erat. “Dave memerintahkan aku untuk memastikan Anda pulang dengan selamat. Nyawaku pasti akan digantung Dave kalau kau tidak pulang bersamaku."
“Aku bilang aku bisa pulang sendiri!” Ana berontak, tapi tenaga Andre jauh lebih kuat.
“Jangan buat keadaan semakin sulit, Ana,” ucap Andre dengan nada sabar, meski wajahnya jelas-jelas menunjukkan kalau dia lelah berdebat. "Jangankan nyawamu, nyawaku saja bisa hilang kalau kita tidak menurut pada Dave."
Ana masih melawan, tapi ketika ia mencoba menarik tangannya kembali, perutnya berbunyi.
Andre meliriknya dengan tatapan penuh arti. “Dave tidak memberimu makan?" tanya Andre yang merasa heran.
Ana terdiam.
Ia tidak bisa mengelak. Sejak pagi, ia belum makan apa pun. Dan tadi di restoran, Dave bahkan tidak memesankan makanan untuknya. Andre melihat reaksi Ana dan tersenyum kecil. Ia akhirnya menemukan kelemahan gadis itu.
“Kalau kau masuk ke dalam mobil sekarang, aku janji akan membelikan makanan sebelum kita pulang,” bujuk Andre.
Ana menatapnya curiga. “Kau serius?”
“Sangat serius,” Andre mengangguk meyakinkan.
Ana masih ragu, tapi perutnya kembali berbunyi lebih keras. Akhirnya, dengan wajah sebal, Ana menyerah. “Baiklah,” katanya malas, lalu masuk ke dalam mobil dengan enggan.
Andre tersenyum puas dan menutup pintu mobil.
Sesuai janjinya, Andre mampir ke restoran cepat saji terdekat dan membelikan Ana makanan.
Mereka duduk di dalam mobil, Ana dengan semangat langsung menyantap makanannya.
Andre memperhatikannya sambil menyetir. “Makan yang banyak, Ana. Dave tidak akan membiarkanmu kenyang."
Ana mendelik tajam. “Aku tidak peduli.”
Andre terdiam.
Ana makan dengan lahap, seolah melampiaskan semua emosi yang ia pendam sejak tadi.
“Tapi makanlah yang cepat,” kata Andre kemudian. “Makanannya harus habis sebelum kita sampai di rumah.”
Ana menghentikan suapannya, menatap Andre dengan bingung. “Kenapa?”
Andre tersenyum kecil. “Kalau Dave tahu Anda makan di luar, saya bisa mendapat masalah.”
Ana mengangkat alisnya. “Kenapa kau harus takut pada Dave?”
Andre tidak langsung menjawab, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang sulit diartikan.
“Percaya saja padaku, Nona Ana,” katanya pelan. “Lebih baik Dave tidak tahu.”
Ana menatapnya sesaat, lalu melanjutkan makan dengan lebih cepat. Malam itu, sebelum pulang ke rumah, setidaknya Ana merasa sedikit lebih baik.
___
Setelah memastikan Ana menyelesaikan makanannya, Andre melajukan mobil dengan tenang menuju rumah. Ana menyandarkan kepalanya ke kursi, merasa sedikit lebih baik setelah perutnya terisi.
Namun setelah beberapa waktu, saat mobil memasuki halaman rumah, kegelisahan mulai muncul di dadanya. Ketika Andre menghentikan mobil dan membuka pintu untuknya, Ana menghela napas panjang sebelum turun.
Namun, begitu masuk ke dalam rumah, mereka disambut oleh tatapan tajam Dave yang sudah menunggu di ruang tengah.
Dave duduk di kursi roda dengan ekspresi gelap dan dingin, jari-jarinya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan ritme lambat.
Ana langsung merasa tegang.
"Kenapa lama?" suara Dave terdengar rendah, tapi penuh tekanan.
Ana tidak menjawab, memilih menatap ke arah lain.
Dave mengalihkan pandangannya ke Andre.
“Andre, aku menyuruhmu memastikan Ana pulang. Tapi kau malah membawanya keluyuran?”
Ana menoleh ke Andre, merasa sedikit bersalah karena pria itu bisa dalam masalah gara-gara dirinya.
Namun, sebelum Ana sempat berbicara, Andre tetap tenang dan menjawab dengan profesional.
“Ana kelaparan, Dave. Aku membelikannya makanan sebelum pulang.”
Dave menatap Ana tajam. "Kelaparan?"
Ana menelan ludah. “Aku belum makan sejak pagi.”
Dave menyipitkan matanya. "Itu bukan salahku."
"Dasar manusia tidak punya hati!" hardik Ana dengan perasaan kesal.
"Aku tidak peduli!" seru Dave.
Ana terdiam, meremas jemarinya sendiri. Ia tahu Dave tidak akan pernah merasa bersalah atas apa pun.
Dave mengalihkan tatapannya kembali ke Andre.
“Lain kali, jangan bertindak di luar perintahku.”
“Baiklah,” Andre menjawab, meskipun ekspresinya tetap tenang dan tak menunjukkan rasa takut. Hanya saja malam ini Andre sedang malas untuk berdebat dengan Dave.
Dave menurut kursi rodanya untuk mendekati Ana. Ia berhenti tepat di depannya, menatapnya dari atas ke bawah. Ana tetap diam, tidak ingin menunjukkan kelemahannya.
Lalu, dengan nada rendah namun tajam, Dave berkata, “Jangan pernah mengulanginya lagi.”
Ana menggigit bibirnya, tapi kali ini, ia tidak mengangguk atau menunduk. Ia tidak mau terus berada di bawah kendali Dave selamanya.
eh.... ada lagi kak othor, dave kan lumpuh kenapa tiba² jalan😭
kalo aku jadi ana, pasti aku akan minta uang bulanan. taat boleh tapi kesejahteraan diri harus prioritas🤭🤣