Reno, adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Papanya memiliki jabatan yang tinggi di suatu instansi pemerintah dan mamanya seorang pengacara terkenal, kakanya jebolan sekolah kedinasan yang melahirkan Intel negara. Sementara dia anak tengah yang selalu dibanding-bandingkan dengan kesuksesan sang Kaka, berprofesi sebagai TNI berpangkat Bintara. Tapi Reno adalah anak yang penurut dan paling berbakti pada kedua orangtuanya.
Keinginannya menjadi seorang TNI karena kejadian luar biasa yang mempertemukan dirinya dengan sosok yang sangat dia kagumi, sosok idola yang merubah hidup dan cara pandangnya.
Hingga pada suatu hari takdir mempertemukan Reno dengan Kanaya yang membantu cita-citanya menjadi seorang TNI terwujud.
Kanaya menemani Reno dari nol karena Reno tidak mendapatkan dukungan dari kedua orangtuanya.
Apakah cinta kasih Reno dan Kanaya akan berlanjut ke pelaminan, atau Kanaya hanya dimanfaatkan Reno saja untuk mencapai cita-citanya?
Yuks ikuti kisah Reno di Cinta Bintara Rema
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 : Sepasang Merpati
"Saya terima nikah dan kawinnya, Diniarti binti Dumas dengan mas kawin segenggam berlian dibayar, t u n a i ... " tegas dan lancar Reno ucapkan lafaz ijab qobul.
"Sah?"
"Sah!" teriak para saksi dan penghulu.
Walas, guru agama dan kepala sekolah menyaksikan acara perhelatan pernikahan dengan memakai adat Jawa, yang digelar siswa kelas XII Mipa 1. Acara dibuat sedemikian rupa semirip mungkin dengan pernikahan asli. Karena sistem penilaian adalah unsur agama, sosial budaya dan kerjasama team.
"Ren, bekakak ayamnya bukan si Duma, kan?" tanya Leni
"Bisa kejang-kejang Reno kalau ayamnya di sembelih buat bekakak, hahah ..." gurau Dumas
"Hey penganten, yang akur ya jangan marahan terus" ledek Angga
"Reno, aku titipkan anak kesayanganku pada engkau, jangan kau sakiti anakku, bahkan tidak secuil pun anggota tubuhnya pernah aku sakiti." Ledek Dea, dengan sedih yang dibuat-buat.
Reno hanya melepaskan napas dengan kasar, matanya berputar malas, mendengar semua ledekan teman-temannya. Andai mereka tahu seberapa gugup Reno tadi pagi, sampai perutnya kontraksi berkali-kali, keringat dingin membahasi di setiap lekuk tubuhnya.
Reno terus saja mengunyah lontong cap Gomeh yang tersisa hanya satu piring, daripada menimpali ocehan receh teman-temannya.
"Buset! Laper bang ... !" ledek Leo
"Lo enak dari pagi udah makanin cemilan, perut gue mules hapalin ijab." keluh Reno.
"Kayak nikah beneran aja lo." senggol Aldo
"Kok ayang gak ditawarin, Ren?" tanya Dea, menunjuk Naya dengan dagunya.
Reno menghentikan kegiatan mengunyah, dia melirik Kanaya yang masih terduduk di kursi ijab tadi, masih dengan posisi yang sama. Kanaya memang seperti itu, dia selalu gugup bergaul dan berbaur dengan teman-teman di kelasnya. Pemuda itu menarik napasnya dengan berat, dia melangkah mendekati Kanaya.
"Naya udah makan?" tanyanya lembut. Gadis itu hanya menggeleng.
"Ganti baju dulu aja, makanan di prasmanan udah dihabisi anak-anak. Aku antar kamu cari makan ya ... " ucap Reno
"Laparku udah hilang, Ren" jawab Naya dengan suara rendah.
Reno tahu Kanaya terlalu gugup, sehingga hilang rasa laparnya. Dengan sabar dia membujuk Naya untuk segera ganti kostum biasa.
"Aku lagi pengen makan es teler, kamu mau gak?" tawar Reno, wajah gadis itu berbinar.
"Di mana?"
"Ada deh ... Yuk?!" ajaknya.
Gadis itu bergegas mengambil tas jinjingnya untuk berganti baju dan menghapus riasan, di toilet. Dengan wajah berbinar, Kanaya menghampiri Reno tanpa polesan.
'Ya Tuhan, betapa indah ciptaan-Mu' gumam Reno sambil memindai penampilan Naya yang lebih segar setelah menghapus make up.
"Kemana, Ren?" tanya Dumas
"Nyari yang segar-segar" jawab Reno asal
"Ikut Ren" pinta Dumas
"Hem ... " jawab Reno
Mereka pun keluar kelas berpasangan setelah ijin dengan wali kelas.
Di boncengan Reno, Kanaya sibuk membetulkan duduknya yang dirasa kurang nyaman.
"Kalau takut jatuh, pegangan jaketku aja, Nay" teriak Reno, karena lalu lintas sedang ramai
"Hah?!"
"Pegangan jaketku aja!" teriak Reno lagi.
"Engga! Mereka agak jauh kok, Ren!" jawab Kanaya yang gak nyambung.
Reno hanya geleng-geleng kepala, pasti Kanaya gak denger apa yang dia katakan. Dengan gemas Reno ambil tangan Naya yang mengepal di atas paha gadis itu, "Pegangan di sini, biar gak jatuh!" tangan mungil itu, Reno letakkan di pinggangnya.
Reno melirik Kanaya dari kaca spion, wajah gadis itu bersemu merah dan menunduk, seakan menyembunyikan perasaannya yang bermekaran.
Dengan hati-hati Reno menghentikan kendaraannya, agar Naya nyaman turun dari motor. "Kita makan es teler di sini." Reno menunjuk warung bakso dan es teler.
"Mas No, es teler dua." pinta Reno
"Ren, gue gak dipeseni?" protes Dumas
"Pesen sendiri, duit gue cekak ..." bisik Reno
"Aelaah ... kirain gue di traktir" gerutu Dumas
Mereka pun mencari tempat di posisi depan taman.
"Ren, di sini ada bakso juga?" tanya Kanaya dengan mata yang berbinar
"Ada, kamu mau?" Kanaya menganggukkan kepala dengan cepat.
Reno berjalan ke depan, tempat di mana mas No menyiapkan pesanan.
"Mas No, aku pesen bakso satu. Tapi ... Ehehehe" belum selesai bicara Reno langsung memamerkan deretan giginya.
"Iya Ren, bakso doang utangnya, mie ayam engga?" ledek mas No.
"Kalau boleh sih ... Mie ayam juga satu." pinta Reno
"Boleh, tagihan ke mama apa Davin nih?" tanya Mas No
"Mama aja, Mas." jawab Reno malu-malu.
"Siep ... " ujar mas No.
Reno kembali lagi ke tempat duduknya di samping Kanaya, gadis itu sedang mengamati bunga Mirabilis Jalapa dari tempat duduknya.
"Itu namanya bunga Mirabilis Jalapa, atau yang biasa di sebut bunga jam empat." ucap Reno
"Owh, cantik ya. Kok kamu tahu namanya, Ren?"
"Di rumahku banyak tanaman bunga, mau main ke rumah gak?" Kanaya menggeleng
Pesanan pun datang, dengan wajah gembira Kanaya menyambut mangkuk yang disodorkan mas No, dan semua di taruh di depan Kanaya, sementara Reno hanya disodorkan mangkuk es teler. Dengan bola matanya yang mengikuti arah mangkuk di taruh, Reno mengernyitkan keningnya.
"Kamu lapar, Nay?" tanya Reno keheranan.
"Hanya papa yang bolehin aku makan bakso dan mie ayam. Ini tahun kedua papa gak pulang. Aku kangen makanan ini semua" Kanaya menarik uap kedua makanan itu sebanyak-banyaknya hingga memenuhi rongga hidungnya. Gadis itu lalu tersenyum bahagia.
Reno menghela napas perlahan, sebenarnya cacing-cacing di perutnya masih meronta minta diberi makan, tapi demi senyuman Kanaya, Reno rela mengelus perlahan perutnya yang mulai berbunyi.
"Ren, baksonya enak deh. Kok kamu gak pesan?" seru Kanaya
"Aku makan es teler aja, Naya." tolak Reno dengan lesu.
"Aaaak ... " Kanaya menyodorkan sesendok bakso yang sudah diberi bumbu.
Dengan senang hati Reno membuka mulutnya, menerima suapan Kanaya. Senyuman itu mengembang, mereka pun larut dalam candaan dan obrolan, menertawakan hal-hal receh yang spontan terlontar dari Kanaya maupun Reno.
"Dea, lihat tuh! lupa deh sama kita." sinis Dumas
"Biarin aja sih, Yank. Biasanya dia juga cuma jadi obat nyamuk kalau ikut kita." Dea melirik Reno yang terlihat bahagia saat bersama Kanaya.
"Nay, hari ini kamu lepas banget ketawanya. Kamu gak takut dicariin Eyang?" cemas Reno
"Eyang lagi pergi ke rumah pakde di Batam. Aku bisa bebas main." jawabnya dengan tawa lepas
"Gak boleh gitu, tetap kamu harus ijin sama Eyang." pesan Reno
"Nanti kamu yang dimarahin sama Eyang, Ren." cemas Kanaya
"Gak apa-apa, yang penting eyang tahu kamu jalan sama aku, jadi beliau gak khawatir, Naya."
Kanaya memicingkan matanya lalu menatap Reno dengan lekat. "Kenapa aku seperti pergi sama papa ya?"
"Maksud kamu?" tanya Reno
"Cerewet! Cerewetnya kamu kayak papa." Kanaya tertawa lepas lagi. Reno mengerucutkan bibirnya, merajuk.
Gadis itu mengulum senyuman, dia menyadari perlahan hatinya menghangat saat bersama Reno, sama halnya saat dia sedang bersama papanya, hangat dan nyaman berada didekat kedua lelaki itu, Reno dan papanya.
"Ren, udah belum? Dea mau ngajak nyari burung dara." tanya Dumas
"Ke pasar Jatinegara aja, Dum." jawab Reno
"Naya, Ayo! kamu aku antar pulang dulu." ajak Reno
"Aku gak boleh ikut?" tanya Kanaya dengan wajah memelas.
"Bukan aku gak mau ajak kamu, Naya. Tapi kamu udah kelamaan di luar. Kuatir Eyang marah."
"Gak apa-apa kok, aku udah bilang sama mbak di rumah ada kerja kelompok sampe sore. Aku ikut ya ... " rengek Kanaya
"Bener nih gak apa-apa?" tanyanya lagi, Kanaya mengangguk pasti.
"Tapi lain kali gak boleh bohong ya ... " pesan Reno
Setibanya di pasar Jatinegara, yang menjual aneka hewan, kaki Kanaya terpaku. Dia tidak mau bergerak. Reno menyadari Kanaya kaget melihat pasar yang kumuh, becek dan padat lalu lalang orang.
"Kamu takut? Apa kita batalin aja? Aku antar kamu pulang aja ya ... " Reno tidak ingin memaksa Kanaya
"E-engga ... Aku berani kok" dengan gugup dan ragu Kanaya menjawabnya.
"Kalau kamu takut, mending gak usah. Kita tunggu Dumas dan Dea aja di sini. Tapi kalau kamu mau tau, di dalam itu lebih banyak hewan lucu, pasti kamu gak akan nyesel." bujuk Reno
"Ya udah aku coba." yakin Kanaya, Reno menggenggam tangan Kanaya yang mulai dingin.
"Gak apa-apa mereka gak akan lepas, jangan jauh-jauh dari aku." ucap Reno saat Kanaya semakin merekatkan genggaman karena melihat ular cobra
"Ren, di mana yang jual burung?" tanya Dumas
"Di Abah Dadang, maju terus, Dum." seru Reno
Mereka sudah berada di depan kios Abah Dadang, langganan Reno membeli unggas. Dea dan Kanaya langsung merapat di depan pagar kandang yang menyimpan macam-macam burung dari yang berwarna warni hingga burung elang seperti milik Eyang Cipto.
"Kamu mau beli apa, Dea?" tanya Kanaya
"Aku mau beli merpati, setelah itu kita terbangkan bersama." Dea tersenyum dengan bayangan rencananya.
Kanaya menoleh ke arah Dea, "Jadi kamu mau beli untuk diterbangkan, bukan untuk di kandangin seperti ini?"
"Hu'um ... Aku mau kuliah ke Korea, Dumas belum tahu mau ke mana. Terus hari ini rencananya, aku mau nulis semua cita-cita, lalu biar merpati yang terbangin deh semua keinginan kita itu" Dea membocorkan rahasianya dengan gembira
"Kok di kasih tahu mereka sih, Yank." protes Dumas
"Gitu aja pake rahasia-rahasiaan. Kamu gak tahu kan harus terbanginnya di mana? Aku tahu tempat yang pas." tantang Reno
"Gue tahu jalan pikiran Lo, Ren!" protes Dumas
"Tenang aja, gue gak bakal bikin lo susah." janji Reno
Kedua sejoli itu mulai sibuk memilih merpati yang akan mereka terbangkan. Kanaya mendekati Reno dengan tatapan lucu, matanya mengerjap berkali-kali. Jari telunjuk dan jempolnya menarik-narik ujung baju Reno persis seperti anak kecil.
"Ren, kita gak ikutan? Aku juga mau ... " cicit Kanaya
"Kamu mau? Buat pelihara atau ... " Reno memperhatikan tatapan Kanaya yang mengiba.
"Terus kamu mau terbangin merpati itu sendirian? Kalau mereka mah pasangan, jadi pas, janji sepasang merpati." goda Reno
"Emang kamu gak mau pasangan sama aku?" tanya Kanaya
"Wait! Sejak kapan kita jadi pasangan?" ledek Reno
"Kita kan tadi udah nikah, Ren!" Kanaya mengerucutkan bibirnya
"Okeh, deal ya ... mulai hari ini kita pacaran." Reno mengulurkan tangannya untuk membuat kesepakatan, dengan malu-malu Kanaya menyambut uluran tangan Reno.
"Eh, bangke! Gak romantis banget lo, nembak cewe di depan kandang burung!" protes Dumas sambil mengeplak kepala Reno
Reno mengusap kepalanya, "Karena pas momentnya, kalau gak buru-buru besok dia berubah lagi." bisik Reno
Selesai tawar menawar harga burung merpati, mereka bergegas ke sebuah gedung tinggi yang memiliki rooftop bagus, dengan pemandangannya yang indah. Hanya Reno dan Dumas yang tahu ada kisah pilu di atas rooftop itu bagi mereka berdua.
"Kali ini Tuhan mengabulkan permintaan kita hari itu, Ren!" gumam Dumas di samping Reno
"Artinya, doa kita di kabulkan, Dum." jawab Reno berbisik
"Kalian ngomongin apa sih?" tanya Dea
"Udah ditulis, Yank. Apa yang jadi cita-cita kamu?" tanpa berniat menjawab pertanyaan Dea
"Udah nih! Kamu juga tulis, yank!" pinta Dea
Kanaya dan Reno saling tatap, Reno yang berinisiatif mengambil kertas dan menuliskan sesuatu di sana. Kanaya mengintip apa yang Reno tulis.
"Kamu mau melindungi aku?" tanya Kanaya keheranan.
"Naya, sebelum ketemu kamu, aku udah janji sama papa kamu, akan melindungi kamu sampai kapan pun. Dan aku berjanji ingin meneruskan cita-cita papa kamu." ucap Reno
Netra Naya berkaca-kaca, tubuhnya terlalu kaku untuk menunjukkan gestur bahagia, tapi Reno memahami perasaan Kanaya saat ini bahagia dan terharu, dia tidak menuntut sesuatu yang istimewa seperti pelukan atau kecupan. (Jangan harap!)
Cukup Naya tersenyum dengan lebar dan tertawa lepas, sudah membuatnya yakin bahwa gadis itu menerima kehadirannya.
Kanaya menulis sebuah bait puisi, yang tidak boleh Reno lihat.
"Kamu curang banget, Nay!" Protes Reno
"Entar aku kirim ke chat isinya apa ... " seru Kanaya
Setelah selesai memasang semua pesan di kaki merpati. Mereka berempat menerbangkannya dengan suka cita.