"Devina, tolong goda suami Saya."
Kalimat permintaan yang keluar dari mulut istri bosnya membuat Devina speechless. Pada umumnya, para istri akan membasmi pelakor. Namun berbeda dengan istri bosnya. Dia bahkan rela membayar Devina untuk menjadi pelakor dalam rumah tangganya.
Apakah Devina menerima permintaan tersebut?
Jika iya, berhasilkah dia jadi pelakor?
Yuk simak kisah Devina dalam novel, Diminta Jadi Pelakor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Semakin Dekat
Berita pertunangan Devina dengan Ceo Hans Company sampai juga ke telinga Wina. Membuat tunangan Elang itu panas mengetahui hal tersebut. Niatnya untuk membuat Devina terpuruk semakin jauh dari kata berhasil. Jangankan berhasil, semua yang dia lakukan justru memperburuk dirinya sendiri. Sementara Devina yang dia benci semakin bersinar.
"Jadi dia keluar dari Cakrawala Company, karena sudah mendapatkan mangsa yang lebih baik." Wina berujar sambil meremukkan botol air mineral yang ada di tangannya hingga tak berbentuk.
"Ada apa dengan para pria itu? Apa yang mereka lihat dari Devina?" Wina bertanya pada Lala.
"Cantik. Bukan hanya parasnya saja, tapi juga cantik hatinya. Dia itu baik dan tulus dalam hal apapun termasuk dalam berteman," jawab Lala.
Wina tidak terima dengan jawaban asistennya itu. "Kamu mengapa jadi membela Devina?" tanyanya pada Lala.
"Saya bicara apa adanya, seperti itulah yang Saya lihat dari sosok Devina. Orang-orang akan nyaman berada didekatnya, seperti kak Elang, pak Gilang dan Ceo Hans Company yang tidak banyak diketahui orang umum, seperti apa wajahnya." Lala mencoba memberikan penjelasan, agar Wina berhenti membenci Devina dengan alasan yang tidak jelas.
Bukan Devina yang menyebabkan kematian Danu. Tapi Danu sendiri yang ceroboh saat menolong Devina dari peristiwa penculikan itu. Semua sudah takdir. Wina saja yang dasarnya iri sejak dulu. Kalau memang Danu meninggal karena menolong Devina, itu sebagai pembuktian cinta kakak Wina itu pada Devina. Dan Devina pantas mendapatkan cinta yang sebesar itu. Itu menurut pandangan Lala dan sebagian orang yang mengenal Devina dan Danu, termasuk Elang.
"Termasuk kak Danu," ucap Lala lagi.
Wajah Wina berubah semakin keras. "Jangan ingatkan aku dengan nama dan peristiwa itu lagi!" WIna membentak Lala.
"Kenapa? Bukankah kamu ingin membalas dendam kematian kak Danu, sampai-sampai kamu merebut Elang dengan cara licik." Lala tidak takut kali ini dengan Wina. Dia berani melawan artisnya itu, meskipun konsekuensinya adalah dipecat.
"Tapi Elang sudah terlanjur nyaman bersama Devina. Itulah mengapa kak Elang bisa awet berteman dengan Devina. Dari kanak-kanak hingga saat ini, kan? Biarpun Devina menjauh karena tidak mau menganggu hubungan kalian."
Wina terdiam. Dalam hatinya masih saja menyangkal. Namun, apa yang baru saja Lala sampaikan, sama dengan yang pernah disampaikan oleh almarhum kakaknya. Saat itu mereka bertengkar, karena kakaknya selalu membela Devina dari pada dia.
Berbeda dengan Winda, Sandra justru senang dengan berita pertunangan tersebut. Dia bahkan mengirim pesan selamat pada Devina. Bukan karena ketulusan, melainkan Devina berpikir dia punya kesempatan mendapatkan Gilang kembali.
Aneh memang artis satu ini. Waktu itu Sandra mengatakan sudah lelah untuk mendapatkan cinta Gilang. Sehingga dia setuju dengan permintaan Wina, untuk menjadikan Devina sebagai pelakor.
Saat tahu Devina berhasil menaklukkan pria dingin yang berstatus suaminya, dia baru menyadari keputusannya salah. Karena dia baru ingat, sebenarnya Gilang sudah sejak dulu menyukai Devina. Membuatnya setuju menangkap basah Devina dan Gilang di Cakrawala Company. Membuat kegaduhan, berharap orang-orang akan membelanya.
Kenyataannya, Gilang justru membongkar rahasia pernikahan mereka yang sebenarnya tidak sah. Baik secara agama maupun negara.
Lain lagi dengan reaksi tante Meri. Istri tuan Aksa itu kebakaran jenggot dan sakit kepala mendengar Devina bisa mendapatkan keluarga yang lebih baik dari Cakrawala Company. Itu berarti kedudukannya sebagai istri tuan Aksa tidak aman. Jika Devina punya kekuasaan dan kekayaan, dia pasti bisa membantu kedua adik kembarnya merebut Cakrawala Company dari tangannya.
Tante Meri tidak akan membiarkan itu. Dia tinggal menunggu waktu untuk mendapatkan semuanya. Setelah itu akan dia berikan pada putrinya. Kembali ke tujuan awal tante Meri.
Sementara hubungan Devina dan Gilang semakin dekat saja sejak bertunangan. Lebih tepatnya, Gilang tidak sungkan menunjukkan perhatiannya pada gadis yang dicintainya itu.
Seperti saat ini. Gilang bersedia jongkok didepan Devina, untuk memijat kaki Devina yang terkilir. Devina menolak, tapi Gilang tidak menggubris penolakan tunangannya.
"Sudah Mas, kaki Devi sudah agak enakan." Devina meminta Gilang berhenti memijat kakinya.
"Kamu yakin?" Devina mengangguk.
Gilang bangkit dari hadapan Devina. "Tetaplah di sini," ucapnya lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.
Devina tidak akan membantah permintaan Gilang kali ini. Sebenarnya kakinya masih sakit, tapi Devina tidak ingin menganggu pekerjaan Gilang. Devina akan menunggu Gilang bekerja sambil mengerjakan tugasnya.
Devina meraih tab miliknya yang biasa dia gunakan untuk bekerja. Namun Gilang sudah lebih dulu mengingatkan Devina. "Istirahat saja. Jangan kerjakan apapun," ucap Gilang.
Devina sebenarnya suka Gilang peduli dan perhatian padanya. Tapi bukan berati dia tidak boleh melakukan apapun. Yang sakit kakinya, otaknya tetap bisa berpikir dan memberi perintah pada tangannya untuk menulis sesuatu, memerintahkan matanya untuk membaca. Gilang terlalu berlebihan, menurut Devina.
"Jangan mengumpat," ujar Gilang.
Fix, Devina meyakini Gilang punya kemampuan membaca pikiran orang lain. Pria itu selalu saja tahu apa yang dia pikirkan.
Devina meletakkan kembali tab miliknya. Gadis itu memilih untuk berbaring di sofa yang ada di ruangan Gilang. Dia akan memantau sosial medianya saja. Sejak kasus dia difitnah Wina, Devina jadi memiliki kebiasaan baru. Yaitu memantau media sosialnya.
Media sosial yang semula sepi, karena pengikutnya hanya sedikit. Rata-rata penggemar Elang yang fanatik saja. Sekarang pengikutnya bertambah ratusan setiap harinya. Banyak DM yang masuk baik hujatan maupun pujian. Banyak juga yang hastag postingan.
Tidak sedikit, dari mereka memberikan informasi tentang Wina yang masih saja sering memojokkannya. Tidak sedikit juga yang menggunjingkan dia. Devina hanya membacanya saja, tanpa ada niatan untuk membalas.
Apa yang mereka sampaikan itu mencerminkan diri mereka sendiri. Devina akan mengambil sisi positifnya saja. Karena saat dia dihujat atau orang lain bicara buruk tentangnya, itu berarti dia sedang mendapatkan transferan pahala.
Karena menurut keyakinan yang Devina anut, yang mencaci itu akan mentransfer pahala kepada yang dicaci. Terus kalau misalkan pahala dari yang mencaci sudah habis maka dosa Devina akan diangkut oleh mereka yang mencaci itu.
Jadi dari sudut pandang akhiratnya ada kebaikan sebetulnya bagi Devina, karena dalam Islam itu yang rugi bukan yang dizalimi tapi yang men zalimi.
Mata Devina terasa berat, gadis itu menguap beberapa kali sebelum dia akhirnya pergi ke alam mimpi. Saat Devina sadar, dia sudah berbaring di tempat tidur.
Devina memeriksa pakaiannya. Dia masih mengenakan pakaian lengkap. Lalu Devina mengedarkan pandangannya, dia berada di sebuah kamar.
"Kamar?" gumam Devina. Beberapa hari kerja di Hans Company, dia tidak mengetahui ada kamar seperti ini.
"Sudah bangun?" Gilang yang baru saja masuk bertanya.
"Kita dimana Mas?" tanya Devina.
Gilang berjalan menghampiri Devina yang duduk di tempat tidur sambil tersenyum. "Di kantor," jawab Gilang.
"Mas mau apa?" Devina bertanya karena Gilang ikut naik ke tempat tidur.
"Mau tidur. Mas juga lelah," jawabnya.
Mendengar jawaban Gilang Devina bergegas berdiri dari tempat tidur. Bukannya berdiri dengan sempurna, Devina justru terjatuh dan menimpa Gilang. Kakinya yang terkilir rupanya belum mampu menopang tubuhnya. Sehingga dia berada di atas tubuh Gilang saat ini.
Saat Devina akan bangun, Gilang justru kembali menarik tubuh Devina dan membaringkannya di atas tempat tidur. Sekarang posisi mereka berubah. Gilang berada diatas Devina.
Jangan tanyakan perasan Devina saat ini. Wajahnya memerah. Bukan karena marah, melainkan karena malu. Baru kali ini dia berada sangat dekat dengan seorang pria diatas tempat tidur, degan posisi yang bisa dikatakan berbahaya untuk Devina. Tapi dia justru merasakan sesuatu yang berbeda.
"I love you," bisik Gilang. Terdengar lembut di telinga Devina, hingga dia reflek memejamkan mata. Dan dalam hitungan detik, Devina merasakan bibirnya hangat.