Sekar ayu terpaksa harus jadi pengantin menggantikan kakaknya Rara Sita yang tak bertanggung jawab.Memilih kabur karena takut hidup miskin karena menikahi lelaki bernama Bara Hadi yang hanya buruh pabrik garmen biasa.
Namun semua kenyataan merubah segalanya setelah pernikahan terjadi?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shania Nurhasanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB DUA
Ketika, malam hari tiba. Sekar, masih terngiang ngiang dengan ucapan bapak. Untuk menjawab pertanyaan di kepalanya, segera ia beranjak, untuk menuju kamar kakaknya. Dikarenakan, kamar mereka bersebelahan. Jadi, ia hanya cukup selangkah untuk sampai disana. Saat pintu dibuka, terlihat ruangan sunyi juga gelap seperti sudah lama tidak dihuni. Sekar, segera menyalakan saklar, ketika suasana berubah terang, terlihat seprei bersih, namun dingin saat disentuh, dan lemari yang hanya berisikan sedikit baju disana. Membuat, perasaan Sekar menjadi tak karuan.
Buru buru, Sekar hampiri kamar ibunya, untuk bertanya.
Dug!
Dug!
Dug!
Suara, tangan Sekar yang menggedor pintu kamar orang tuanya.
"Bu, ibu!" teriak Sekar, memanggil ibunya.
Tak lama, pintu terbuka. Terlihat wanita yang telah melahirkan Sekar, keluar dengan rambut acak-acakan seperti bangun tidur.
"Apa, Sekar? ganggu tidur ibu aja!" bentak ibu, dengan mata yang masih mengantuk.
"Kakak, mana? Bu, kan dia mau nikah, kok aku gak lihat," tanya Sekar, menguji ibunya.
"Ada, di kamarnya! gimana sih" jawab ibu, marah.
"Gak ada, Bu."
Mendengar jawaban anaknya. Ibu seketika menjadi gelagapan, karena ketahuan berbohong, lalu ia berpura pura berkata, "masa sih? tadi ada dikamar, oh atau lagi perawatan buat hari-H"
"Ibu, jujur sama aku kakak pergi kemana? gak mungkin, ada salon yang buka jam sebelas malam," tanya Sekar, memicing curiga.
Karena sudah kepalang basah ketahuan berbohong, lalu ia berucap, "Kakakmu kabur, karena gak mau nikah sama calonnya." lirihnya.
"Astaga! drama macam apa ini, Bu. Ya, sudah. Kalau gitu, batalin aja pernikahannya," usul Sekar, membuat ibu menjadi berang seketika.
"Kamu! seenaknya main batal batalin aja, ibu udah habis habisan biayain semuanya. Apalagi tetangga, udah tau semua. Mau ditaruh dimana? muka ibu," teriak ibu membuat Sekar menciut seketika.
"Terus, gimana sekarang? kakak 'kan gak ada, siapa yang jadi gantinya?" tanya Sekar.
"Kamu!" ucap ibu, mengambil kedua tangan Sekar dengan raut berubah melas, "mau ya, gantiin kakak kamu."
"Gak mau, Bu. Aku gak bisa," ucap Sekar, gelengkan kepala tanda menolak.
"Ibu...minta tolong, sekali ini aja. Mau ya..." bujuknya, dengan raut melasnya lagi.
Rasanya, Sekar. Ingin tertawa, mendengar ucapan ibunya yang bilang sekali permintaan. Padahal, sejak dulu ia sudah jadi tumbal ulah kakaknya itu. Mau menolak pun, rasanya tak akan bisa. Ibunya, selalu memiliki seribu cara untuk ia harus terima.
Dengan, berat hati Sekar pun berucap, "ya sudah aku terima. Kalau aku menolak pun tetap gak merubah apapun, aku yang jadi pengantinnya."
"Terima kasih, Sekar. Kamu mau terima pernikahan ini. Ibu, harap rumah tanggamu nanti langgeng dan bahagia," ucap ibu, sambil memeluk Sekar, dengan raut berubah datar.
"Kalau gitu, sekarang kamu tidur dulu, istirahat biar besok pas hari-H kamu siap," ujar ibu, setelah melepas pelukannya.
Hari pernikahan tiba, Sekar yang sudah dirias oleh MUA, juga berganti pakaian dengan kebaya putih tulang, begitu speechless melihat wajahnya di cermin. Nampak berbeda seperti bukan dirinya.
"Cantik pisan teh, beda. Pasti si aa, bakal pangling lihatnya," puji MUA yang mendandani Sekar.
"Ia atuh, emang dasar nya cantik, didandani kayak gimana juga tetap cantik" ucap MUA yang sedang memasukan alat alat makeup nya kedalam koper khusus bawaannya.
Sekar, yang dipuji oleh mereka. Hanya bisa tersenyum paksa, walau dalam hati merasa marah dengan jalan hidupnya. Namun, ia hanya bisa menerima kenyataan yang ada. Mungkin ini takdirnya, ucap Sekar, menenangkan hati kalut nya.
Setelah kepergian dua MUA itu, lalu tak lama pintu terbuka. Terlihat bapak yang mendorong kursi rodanya sendiri, segera Sekar berdiri untuk mengambil alih mendorongnya masuk ke dalam kamar.
"Masyaallah, cantiknya putri bapak," ucap bapak dengan raut harunya.
"Bapak. Maafkan Sekar yang selalu merepotkan bapak, terimakasih atas semua pengorbanan bapa untuk Sekar." ucap Sekar yang menahan tangis sambil memeluk bapak.
"iya nak, bapak juga minta maaf, karena tak bisa melakukan apapun. Sehingga, kamu terpaksa harus menikah dengan calon Rara kakakmu" ujar bapa, yang mulai menangis karena terharu ketulusan anaknya itu.
"Gak papa pak, mungkin ini sudah takdir Sekar untuk menikah cepat,"
"Bapak, berdoa. Semoga pernikahan kalian langgeng dan bahagia selalu saling mencintai juga melengkapi."
"Terima kasih pak, semoga doa bapak dikabulkan Allah SWT. Bapak, harus sehat ya, sekalipun nanti Sekar harus jauh dari bapak lagi ikut suami. Jangan lupa, kalau ada apa-apa hubungi Sekar ya pak."
"Iya nak, bapak akan ingat semua pesanmu,"
"Sekar, sayang bapak," ucap Sekar, memeluk bapak lagi
"bapak, juga sayang anak bapak."
"Sudah dulu, pelukannya. Itu, ditungguin calon mantu pak," ucap ibu, yang sudah berdiri di kusen pintu yang terbuka.
"kapan datang, Bu? kok gak kedengaran buka pintu," tanya bapak heran, istrinya yang tiba-tiba muncul.
"Ya, tadi. Pas kalian pelukan kayak mau pergi jauh saja, padahal cuman pindah ke kontrakan kampung sebelah,"ejeknya.
"Gak boleh gitu, Bu. Mau jauh atau dekat namanya pindahan tetap berat," ujar bapa, memberi ibu nasihat.
"Ayo pak, kita ke tempat akad nikah." tutur ibu, sambil mendorong kursi roda bapak, pergi ke ruang tamu tempat berlangsungnya proses acara akad nikah.
Beberapa saat kemudian, terdengar kata 'sah' terucap dari orang orang yang menghadiri acara. Tak lama pintu terbuka, munculah keponakan ibu dari kampung sebelah yang datang, Anggun juga Dewi untuk menjemput Sekar keluar karena ikrar nikah sudah selesai diucapkan.
"Sekar, akhirnya kamu nikah juga," ucap Dewi, memeluk Sekar sesaat.
"Iya. Alhamdulillah," balas Sekar, tersenyum paksa.
"Suamimu ganteng, Sekar. Cuman, sayang banget kere," ejeknya, dengan mulut julid.
"ya, gapapa. Nanti, kami berjuang bersama untuk mengangkat taraf hidup,"
"kapan? cuman karyawan pabrik garmen saja gayanya selangit," ucap anggun, yang juga ikut meremehkan.
"Sudah, ayo. Kita ke depan, sudah ditunggu kayaknya," ucap Sekar, menghentikan obrolan dari sepupunya itu.
"Aduh, gak sabar, pengen ketemu suami kere," ledek anggun yang masih meledeknya.
"Terserah kamu, mau bilang apa juga," ujar Sekar mulai jengah dengan tingkahnya.
"Memang turunan keluarga julid, ya tetap aja julid, gak ibu, gak kakaknya, sampai keponakannya julid nya sudah gak tertolong," gerutu Sekar dalam hati.
Segera Anggun dan Dewi menuntun Sekar ke luar kamar, untuk menuju meja akad. Terlihat banyak pasang mata terpana akan kehadirannya. Apalagi, ia yang keseharian hanya polos tampa makeup kini nampak berbeda.
Saat Sekar duduk, disebelah suaminya. Perasaan berdebar, langsung hinggap dihati nya. Apalagi melihat siluet dari samping terlihat hidung mancung, bulu mata lentik juga lebat, bibir tipis, dan rahang tegasnya membuat Sekar semakin tak karuan.
"aslinya, gimana ya? ganteng juga gak," bisik Sekar, dalam hati.
Lalu penghulu segera menyuruh tanda tangan surat nikah, dan langsung segera bertukar cincin. Sekar, akhirnya bisa melihat jelas sekarang, aslinya sangat tampan sekali membuat Sekar terpesona seketika.
"Ngapain?" tanya Bara, sambil mengangkat sebelah alisnya.
"Hah?!"
"Terpesona, lihat gue?"
"Buset! cenayang?"
"Bukan, dukun."
"Ya Allah, kang lawak ternyata."
paksa hancurkan pernikahan anaknya..