Sebuah kesalahan di satu malam membuat Ocean tidak sengaja menghamili sahabatnya sendiri. Hal itu membuat Cean menjadi labil dan berusaha menolak takdirnya yang akan menjadi Ayah di usia yang masih sangat muda.
"Aku hamil, Ce." (Nadlyn)
"Perjalanan kita masih panjang, Nad. Kita baru saja akan mengejar impian kita masing masing, aku harus ke London mengejar studyku disana." (Ocean)
"Lalu aku?" (Nadlyn)
Cean menatap dalam mata Nadlyn, "Gugurkan kandunganmu, Nad."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shann29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13
Kini kandungan Nadlyn memasuki usia 9bulan. Robi mulai mengurangi aktifitas bekerjanya dan lebih banyak mengerjakan pekerjaannya di rumah.
"Pa...." Panggil Nadlyn.
"Iya Sayang..." Jawab Robi tetapi dengan arah mata tertuju pada berkas berkas yang sedang ia periksa.
"Perutku sakit, Pa.. Rasanya sakit sekali."
Seketika membuat Robi langsung meninggalkan berkas berkasnya dan menghampiri Naldyn. "Sudah mau lahir, Nak?" Tanya Robi.
Nadlyn menggelengkan kepalanya, satu tangannya mengusap perutnya dan satu tangannya lagi menyangga pinggang belakangnya.
"Rasanya sakit dan nanti hilang, lalu sakit lagi dan hilang lagi, Pa.."
"Ya Tuhan, Nad.. Sepertinya kamu mau melahirkan." Robi segera meraih kunci mobilnya dan menggendong Nadlyn ke mobil.
"Mbakk summ, tolong bawakan perlengkapan Nadlyn ke mobil." Teriak Robi.
Robi segera menjalankan mobilnya ke rumah sakit setelah perlengkapan Nadlyn di masukan ke dalam mobil.
"Pa..." Panggil Nadlyn saat mereka berada di lampu merah dan mobilnya berhenti.
"Iya, Sayang.."
"Jangan ke rumah sakit Daddy Pras. Nadlyn ingin melahirkan di rumah sakit lain saja." Ucapnya sambil sesekali meringis menahan sakitnya.
"Kenapa?"
Nadlyn menggelengkan kepalanya. "Nadlyn tidak ingin Daddy Pras dan Mommy Nanda mengambil bayi Nadlyn nanti."
Robi cukup terkesiap saat mendengar hal yang di takuti oleh Nadlyn. "Sayang, mereka menyayangimu juga. Tidak mungkin mereka mengambil bayimu."
"Tidak, Pa.. Aku tidak ingin siapapun mengambil bayiku."
"Tidak akan ada yang mengambil bayimu, Daddy Pras akan melakukan tindakan terbaik untukmu."
"Aku tidak ingin Pa, tolong mengerti aku kali ini saja."
Robi menghela nafas, ia membelokan Mobil ke arah rumah sakit terdekat, Robi memilih mengikuti permintaan Nadlyn dari pada harus membuat Nadlyn stres kembali.
Mereka tiba di rumah sakit khusus ibu dan anak. Nadlyn segera mendapatkan penanganan dan Robi mengurus administrasi. Sesuai permintaan Nadlyn, Robi tidak menghubungi Pras dan Nanda. Robi hanya memberi pesan pada Dirga jika Nadlyn akan melahirkan di rumah sakit dekat dengan rumahnya. Namun pesan itu belum terbaca mengingat ini masih jam kuliah dan Dirga tengah mengikuti kelas.
Nadlyn sesekali meringis saat merasakan kembali rasa sakit itu. Seorang suster memeriksa kondisi Nadlyn. "Sudah sempurna, bersiaplah, Nyonya."
Dengan gemetar Robi menemani putri sematawayang nya itu, ia teringat saat dulu menemani sang istri yang melahirkan Nadlyn, dan dua tahun kemudian sang istri meninggal karena sakit.
"Kuatlah, Sayang. Demi Papa." Ucap Robi penuh kesedihan.
"Jaga dia ya Pa, Nadlyn mohon apapun yang terjadi jangan berikan dia pada Cean dan keluarganya."
"Kita akan menjaga bersamanya, Kamu sebagai Mommynya dan Papa sebagai Kakeknya, hem.."
"Nadlyn lelah, Pa..."
"Please sayang, jangan berkata seperti itu. Kamu akan baik baik saja." Demi apapun Robi tengah berada dalam ketakutan, namun dirinya mencoba berusaha kuat demi Nadlyn.
"Dorong bayinya setelah saya hitung ke tiga ya."
Robi mengeratkan genggaman pada tangan Nadlyn, seolah menyalurkan kekuatan pada putrinya
"Satu, dua, Tiga... Dorong."
"Emmhhh." Nafas Nadlyn tersenggal sengal.
Robi tetap dengan erat menggenggam tangan Nadlyn, sesekali mengusap keringat Nadlyn dengan satu tangannya yang lain.
"Ayo, Nona. Sudah terlihat kepalanya, ambil nafas dan dorong di hitungan ke tiga ya."
"Satu, dua, tiga, Dorong.."
"Emmmmhhhh Papaaaaa."
"Owekk, Owekkk." Suara tangis seorang bayi mungil memecah ketegangan di dalam ruangan itu.
"Kamu hebat sayang, kamu hebat." Kata Robi dengan lirih sambil menciumi wajah Nadlyn.
"Bayinya laki laki." Ucap seorang dokter yang membantu persalinan Nadlyn.
"Beri nama dia, Sky Samudra Albiru, Pa." Kata Nadlyn dengan lemah.
"Nama yang bagus."
"Dirga memberi nama Sky, katanya biar keren." Nadlyn kembali meringis saat dokter membersihkan luka di bagian inti yang menjadi jalan lahirnya.
"Samudra, apa karena dia anak Cean?" Tanya Robi yang terus terusan mengajak bicara Nadlyn.
"Ya, karena dia Daddynya, meski Cean mungkin tidak akan pernah menganggapnya."
Setelah di observasi, Nadlyn di pindahkan ke ruang perawatan. Nadlyn bahkan menggendong putranya yang ia panggil Sam.
"Sam tampan ya, Pa.."
Robi yang tengah menatap wajah bayi mungil tak berdosa itupun mengangguk setuju. "Tampan seperti Papa?"
Nadlyn tertawa, "Ya, tampan seperti Papa."
Suara pintu terbuka, Dirga yang begitu membaca pesan dari Robi segera menuju rumah sakit.
"Maaf, Uncle. Aku tadi ada kelas."
"Tidak apa Dirga, Uncle mengerti." Jawabnya.
Mata Dirga tertuju pada bayi mungil berselimutkan biru muda dalam dekapan Nadlyn. "Boleh aku menggendongnya?"
"Cuci tanganmu dulu." Kata Nadlyn dan bagai terhipnotis, Dirga segera mencuci kedua tangannya hingga siku.
Nadlyn perlahan memberikan Sam pada Dirga.
"Hai tampan, kenapa kamu tampan sekali, kamu mau menyaingiku?" Tanya Dirga pada Sam yang membuat Nadlyn dan Robi tersenyum.
Kini mata Dirga menatap ke arah Nadlyn, "Kamu baik baik saja?"
Nadlyn mengangguk, "Sangat baik."
Dirga pun membalas senyum itu, "Jadi siapa nama jagoanku ini?"
"Sky Samudra Albiru." Jawab Nadlyn.
"Wahh nama itu semakin membuat dia menjadi keren."
"Panggil dia Sam, Ga."
"Harusnya Sky." Kata Dirga. "Tapi Sam juga tidak kalah keren." Imbuhnya lagi. "Hai Baby Sam, kau harus memanggilku Papi."
Sam kecil menggeliat, hal itu membuat Robi dan Nadlyn tertawa. Sungguh kelahiran Sam membuat Nadlyn semakin bersemangat.
Sementara itu di London. Cean tengah merasakan tubuhnya tidak enak. Ia tengah mengobati luka di jarinya, tanpa sengaja Cean memecahkan gelas dan saat berusaha membersihkannya, tangannya tergores oleh pecahan beling.
Semesta seperti tengah memberi kode pada Cean jika Nadlyn sedang berjuang melahirkan putra mereka, namun lagi lagi Cean selalu menepisnya. Bahkan Cean tengah bermimpi mendengar suara seorang bayi, membuatnya segera terjaga dan ketika bangun, Cean merasakan tubuhnya tidak enak bahkan perasaannya pun juga tidak enak.
Suara ponsel berdering, Cean segera mengangkatnya saat mengetahui jika sang Mommy tengah menelpon. Cean sangat berharap jika sang Mommy memberi kabar soal Nadlyn, karena akhir akhir ini, Nanda tidak pernah lagi membicarakan soal Nadlyn pada Cean. Mengingat sikap Cean yang acuh dan membuat Nanda tidak ingin memberikan kabar apapun soal Nadlyn sampai Cean sendiri yang menanyakan Nadlyn pada Nanda. Namun Cean terlalu gengsi untuk melakukan hal itu.
"Iya Mom."
"Cean kau sedang apa?"
"Cean baru bangun tidur, ada apa, Mom?" Tanya Cean.
"Tidak ada. Mommy hanya merindukanmu saja."
Cean mendessah kecewa, ia kira Mommy nya akan memberi kabar yang ia tengah tunggu.
"Cean, kau masih disitu?" Tanya Nanda yang tak kunjung mendapat jawaban Cean.
"Hem, iya Mom."
"Jangan ke club lagi, jangan bermain wanita lagi."
"Iya Mom.. Mom udah kasih tau Cean ribuan kali."
"Karena kau tak menurut Cean!! Fokuslah dengan tujuanmu, setelah itu segeralah kembali. Jangan membuat Mommy malu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kayaknya author ya nulis nya Nggak pakai outline.Karena kadang diawal gimana ,sampai bab selanjutnya kontra . Andai runut tiap Bab nya novel ini bagus banget karena ceritanya kuat ,bahasa nya asik ,ceritanya juga clear ,plot nya seru .