Kejadian pilu pun tak terduga menimpa Bjorn, para polisi menuduh dia sebagai kaki tangan seorang kriminal dan akhirnya ditembak mati secara tragis.
Bjorn yang tidak tahu alasannya mengapa dirinya harus mati pun terbangun dari kematiannya, tetapi ini bukanlah Akhirat.. Melainkan dunia Kayangan tempat berkumpulnya legenda-legenda mitologi dunia.
Walau sulit menerima kenyataan kalau dirinya telah mati dan berada di dunia yang berbeda, Bjorn mulai membiasakan hidup baru nya dirumah sederhana bersama orang-orang yang menerima nya dengan hangat. Mencoba melupakan masa lalunya sebagai seorang petarung.
Sampai saat desa yang ia tinggali, dibantai habis oleh tentara bezirah hitam misterius. Bjorn yang mengutuk tindakan tersebut menjadi menggila, dan memutuskan untuk berkelana memecahkan teka-teki dunia ini.
Perjalanan panjangnya pun dimulai ketika dia bertemu dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.
(REVISI BERLANJUT)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudha Lavera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. SERGAP
Tiga kuda berlari kencang di dalam hutan yang gelap, langkah sepatu kuda menghentak rerumputan, mereka menunggangi kuda itu dari petang sampai malam menuju istananya Asmodeus, karena jaraknya memang cukup jauh, lokasinya tak jauh dari desa yang ditinggali Bjorn dan Neil dulu.
Jalanan semakin terjal, bangunan megah itu terlihat seperti memantulkan cahaya bulan tepat diatas bukit, Theo sangat sulit mengendalikan kudanya, bersusah payah mengendalikan dirinya agar tak terjatuh, dia menunggangi sambil memeluk erat tubuh kuda itu dari tunggangannya, berharap tubuhnya bisa kuat menahan guncangan dari kudanya yang sedang berlari.
Istana megah itu sudah terlihat mata, Yver yang memimpin jalan menghentikan langkah kudanya dibalik semak rimbun. Dia menunjuk pada tiap pintu yang ada di istana tersebut, sekeliling istana dipenuhi penjagaan ketat oleh para antek iblis berpakaian jas serba hitam "Aku akan masuk dari depan situ, Bjorn akan masuk lewat belakang disana, dan Theo akan memasuki pintu samping yang sepi disana" Yver meninjau ulang rencana mereka.
"Baik" Balas Bjorn.
...Tidak ada jawab lain? Dari atas kudanya, Yver menoleh pada Bjorn yang masih menunggangi kuda di belakangnya, dengan raut penuh tanya ia memastikan, lalu mata Yver yang cemas mengitari tiap hutan yang gelap seperti mencari sesuatu "Theo? Dimana Theo?" Tanya Yver.
Bjorn ikut was-was sambil menoleh belakang "Bukannya dia dibelaka--" Bjorn memutar kepalanya ke setiap sudut hutan yang gelap itu, dimana Theo? Apa dia terjatuh dari kudanya? Hal itu mungkin saja terjadi, lagi pula Theo tak punya pengalaman menunggangi kuda sama sekali.
Tiba-tiba seseorang berkuda menuju istana dari sudut semak yang lain dengan cara yang mencolok "HUWAAA!" Teriak histeris Theo yang sulit mengendalikan kudanya berlari, tak ada yang bisa ia lakukan, pengalaman berkuda tidak ada sama sekali, mengendalikan kuda mengamuk pun ia tak mengerti, Theo hanya melakukan yang ia bisa, yaitu berteriak.
Suaranya itu menarik atensi seluruh penjagaan istana. Theo menerobos masuk kedalam istana melewati pintu belakang "TIDAK-TIDAK, AKU HARUS TANYA YVER DULU LEWAT PINTU MANA" Ucap Theo panik meraih tali kendali kudanya, ia menarik asal tali itu dan membuat lari kudanya semakin kencang, dia sudah masuk kedalam istana!
"Astaga, hancur sudah rencanaku" Yver bergegas mengejar dengan kudanya ke pintu depan istana. Sedangkan Bjorn memacu kudanya untuk mengejar Theo melewati pintu belakang, ia mau takmau harus menghentikan adiknya yang hilang kendali, banyaknya prajurit berbondong-bondong mengejar Theo kedalam pintu yang ia rusak.
Bjorn menabrakan kudanya pada prajurit yang mencoba menghalangi, tapi lama kelamaan tenaga kudanya tak mampu mengimbangi kecepatan Theo, begitu banyak antek iblis yang menutupi jalannya.
Bjorn melompat turun dari kuda yang ia tunggangi, cepat-cepat berlari mengejar Theo "Apa-apaan keramaian ini" Langkahnya terhenti ketika semua bawahan iblis itu mengepungnya. Semua antek-antek iblis itu memiliki mata merah mentereng, mengacungkan berbagai macam senjata ditangan mereka.
Theo dan kudanya memasuki lorong yang ada di pojok dinding, Bjorn yang melihat itu tak mungkin membuang waktu dan tenaganya hanya untuk meladeni keroco seperti ini, lebih baik ia menghemat energinya untuk mengejar Theo. Bjorn meyakinkan diri, Setelah dilihat-lihat dan memperhatikan semua perawakan seram iblis itu, memang benar. Satu-satunya cara terbaik adalah lari mengejar adiknya.
Bjorn berlari menuju lorong sambil dikejar sekawanan iblis yang tertinggal jauh, sepanjang jalan lorong itu berisi banyak iblis yang sudah terkapar tak sadarkan diri, mereka seperti terkena sepakan kuda yang mengamuk milik adiknya, Bjorn kehilangan jejak Theo "Theo! dimana kau?" Panggil Bjorn menunggu sahut.
ketika dia melambatkan langkahnya tanpa tahu harus pergi kemana, Bjorn sebelumnya tak merasakan gundah, sampai akhirnya ia dihadapkan pada jalan yang bercabang, lorong ini membagi jalan menjadi dua, kiri dan kanan.
"Theo! kau dikiri atau dikanan?" Bjorn tetap menanyakan respon adiknya yang menghilang, untuk apa aku datang kesini hanya untuk tersesat! Tak ingin terbuai dengan kebimbangannya, Bjorn memantapkan pilihannya, mencoba yakin dengan pilihannya dan menginjak langkah ke kanan. Suara sekawanan iblis itu terdengar lagi, kejaran mereka sudah mendekat, bertahap langkah Bjorn yang pelan menjadi lari.
.....
Sedangkan Yver, dia menghentikan kudanya tepat didepan pintu utama istana, melompat turun dan menarik gagang pedangnya. Di acungkan mata pedang itu ke pintu besar yang megah, kemudian pintu besar itu terbuka lebar, meniup banyak hembusan udara dingin dari dalam pintu itu sampai mengibas rambut Yver.
Dibalik pintu megah itu nampak jelas ada banyak antek iblis yang menunggunya dari bayang-bayang, "Repot juga kalau pembukaannya sebanyak ini" Yver menarik napasnya dalam-dalam dari hidungnya, dan dibuang perlahan napas itu, dia melompat masuk dengan gagah berani, seraya bersorak diri dengan bara semangat.
.....
Dari dalam lorong yang dihiasi lilin di sepanjang dindingnya, Theo berulang kali menarik tali kudanya untuk berhenti berlari, namun upaya-nya itu sudah jelas malah membuat kudanya semakin liar. Lalu segerombol Undead Skeleton mencoba menghadangnya dari depan.
^^^(Undead Skeleton ; adalah kerangka hidup yang tidak memiliki nyawa atau jiwa, tidak merasakan sakit dan emosi, tahan terhadap sakit, dan memiliki kekuatan supernatural)^^^
Tiba-tiba panik Theo memudar setelah matanya melempar pandang kepada para Undead yang menutupi jalannya, Theo mengerutkan matanya dan menelungkupkan jarinya diatas alis, mencoba meneropong dari kejauhan sosok tak wajar yang ada di depannya itu dengan jeli "Tengkorak? Bisa gerak?" Dia kebingungan.
Ketika semakin dekat pada mereka, kudanya mencoba melompati kerumunan Undead itu. Tapi, salah satu Undead berzirah ksatria menebas kaki kuda yang Theo tunggangi dengan pedangnya. Theo dan kudanya terguling, jatuh tersungkur ke hadapan para Undead yang siap membunuhnya kapan saja.
Theo menjejakkan kaki kembali setelah terlempar dari pengalaman berkendara-nya yang paling buruk, ia mengibas pakaiannya yang kotor "Uh, terimakasih sudah menolongku dari kuda gila tadi" Sambil sibuk menyapu debu-debu yang ada di celananya.
Undead yang sebelumnya menebas kaki kuda tadi, mendekat, kini mencoba menebas kepala Theo yang sedang membungkuk, dengan cepat sebelah tangannya menangkis pedang itu dengan pedangnya yang bercahaya "Menebas musuh yang tak siap bertarung, dasar prajurit pecundang" Ucap Theo mendecakkan lidah beberapa kali seraya menggeleng kepalanya, ia mengayunkan pedangnya, menghempaskan pedang Undead itu terlempar dari genggaman, kemudian Theo menghunus pedangnya pada Undead ksatria itu sampai tulang belulangnya berserakan.
Melihat teman tengkoraknya hancur lebur, Undead yang lain seakan marah pada Theo, sekawanan mayat tulang itu kompak mengepung Theo dengan senjata mereka masing-masing, "Bahkan kerangka hidup seperti kalian mencoba merundung-ku?" Cincin Theo bersinar terang, serat cahaya itu membentuk gada berat yang berduri "Ada yang mau coba dicium lebih dulu?" Theo mengayunkan gadanya dengan kedua tangan berputar seperti baling-baling "Cium ini sampai mampus"