Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Les Privat
"Mulai besok, kamu hanya boleh bekerja dengan mengambil shift sore sampai malam," Anja menyodorkan secarik kertas kepada Nathan. "Disitu sudah tertulis beberapa restoran yang menerima pekerja paruh waktu. Ibu sudah cek, dan gajinya lumayan."
Nathan membaca tulisan pada kertas yang diberikan Anja dengan tatapan tak percaya.
"Ini semua Bu Anja yang cari?"
Anja mengangguk pelan. "Iya, bagaimana menurutmu? Jadi, mulai sekarang, kamu tidak punya alasan lagi untuk bolos sekolah demi bekerja. Pagi hingga siang, kamu tetap harus sekolah, dan malamnya baru bisa bekerja. Kalau bisa, saat jam pelajaran jangan tidur. Itu memang berat, tapi ibu minta kamu untuk menahannya sebentar. Kamu bisa tidur saat jam istirahat pertama atau ketika ada jam kosong. Lalu, untuk membantu kamu mengerjakan tugas-tugas, ibu akan memberikan les privat sepulang sekolah,"
"Les privat bu?" Nathan terbelalak.
"Iya," Anja kembali menganggukkan kepala. "Kamu tenang saja, ibu tidak minta bayaran kok. Untuk tempatnya, ibu sudah konfirmasi ke penjaga perpus, katanya kita bisa gunakan perpus untuk belajar."
Nathan tidak menjawab apapun. Cowok itu justru hanya terdiam sambil bengong menatap Anja yang sedang berceloteh di depannya. Kata-kata yang diucapkan wali kelasnya itu tak terdengar sama sekali, hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Rasa-rasanya ada suatu mantra yang menyihirnya saat ini.
"Nathan, hei, Nathan? Kenapa malah bengong?" Anja melambaikan tangannya di depan Nathan. "Kamu sakit?"
"Eh," Nathan tergagap. "Maaf, tadi Bu Anja bilang apa?"
"Tuh kan, kamu tuh, kalau ibu ngomong nggak didengerin!" Anja bersungut-sungut. Pipinya menggembung, membuatnya terlihat menggemaskan. Tapi dengan sabar, gadis itu kembali menjelaskan rencananya pada Nathan, yang lagi-lagi tak terlalu mendengarkan ucapannya.
"Sudah, sekarang, kamu kembali ke kelas dulu. Ibu tunggu di perpus pulang sekolah nanti ya," ucap Anja mengakhiri pertemuan mereka pagi itu. Anja sudah beranjak dari kursinya, bersiap pergi ke kelas. Tapi ia terheran-heran saat melihat Nathan hanya mematung di tempatnya.
"Nathan? Heh, kamu kenapa sih?" Anja sampai harus menepuk bahu Nathan untuk menyadarkan cowok itu. Sekali lagi, Nathan tergagap.
"Eh, iya Bu. Kalau gitu, aku permisi," Nathan berkata dengan suara gugup, lantas ia buru-buru bangkit dari kursi dan melangkah keluar dari kantor guru.
"Kenapa ya anak itu? Kok tingkahnya aneh sekali?" Anja bergumam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sementara itu, Nathan berjalan ke kelasnya sambil memegang dadanya sendiri.
"Apa ini? Kenapa tiba-tiba jantungku berdegup kencang? Apa ini efek aku lari-larian tadi?" Nathan mencoba mengatur napas.
"Iya, ini pasti efek aku lari tadi pagi," gumamnya meyakinkan diri sendiri.
...----------------...
Bel pulang sekolah berbunyi. Setelah mengakhiri kelas, Anja langsung berjalan menuju perpustakaan sambil bergumam riang. Ia merasa lega karena akhirnya menemukan solusi untuk masalah Nathan, setelah sebelumnya merasa stres dengan hal itu. Jadi, meskipun semalam dia tidak sempat tidur, Anja tidak merasa capek sama sekali. Justru dia merasa tidak sabar untuk segera mengajar Nathan.
Sampai di perpustakaan, hanya ada penjaga perpus di sana. Anja mengobrol sebentar dengan wanita berkacamata itu, kemudian menerima kunci cadangan yang diberikan padanya. Penjaga perpus juga mengingatkan Anja untuk tidak lupa menutup pintu setelah perpus selesai digunakan.
Penjaga perpus pun pergi, dan sekarang hanya tersisa Anja sendiri di ruangan yang dipenuhi buku itu. Anja mencari spot terbaik untuk belajar, dan memilih satu tempat di samping jendela. Ia pun menunggu di sana sambil menyiapkan buku-buku yang berkaitan dengan pelajaran.
Lama Anja menunggu, tapi sosok Nathan tak segera muncul. Anja yang mulai bosan menguap beberapa kali. Matanya yang sejak semalam tidak beristirahat menjadi sedikit berat, tapi ia berusaha untuk menahannya.
"Kemana anak itu? Jangan-jangan dia lupa," Anja mengeluh. Tapi ia tetap bertahan dan memilih untuk menunggu. Hingga tanpa sadar, matanya yang memang hanya tersisa lima watt pun menutup dengan sendirinya.
Di luar sekolah, Nathan berlari dengan napas terengah-engah. Sebenarnya, Nathan bukannya lupa dengan janjinya pada Anja. Justru, dia lupa memberitahu bapak pemilik toko tempatnya bekerja bahwa pagi ini tidak bisa masuk karena harus sekolah. Jadi, Nathan harus pergi dulu ke toko dan meminta izin ganti shift di malam hari, barulah dia kembali ke sekolah untuk menemui Anja.
Nathan langsung masuk ke dalam perpustakaan saat ia melihat pintu ruangan itu masih terbuka. Dengan napas tersengal, ia melihat ke sekeliling ruangan, dan terlihat sang wali kelas yang sedang duduk di kursi dekat jendela.
"Maaf Bu, aku—" Nathan menghentikan ucapannya karena kepala Anja tiba-tiba terkulai ke samping. Nathan buru-buru menangkap pipi Anja supaya tidak terantuk meja. Anja yang memang mengantuk berat, tidak menyadari kehadiran Nathan dan malah melanjutkan tidurnya.
"Astaga, dia tidur?" Nathan menghela napas panjang. Tanpa sadar ia tersenyum geli. "Dasar. Padahal Bu Anja yang menyuruhku untuk menahan kantuk, tapi ternyata dia sendiri ketiduran."
Dengan hati-hati, Nathan kemudian melepaskan tangannya dari pipi Anja, dan memastikan wali kelasnya itu tidur dengan nyaman. Setelah itu, ia pun beranjak duduk di kursi yang ada di depan Anja dengan langkah pelan.
"Astaga, apa ini? Kenapa banyak sekali bukunya?" Nathan berdecak sambil melihat satu persatu buku pelajaran di atas meja. Ia lalu menatap Anja yang masih tertidur pulas. "Bagaimana bisa tubuh sekecil itu membawa semua ini?"
Tanpa sadar, yang Nathan lakukan selanjutnya bukanlah mengerjakan tugas, melainkan menatap wajah Anja yang sedang tertidur. Matanya sibuk menelusuri fitur-fitur di wajah gurunya itu.
"Siapapun juga tidak akan percaya kalau kamu adalah guru," Nathan tersenyum mengingat pertemuan pertamanya dengan Anja. "Kamu begitu kecil dan imut, wajar kalau aku mengira kamu adalah anak baru."
Alis Nathan terangkat saat ia melihat dahi Anja berkerut. Berpikir keras, apa gurunya itu sedang mimpi buruk? Dengan hati-hati, Nathan menempelkan telunjuknya pada dahi Anja, dan seketika kerutan itu menghilang.
"Astaga, lucunya," Nathan tertawa kecil. "Tapi tidak ada lucu-lucunya kalau sedang mode cerewet," Nathan mendengus, mengingat saat Anja datang ke rumahnya kemarin.
"Astaga, kalau aku tidak mengerjakan tugasku, dia pasti akan mengomel lagi." Nathan akhirnya menyudahi aktifitasnya menatap wajah Anja, dan memilih untuk fokus pada tugas-tugas sekolahnya.
...----------------...
Tok, tok.
Anja terbangun saat ia mendengar suara ketukan pada meja. Ia membuka mata, dan siluet seorang murid laki-laki tampak berjalan keluar perpustakaan. Anja langsung sadar seratus persen. Astaga, aku ketiduran!
"Nathan? Dimana anak itu? Apa dia sudah pergi? Bagaimana dengan les privatnya?!" Anja berseru panik. Saat sedang panik-paniknya, matanya melihat kertas notes yang menempel di atas meja.
Bangun, Bu guru tukang tidur!
N.
anjaaa kamu itu jangan mau ditindas cindiiiiii,,,😠😤
aduhh kayaknya ruwett ya 😂 apalagi kalo tau Anja sempet ngomong ke Cindy buat ngerebut Nathan dari Anja .. apa gak shocking soda tuh si Nathan