Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyuapi Dominic
Setelah selesai berbelanja, Ruby melihat restoran pizza di seberang jalan. Dia menelan ludah, sudah lama sekali dia tidak makan pizza, sehingga dia ingin sekali membeli pizza di restoran itu.
"Dominic , ayo kita makan pizza di restoran itu," ajak Ruby, sambil menunjuk restoran pizza itu.
Dominic, tanpa mengangkat pandangan ke arah yang ditunjuk Ruby, berkata, "Aku tidak lapar. Kau makan saja sendiri."
Ruby memanyunkan bibirnya. "Ah, kau ini selalu saja tidak lapar. Kapan kau akan lapar!?"
"Aku tidak lapar, dan tidak tahu kapan akan lapar. Kalau kau mau, kau saja yang makan," sahut Dominic dengan wajah datar.
Ruby mendekat, tiba-tiba dia memeluk lengannya Dominic. "Kalau begitu, kau temani aku pergi ke restoran pizza itu. Kau tenang saja, uangku masih ada tersisa sedikit. Kali ini aku yang akan bayar makanannya."
Dominic menghela napas panjang. Dia lalu menatap Ruby dengan raut wajah datar namun jelas lelah meladeni rengekan istrinya.
"Baiklah. Tapi jangan berharap aku makan pizza," ucap Dominic dengan dingin.
Ruby bersorak kecil, menarik tangan Dominic untuk segera bersiap menyebrang ke restoran pizza itu. Mereka memilih berjalan kaki, sebab terlalu jatuh jika harus memutar arah.
---
Di restoran pizza, Ruby tampak bersemangat memilih menu. Dominic, di di hadapannya, hanya duduk dengan ekspresi yang sama sekali tidak terpengaruh suasana ceria di sekitarnya.
Pelayan mendekati mereka. "Apa yang ingin Anda pesan, Nyonya?"
"Satu porsi pizza pepperoni besar! Dan, eh, untuk suamiku... Dominic, kau mau apa?"
Dominic menjawab tanpa menatap buku menu di hadapannya. "Soda saja."
Ruby memicingkan matanya. "Hanya soda? Kau sungguh tidak mau pizza?"
"Ya, aku tidak mau," jawab Dominic singkat.
Ruby hanya mengangkat bahu, melanjutkan pesanannya. Setelah selesai, pelayan segera meninggalkan pasangan itu.
"Kau pasti jarang keluar dari mansion." Ruby mulai berbasa-basi, sebab dia tidak menyukai suasana yang terlalu diam.
"Aku memang tidak menyukai dunia luar, terlalu berisik," sahut Dominic, sambil memainkan korek gas. Dia ingin merokok, namun di restoran itu tertulis tidak boleh merokok di dalam sana.
"Kau terlalu menyukai kesunyian, sepertinya aku harus mengajakmu ke taman bermain, supaya hidupmu tidak suram," ucap Ruby, diakhiri dengan kekehan kecil. Dominic hanya menatapnya singkat, tak ingin memberi respon lebih lanjut.
Namun, di dalam hati Dominic, dia merasa bahagia bisa pergi ke restoran bersama Ruby. Dia merasakan sesuatu yang berbeda kali ini. Mulai sejak tadi, saat mereka berbelanja, Dominic sudah merasakan hal ini.
*
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. Ruby langsung menyerbu pizza yang masih hangat, sementara Dominic hanya menyesap soda dinginnya dengan tenang.
Ketika Ruby sedang menikmati makanannya, pandangannya tertuju pada pasangan muda di meja sebelah. Mereka tampak romantis, saling menyuapi dengan tawa kecil. Ruby tersenyum nakal, lalu melirik Dominic yang masih memasang wajah datar. Sebuah ide muncul di kepalanya.
Ruby mendekatkan sepotong pizza ke mulut Dominic. "Dominic, coba ini!"
Dominic hanya melirik sekilas. "Aku bilang, aku tidak mau pizza."
"Coba dulu sedikit, kau pasti akan sangat menyukainya, Dominic. Kau harus makan, aku memaksamu kali ini!" ucap Ruby dengan tegas.
Dominic memalingkan wajah, merasa risih dan malu harus disuapi di tempat ramai itu. Namun, Ruby tak menyerah. Dia terus mengarahkan pizza itu ke hadapan suaminya. Beberapa pengunjung mulai memperhatikan dan tertawa kecil melihat pasangan itu.
Dominic mendesah pelan, merasa kalah "Baiklah, tapi hentikan drama ini."
Dengan enggan, Dominic membuka mulutnya dan menggigit potongan pizza yang disodorkan Ruby. Gigitan besar itu hampir membuat Ruby kehilangan potongan pizzanya.
Ruby tertawa kecil. "Kau bahkan menggigit dengan sangat besar."
Dominic mengunyah, wajah sedikit memerah. "Biasa saja, apanya yang besar?"
Meski bersikap dingin, Dominic tak bisa menyembunyikan sedikit senyuman di ujung bibirnya. Ruby, yang melihat itu, hanya terkekeh puas. Satu lagi momen kecil mereka yang manis berhasil tercipta, meski Dominic belum ingin mengakuinya sekarang.
Ruby kembali menyuapi Dominic, kali ini pria itu tidak menolak lagi. Namun, ketika Dominic ingin balas menyuapi Ruby, dia mengurungkan niatnya karena merasa malu jika harus menyuapi wanita itu.
"Jika sudah selesai makan, kita harus segera kembali ke mansion. Ada yang harus aku bicarakan dengan Robin," kata Dominic.
Ruby mengangguk, menelan dengan susah payah. "Ya, kita akan segera pulang, tenang saja. Kau pasti bisa bertemu dengan Robin dan berbicara dengannya hingga menjelang pagi."
Dominic tidak menjawab lagi. Dia hanya menatap Ruby, sesekali memainkan korek gas miliknya karena bosan.
Namun, ekor matanya menangkap bayangan seseorang yang sedang menatap mereka dari luar. Dominic dapat melihatnya, sebab dinding restoran itu terbuat dari kaca.
'Siapa lagi itu?' batin Dominic.
...****************...