Kumpulan Cerita Pendek Kalo Kalian Suka Sama Cerpen/Short Silahkan di Baca.
kumpulan cerita pendek yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia dari momen-momen kecil yang menyentuh hingga peristiwa besar yang mengguncang jiwa. Setiap cerita mengajak pembaca menyelami perasaan tokoh-tokohnya, mulai dari kebahagiaan yang sederhana, dilema moral, hingga pencarian makna dalam kesendirian. Dengan latar yang beragam, dari desa yang tenang hingga hiruk-pikuk kota besar, kumpulan ini menawarkan refleksi mendalam tentang cinta, kehilangan, harapan, dan kebebasan. Melalui narasi yang indah dan menyentuh, pembaca diajak untuk menemukan sisi-sisi baru dari kehidupan yang mungkin selama ini terlewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfwondz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai Aku Menjadi yang Terkuat.
Malam di kota Langit Biru selalu penuh dengan gemuruh. Hujan deras, angin yang meraung, dan kilatan petir yang memecah langit malam. Di tengah hujan yang menderu itu, seorang pemuda dengan tubuh penuh luka berjalan tertatih-tatih melewati lorong gelap. Namanya, Arkha. Wajahnya pucat, rambutnya basah, dan matanya yang dulu penuh harapan kini dipenuhi kelelahan. Hari itu ia gagal lagi. Kegagalan yang membuatnya merasa semakin jauh dari impiannya menjadi yang terkuat.
Arkha bukanlah orang biasa. Ia lahir dengan apa yang orang sebut sebagai Status Keterampilan Abnormal. Keterampilan itu memberikan kekuatan, tetapi dengan konsekuensi yang berat. Setiap kali ia menggunakan kekuatannya, tubuhnya merasakan sakit luar biasa. Namun, bagi Arkha, sakit fisik itu tak seberapa dibandingkan rasa frustrasi setiap kali ia gagal. Setiap kali ia mengalahkan satu musuh, muncul musuh yang lebih kuat lagi.
"Aku tidak akan pernah cukup kuat," gumamnya, menggenggam dadanya yang berdenyut-denyut kesakitan.
Kilasan ingatan pertarungan terakhirnya masih menghantui pikirannya. Lawannya kali ini adalah Valdo, seorang petarung yang terkenal di seluruh penjuru kota karena kekuatannya yang tak terkalahkan. Dengan senyum sinis, Valdo menyebut Arkha tak lebih dari seorang pengecut yang bersembunyi di balik keterampilannya yang tak lazim.
"Apakah kau berpikir dengan kekuatan abnormalmu itu kau bisa menantangku? Hah!" seru Valdo sambil meninju perut Arkha, membuatnya terlempar ke belakang.
Arkha mencoba bangkit, meskipun napasnya sudah tersengal-sengal. "Aku akan... aku akan menang," ucapnya penuh keyakinan, meskipun dalam hatinya, ia tahu itu kebohongan.
Tapi seperti yang terjadi berkali-kali sebelumnya, ia kalah. Tubuhnya dihantam berkali-kali oleh pukulan Valdo hingga akhirnya tak mampu bergerak lagi. Rasa malu membebani pundaknya saat ia melihat Valdo melangkah pergi tanpa rasa peduli.
Bagian 1: Kilasan Masa Lalu
Arkha tak bisa melupakan saat pertama kali menyadari ia berbeda. Pada usia sepuluh tahun, ketika anak-anak lain berlatih untuk menjadi petarung biasa, ia tiba-tiba mengalami ledakan kekuatan yang tak terduga. Awalnya, ia merasa beruntung. Dengan kekuatan abnormalnya, ia bisa dengan mudah melampaui orang-orang di sekitarnya. Tetapi, ia segera menyadari bahwa kekuatan itu tidak bisa dikendalikan.
Di setiap pertarungan, meskipun ia menang, tubuhnya selalu menderita. Otot-ototnya akan terasa seperti terkoyak, dan rasa sakit akan membuatnya pingsan selama berhari-hari. Seiring waktu, semakin kuat lawannya, semakin besar rasa sakit yang ia alami. Namun, Arkha bersumpah untuk terus berjuang. Bagi dia, menjadi yang terkuat adalah satu-satunya tujuan hidupnya.
Ayahnya pernah berkata, “Kekuatanmu itu kutukan, Arkha. Tak peduli seberapa kuat kau menjadi, kau tidak akan pernah benar-benar menang jika kau terus mengandalkan kekuatan yang menghancurkanmu sendiri.”
Tapi Arkha tak pernah mendengarkan kata-kata itu. Baginya, kekuatan adalah satu-satunya jalan. Ia berjuang keras, meskipun harus menanggung rasa sakit yang tak terbayangkan.
Bagian 2: Pertemuan dengan Aira
Di tengah hujan lebat, Arkha akhirnya sampai di sebuah kedai kecil. Suasananya hangat, dengan cahaya kuning lembut yang memancar dari lilin-lilin yang berjejer di atas meja. Ia duduk di salah satu sudut, mencoba menenangkan pikirannya.
"Arkha?"
Sebuah suara lembut menyapanya. Arkha mendongak dan melihat seorang gadis dengan rambut panjang berwarna perak berdiri di depannya. Itu adalah Aira, teman masa kecilnya yang telah lama tak ia temui.
"Aira? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Arkha, terkejut sekaligus lega melihat wajah yang dikenalnya di tempat yang asing ini.
"Aku bisa bertanya hal yang sama padamu. Kau terlihat... sangat lelah," ucap Aira sambil duduk di hadapannya. Tatapan matanya yang lembut langsung menyadari luka-luka di tubuh Arkha.
"Aku... aku hanya bertarung lagi," jawab Arkha dengan suara pelan.
Aira menatapnya dengan cemas. "Kau harus berhenti, Arkha. Pertarungan seperti ini hanya akan menghancurkanmu. Apakah menjadi yang terkuat sepadan dengan semua ini?"
Arkha terdiam. Pertanyaan Aira menusuk hatinya. Apakah sepadan? Apakah rasa sakit, kegagalan, dan kesepian ini sepadan dengan keinginannya menjadi yang terkuat? Tapi ia menggenggam erat tangannya, mencoba menahan semua keraguan itu.
"Aku tidak punya pilihan lain, Aira. Ini satu-satunya hal yang aku tahu," jawabnya keras kepala.
"Arkha..." Aira menarik napas panjang, sebelum akhirnya ia berbisik, "Kau tidak sendirian. Kau tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun. Kekuatanmu... itu bukan segalanya."
Namun, Arkha hanya menggeleng. "Aku harus menjadi yang terkuat, Aira. Kalau tidak, aku tidak ada artinya."
Bagian 3: Tantangan Terakhir
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Arkha mendengar kabar tentang turnamen yang akan diadakan di pusat kota. Hadiahnya bukan hanya harta, tetapi gelar sebagai petarung terkuat di seluruh Langit Biru. Arkha tahu ini adalah kesempatannya. Ia tidak peduli berapa banyak musuh yang harus ia hadapi, ia hanya tahu satu hal—ia harus menang.
Saat hari turnamen tiba, arena penuh sesak dengan penonton yang bersorak-sorai. Arkha melangkah ke arena dengan perasaan tegang. Setiap langkah yang ia ambil membawa beban kegagalan masa lalunya. Kali ini, tidak ada ruang untuk kesalahan.
Pertarungan dimulai. Musuh-musuh datang satu per satu. Arkha mengalahkan mereka, meskipun dengan rasa sakit yang semakin menggila di seluruh tubuhnya. Kekuatan abnormalnya memberinya keunggulan, tetapi tubuhnya mulai memberontak. Setiap serangan yang ia lepaskan membuat otot-ototnya terasa seperti akan robek.
Dan akhirnya, Valdo muncul. Lawan terkuat yang pernah ia hadapi.
"Arkha, kau kembali lagi. Apa kau sudah siap menerima kekalahan lagi?" Valdo tertawa sinis.
"Tidak kali ini," jawab Arkha, meskipun tubuhnya gemetar.
Pertarungan berlangsung sengit. Pukulan demi pukulan dilepaskan, tetapi kali ini Arkha menahan semua rasa sakit. Ia tahu jika ia menyerah, semua usahanya selama ini akan sia-sia. Setiap kali Valdo menyerang, Arkha merespons dengan lebih kuat, meskipun setiap serangan itu membuat tubuhnya semakin rusak.
Pada akhirnya, saat Valdo bersiap untuk memberikan serangan pamungkas, Arkha merasakan sesuatu yang berbeda dalam dirinya. Ia merasakan gelombang kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya. Bukan hanya kekuatan abnormalnya, tetapi tekadnya untuk mengatasi semua kegagalannya.
Dengan teriakan keras, Arkha melompat ke arah Valdo dan memberikan pukulan terakhir yang menghantam lawannya hingga tersungkur. Penonton terdiam sejenak, sebelum akhirnya meledak dalam sorak-sorai.
Arkha berdiri dengan napas terengah-engah. Tubuhnya penuh luka, tetapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kemenangan fisik. Ia tahu, akhirnya ia berhasil. Bukan hanya mengalahkan Valdo, tetapi juga dirinya sendiri.
Aira, yang berdiri di antara penonton, tersenyum kecil. Ia tahu Arkha telah menemukan kekuatan sejatinya kekuatan untuk terus maju, meskipun dunia terus menjatuhkannya.
Arkha tersenyum tipis, meskipun rasa sakit masih menyengat di sekujur tubuhnya. Mungkin, kekuatan yang ia cari bukanlah tentang mengalahkan semua orang, melainkan tentang mengalahkan dirinya sendiri.