Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode Penolakan.
Trisya yang berjalan menuju Gorden yang masih menggunakan pakaian tidur membuka tirai jendela yang memasukkan pancaran sinar matahari.
Cahaya sinar matahari yang mengenai wajah Devan yang ternyata masih berbaring di atas ranjang. Devan mengerutkan matanya dengan memijat kepalanya yang akhirnya membuka mata itu perlahan yang merasakan begitu sangat silau.
Mata Devan yang melihat arah jendela dan melihat sang istri yang berdiri di depan jendela sudah menghadapnya dan sinar matahari itu mampu membuat Trisya seperti bidadari yang turun dari langit saja.
"Apa aku mengganggu tidurmu?" tanya Trisya dengan suaranya yang lembut.
"Tidak!" jawab Devan dengan menghela nafas yang langsung duduk.
Trisya menghampiri Devan yang memberikan segelas air putih kepada sang suami dengan dia yang duduk di samping Devan.
"Makasih," sahut Devan meneguk air putih itu.
"Aku juga sama seperti kamu, saat bangun tidur langsung minum air putih sebelum turun dari ranjang. Hal itu menjadi kebiasaan dan ternyata kita berdua sama-sama memiliki kebiasaan itu," ucap Trisya.
Sebelum mereka menikah, Devan sempat menceritakan kebiasaannya kepada Trisya dan Devan tersenyum yang mungkin tidak menyangka jika Trisya mendengarkan hal-hal sepele yang dia katakan.
"Makasih kamu sudah melakukan hal ini dan menurutku hal sepele seperti ini sangat baik untuk awal pernikahan kita," ucap Devan.
"Oh iya. Trisya, aku mengambil cuti 1 Minggu untuk pernikahan kita. Jadi cutiku masih ada beberapa hari lagi sebelum aku kembali bekerja. Bagaimana kalau kita berlibur. Kita sebelum menikah tidak terlalu mengenal dekat dan tidak terlalu saling mengetahui sifat masing-masing. Karena selama ini aku terlalu banyak bicara dan tidak memberikan kamu izin untuk berbicara. Jadi aku ingin kita menghabiskan waktu bersama untuk lebih dekat lagi dan saling mengetahui satu sama lain," ucap Devan yang memiliki ide.
"Apa itu semacam bulan madu?" tanya Trisya.
"Aku memang sudah menyiapkan liburan ke Bali. Ya. itu yang dinamakan bulan madu. Orang-orang akan menghabiskan waktu bersama setelah menikah. Walau hanya Bali. Karena aku juga tidak memiliki libur yang lama dan jika sudah bekerja pasti akan mulai sibuk," ucap Devan.
"Tapi aku juga baru saja menerima hadiah pernikahan dari kakek. Kalau kita berbulan madu ke Eropa," ucap Trisya.
"Eropa," sahut Devan. Trisya menganggukkan kepala.
"Aku lupa. Jika Dia anak pewaris dan bahkan calon pewaris. Jadi jelas tidak akan tertarik untuk liburan ke Bali. Aku masih saja merasa jika apa yang aku berikan sudah terlalu mewah untuknya dan pada hal itu jelas-jelas tidak ada apa-apanya," batin Devan yang nyalinya tiba-tiba menciut.
"Tapi aku menolak," sahut Trisya.
"Kenapa ?" tanya Devan heran.
"Untuk apa kita harus jauh-jauh ke Eropa dengan waktu yang sangat singkat dan bukankah juga hanya kamu yang akan masuk kerja setelah menghabiskan masa cuti dan aku juga. Lagi pula kita tidak akan bisa menghabiskan waktu seperti pasangan yang baru menikah pada umumnya. Aku juga masih datang bulan. Bukankah bulan madu itu tujuan utamanya hanya untuk itu!" ucap Trisya yang pasti Devan sudah paham apa yang Trisya katakan.
"Kamu benar untuk pergi ke Eropa untuk melakukan bulan madu tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu. Tetapi kembali, kita hanya perlu beberapa hari saja dan bukan hanya untuk masalah hubungan intim di atas ranjang. Tapi aku sudah mengatakan, jika kita berdua belum saling mengenal secara dekat dan apa salahnya jika kita saling mengenal lagi yang memiliki waktu untuk berdua, mengobrol berdua tanpa ada yang mengganggu," ucap Devan yang lebih memperjelas maksud dia mengajak istrinya untuk pergi.
"Tapi jika ingin mengenal secara dekat. Kita tidak perlu ke Bali. Kita aktivitas di Jakarta saja, atau makan di mana, ngobrol, atau melakukan hal-hal yang positif, seperti olahraga bersama atau sama-sama melakukan hobi masing-masing," ucap Trisya yang ternyata kurang sependapat dengan Devan.
"Jadi kamu tidak ingin ke Bali?" tanya Devan memastikan.
Wajahnya terlihat sedikit bete dan apa mungkin dia merasa kesal pada sang istri yang sebenarnya ingin menolak permintaan Devan. Tetapi sejak tadi tidak berhenti memberikan alasan.
"Ya. Sudah jika kamu tidak mau dan mungkin saja menurut kamu hadiah pernikahan yang aku berikan tidak ada apa-apanya dengan apa yang kamu miliki. Its oke. Hal itu sama sekali tidak masalah," sahut Devan yang tanpa bete yang langsung menyibak selimut dan turun dari ranjang.
"Kamu marah padaku?" tanya Trisya.
Devan diam saja yang tidak mengatakan apa-apa dan langsung memasuki kamar mandi.
"Masa iya kami harus memperdebatkan setiap hari hanya tentang masalah kesetaraan. Padahal aku sama sekali tidak mengatakan apa-apa dan dia sudah berpikiran bahwa aku seolah tidak level pergi ke Bali. Aku hanya tidak ingin saja waktu terbuang sia-sia dan lagi pula hanya untuk mengobrol untuk apa jauh-jauh ke Bali," batin Trisya yang merasa serba salah.
Devan juga sangat mudah sekali tersinggung dan terus saja berpikiran negatif pada Trisya.
**
Devan yang menuruni anak tangga bersama dengan Trisya yang seperti biasa selalu berpenampilan sangat cantik. Trisya yang menggunakan tantop berwarna hitam dengan rok putih yang lipat di atas pahanya dan juga memakai topi warna putih dengan rambut yang diikat satu.
Dari penampilannya sepertinya Trisya ingin melakukan kegiatan santai.
"Ayo ke sana!" ajak Trisya mengarahkan sang suami yang berjalan. Devan hanya mengikut saja dan mungkin kakinya sangat lelah berjalan di rumah yang sangat luas itu.
Sampai akhirnya mereka berdua keluar dari rumah dan sudah ada mobil golf.
Trisya dan Devan yang yang langsung menaiki mobil tersebut. Sudah dapat dipastikan jika keduanya akan bermain golf.
Kepala Devan yang sejak tadi melihat ke arah kiri dan kanan melihat betapa luasnya kediaman milik istrinya itu dengan lapangan yang sangat besar dan bahkan menuju lapangan golf pribadi saja harus menggunakan mobil.
Sekarang bukan Trisya yang beruntung mendapatkan Devan. Tetapi justru Devan yang sekarang sangat beruntung mendapatkan Trisya. Cucu kolong merat yang kaya raya yang hartanya tidak akan habis 7 turunan.
Akhirnya pasangan pengantin baru itu sampai juga di lapangan golf tersebut dengan mereka berdua yang langsung turun. Dari kejauhan Devan sudah melihat ada Haryanto dan juga Rangga yang sedang bermain golf.
Selain itu ada juga Sherly istri Rangga dan juga bersama dua buah hatinya yang ikut menemani orang tuanya.
"Aunty!" suara bocah laki-laki sekitar 7 tahun itu langsung menghampiri Trisya ketika melihat Trisya menghampiri mereka.
"Sayang pelan-pelan," sahut Sherly mengingatkan anaknya.
Trisya yang berjongkok dan memeluk bocah tampan itu.
"Kamu nanti jatuh kalau lari-lari seperti ini Vano," ucap Trisya dengan tersenyum.
"Vano calon pelari yang hebat dan Vano tidak akan jatuh," jawab Vano
"Baiklah! Aunty percaya itu," sahut Trisya mengangguk tersenyum. Trisya yang berdiri dari tempat duduknya dan langsung menghampiri Sherly yang duduk sedang menyuapi anak keduanya yang baru saja berusia 2 bulan.
"Devan jangan hanya berdiri di sana saja mengikuti istrimu. Ayo kemari dan kamu tunjukkan keahlianmu dalam bermain Golf," sahut Rangga dengan menantang Devan.
"Aku tidak bisa bermain Golf," jawab Devan apa adanya.
Bersambung.....
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi