Rendra bisa menempuh pendidikan kedokteran lewat jalur beasiswa. Di kampus dia diremehkan karena miskin dan culun. Tak jarang Rendra bahkan dibully.
Namun dibalik itu semua, Rendra adalah orang yang jenius. Di usianya yang masih 22 tahun, dia sudah bisa menghafal berbagai jenis anatomi manusia dan buku tebal tentang ilmu bedah. Gilanya Rendra juga piawai mempraktekkan ilmu yang telah dipelajarinya. Akibat kejeniusannya, seseorang menawarkan Rendra untuk menjadi dokter di sebuah rumah bordil. Di sana dia mengobati wanita malam, pecandu, orang yang tertusuk atau tertembak, dan lain-lain. Masalah besar muncul ketika Rendra tak sengaja berurusan dengan seorang ketua mafia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29 - Bertemu Dokter Hakim
Rendra telah berhasil memasang katup buatan dengan baik. Ia dan semua orang di ruang operasi mendengus lega. Tak terkecuali Dokter Alan.
Brak!
Pintu mendadak terbuka. Vino muncul bersama Dokter Hakim.
Jantung Rendra seketika berdegup kencang. Bukan saja karena takut akan mendapat omelan, tetapi juga karena cukup senang melihat Dokter Hakim di depan mata.
"Apa yang sudah kau lakukan, hah?!" timpal Dokter Hakim dengan mata menyalang. Ia segera memeriksa hasil dari tehnik operasi yang dilakukan Rendra.
"Dia berhasil!" ujar Dokter Alan.
"Apa?!" Vino kaget mendengar kalau Rendra berhasil melakukan operasi. Semuanya benar-benar di luar dugaan.
Dokter Hakim terkesiap. Dia kagum dengan hasil kinerja Rendra. Lelaki itu melakukannya dengan baik dan rapi. Padahal kenyataannya Rendra masih seorang dokter koas.
"Maaf, Dok... Saya tadi terpaksa melakukannya..." lirih Rendra.
"Selesaikan apa yang kau mulai! Apa sudah di sterilkan?" ucap Dokter Hakim.
"Belum! Saya akan melakukannya sekarang," sahut Rendra dengan senyum senang dibalik maskernya. Ia senang karena Dokter Hakim tak marah.
"Lakukan! Setelah itu kita bicara!" balas Dokter Hakim tegas. Dia memang berdecak kagum akan kinerja Rendra. Namun aturan tetaplah aturan. Jika Rendra ingin melakukan tindakan operasi, maka dirinya harus lulus terlebih dahulu.
Rendra mengangguk. Dia menstelirkan keadaan tubuh pasien dengan menuang cairan saline terlebih dahulu. Lalu barulah dirinya menjahit kulit pasien.
Sementara itu, Dokter Hakim keluar dari ruang operasi. Di ikuti oleh Vino setelahnya. Ketika mereka keluar, lagi-lagi gerombolan pria berbadan kekar datang dan menanyakan keadaan bos mereka.
"Operasi berhasil!" ungkap Dokter Hakim. Kabar tersebut sontak membuat para pria bertubuh kekar itu senang.
Selanjutnya Dokter Hakim beranjak. Vino masih saja mengekorinya.
"Kenapa, Dok? Tidak mungkin dia melakukannya dengan benar!" kata Vino. Ia heran kenapa Rendra tidak dimarahi dan justru diperbolehkan menyelesaikan operasi.
Dokter Hakim berhenti melangkah. Dia memutar tubuhnya menghadap Vino.
"Temanmu itu melakukannya dengan benar. Dia pintar dan bukan sok pintar!" sahut Dokter Hakim. Ia lalu beranjak meninggalkan Vino yang terdiam seribu bahasa.
...***...
Kini Rendra baru menyelesaikan sesi operasinya. Dia sangat lega karena usahanya berhasil. Pasien lantas di alihkan ke kamar rawat inap.
Rendra tak berhenti menyematkan senyum di bibir tipisnya. Dia sekarang tengah sibuk mencuci tangannya.
"Kau hebat sekali, Ren!" puji Gilang sambil mengacungkan jempol.
"Apaan sih, Kak..." Rendra terkekeh malu.
"Ya. Mulai sekarang aku akan memujamu. Dokter Hakim bahkan tercengang dengan hasil kinerjamu," komentar Elena.
"Syukurlah... Aku hanya ingin pasien selamat," ungkap Rendra.
"Tapi... Apa kalian lihat tato di tubuh pasien tadi? Banyak sekali kan?" tukas Gilang.
"Aku rasa dia preman atau gangster," tanggap Elena.
"Kayaknya gangster, Dok! Karena pas aku keluar di waktu operasi tadi, aku melihat beberapa pria menunggunya. Mereka semua rata-rata bertubuh kekar dan bertato," sahut Perawat Dina.
"Terserah itu siapa, yang terpenting kita sudah berhasil menyelamatkan pasien," imbuh Rendra.
"Kita? Kau kali!" Gilang merangkul pundak Rendra.
"Iya. Kau kan yang sudah berusaha menyelamatkannya," ungkap Elena.
"Enggak. Dalam setiap operasi itu ada tim, dan tanpa adanya kalian, aku mungkin nggak akan berhasil," kata Rendra. Dia, Gilang dan Elena lantas kembali ke kantor. Mereka beristirahat sejenak di sana.
Kebetulan Vino terlihat di sana juga bersama Zian. Perasaan kesalnya semakin bertambah pada Rendra. Vino hanya terus melemparkan tatapan tajamnya pada Rendra. Tetapi tiba-tiba Gilang menghampiri Vino dengan tatapan marah.
"Eh! Kau emang jahat sekali jadi teman! Bukannya bantuin malah kabur. Pakai aduin segala lagi sama Dokter Hakim!" omel Gilang.
Bertepatan dengan itu, Dokter Hakim muncul. Ia mengajak Rendra bicara empat mata.
maaf thor,apa beneran umur mister man dan rendra gak beda jauh 🤭mister man kan pria paruh baya