Menjadi pembantu bukanlah rencana awal Sukma mencari pekerjaan. Setidaknya dengan bekal ijazahnya yang hanya tamat SMA.
Dia berharap bisa bekerja menjadi buruh pabrik, atau karyawan swasta. Himpitan ekonomi memaksa dirinya untuk segera mendapatkan pekerjaan.
Hingga akhirnya seseorang menawarkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga. Tanpa pikir panjang Sukma menerima tawaran kerja yang cukup jauh dari kampung halamannya.
Gimana ya kelanjutan hidup Sukma Ajeng sebagai Asisten Majikan Bulenya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ninaammar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melukai Diri Sendiri
Tubuh Sukma yang terbaring lemah, tidak lebih seperti layaknya raga tanpa jiwa. Rasa takut, rasa cemas semua bercampur menjadi satu. Menangis, dan menangis itu yang Sukma lakukan selama dua hari terakhir.
Seperti apa yang Jimmy katakan, Richard hanya bisa melihat kondisi Sukma melalui lubang kecil dari balik pintu. Jika ia sedang lelap dibawah pengaruh obat tidur.
Beruntung perawat mampu membujuk Sukma, untuk makan, dan minum obat. Jika tidak Sukma benar-benar depresi, hingga psikologisnya terganggu. Di taman Sukma bersama perawat, menikmati udara pagi yang tidak jauh dari ruangannya.
"Nona, waktunya untuk istirahat. Kita kembali ke kamar." ucap suster, mengajaknya istirahat setelah berhasil membujuk Sukma untuk meminum obatnya.
Perawat mendorong kursi roda membawa Sukma menuju ruangan, lalu membantunya berbaring keatas ranjang. Menyelimuti tubuhnya sebatas dada. Lalu perawat keluar dengan membawa peralatan medis di tangannya.
"Suster!" panggil Sukma. Menghentikan langkahnya.
"Ya, Nona. Anda butuh sesuatu?" tanya suster dengan senyum ramah.
''Kapan Saya bisa pulang?" tanya Sukma kembali terisak. Sukma begitu sangat merindukan keluarganya. Bayangan wajah ibu, ayah, serta adiknya selalu membuatnya menangis.
"Jika Nona sudah benar-benar sehat. Dokter pasti mengizinkan Nona kembali ke rumah," ucap suster tersenyum. Memberi Sukma semangat untuknya.
"Ke rumah?" ulang Sukma bertanya dalam benaknya.
"Ya, pulang ke rumah. Sekarang Nona harus istirahat, dan tidak boleh menangis lagi. Karena itu tidak baik untuk kesehatan Nona." bujuk suster sebelum beranjak meninggalkan ruangan.
"Pulang ke rumah? Rumah yang mana? Aku tidak memiliki tempat dimanapun. Ibu, ayah, mereka tidak akan menerimaku sebagai putrinya lagi. Karena putrinya telah memberikan aib untuknya." Lagi, dan lagi Sukma kembali menangis. Setiap kali mengingat kelurganya.
Sukma terisak, menangis memeluk lututnya. Berperang dengan pikirannya yang merasa seorang diri. Menganggap dirinya hanya akan menjadi bahan gunjingan, seperti halnya sampah yang tak berguna.
Aku tidak akan pulang, dan aku tidak akan kembali di tempat manapun. Aku akan mencari dimana seharusnya Aku berada.
Sukma terus berkata-kata pada hatinya berpikir. Bagaimana caranya keluar dari rumah sakit, meninggalkan ruangan yang membuatnya terisolasi seorang diri.
*
Usai menemui klien, dan memeriksa beberapa berkas yang sempat tertunda. Richard bergegas pergi menuju rumah sakit. Seperti biasa ia akan menyerahkan urusan kantor pad Jimmy sebagai kaki tangannya.
Setibanya di lobi rumah sakit, ia mempercepat langkahnya menuju ruangan dokter William. Untuk menanyakan perkembangan kondisi Sukma saat ini. Richard mengetuk pintu, dan masuk setelah mendapat jawaban dari dalam.
"Morning, doc!" sapa Richard, yang mendapat balasan dari dokter, William. Dan duduk di kursi di depan meja kerjanya.
"I want to know how Sukma is today?" (Saya ingin tahu bagaimana keadaan Sukma hari ini) tanya Richard pada dokter. Yang menangani kondisi Sukma saat itu.
"What a coincidence you came hare. This is the result of sukma's health report today.'' (kebetulan sekali Anda datang kesini. Ini hasil laporan kesehatan Sukma hari ini)
Dokter menjelaskan bagaimana kondisi Sukma, sesuai hasil laporan suster yang menjaganya. Jika pasien cukup baik, sudah menunjukkan perkembangan kesehatannya.
"Kapan Saya bisa menemui Sukma, Dok?" tanya Richard lagi. Dokter William tidak langsung menjawab. Menarik nafas lalu membuangnya kasar.
"Untuk saat ini, sebaiknya pasien jangan dulu di ganggu. Karena masih mengalami trauma. Hanya orang terdekatnya saja yang bisa menemuinya. Pasien butuh orang terdekat untuk dia saling bicara. Mungkin keluarganya, atau sahabat." papat dokter menjelaskan.
"Mungkin Saya bisa melihatnya dari jauh saja," pinta Richard berharap.
"Oke, no problem." jawab dokter memberi izin. Ia mempercepat langkahnya, ingin menemui bagaimana Sukma hari ini.
Dua orang petugas kesehatan yang sedang berjalan dengan lawan bicaranya. Tengah berbisik dengan sorot mata, memandang kearah Richard yang sedang berjalan menuju ruangan dimana Sukma dirawat.
"Coba lihat pria itu! Dokter pikir dia itu suami pasien yang ada diruang VVIP satu. Ternyata dia orang yang memper____" dua suster yang sedang bergosip, dengan lawan bicaranya segera menjeda obrolan mereka. Sebab Richard lebih dulu memberi tatapan tajam kearah mereka.
"Siapa yang kalian bicarakan? Dan apa yang ingin kalian tahu dari Saya?" Richard mem brondong pertanyaan, pada dua suster yang hobi bergosip. Tanpa berani melihat kearahnya mereka berhambur mengambil jalan berbeda.
Seharusnya memang Richard tidak perlu marah, atau merasa tersinggung pada gibahan mereka, toh memang itu benar adanya. Meskipun keduanya sama-sama menjadi korban. Richard mulai memelankan langkahnya, yang hampir mendekati koridor ruangan Sukma. Yang hanya terhalang oleh satu dinding ruangan saja.
Richard melihat hal terburuk yang baru saja ingin Sukma lakukan. Melalui kaca kecil yang terdapat di pintu ruangan. Pria berkebangsaan Eropa itu langsung mendobrak pintu kamar rawat Sukma.
"Sukma, please don't do that!" teriak Richard lari mencekal tangan Sukma. Yang ingin melukai dirinya sendiri, menggores pergelangan tanganya dengan pecahan gelas.
"Let me go! Let me die!" ( Lepas, Biarkan aku mati)
"No....No...Sukma." teriak Richard menahan tangan Sukma kuat. Richard membentak melarang wanita malang di depannya melukai dirinya sendiri.
"No Sukma!I won't let you hurt your self.'' ( Tidak, Sukma. Aku tidak akan biarkan kamu melukai dirimu sendiri) Richard memeluk tubuh Sukma dengan erat. Meski Sukma berusaha keras tidak ingin Richard menyentuhnya.
"please listen to me. Please for give me, Sukma.'' ( dengarkan aku. Tolong maafkan aku) ucap Richard mengeratkan pelukannya. Mencoba menenangkan Sukma yang kembali histeris.
"Jangan lakukan ini, aku mohon. Aku tidak bermaksud menyakitimu tapi Aku benar-benar tidak sadar atas apa yang telah terjadi pada diriku malam itu." ucap Richard akhirnya dia bisa mengatakan dengan bahasa yang bisa Sukma mengerti, walau pengucapannya sangat membingungkan. Lidahnya begitu kaku melafazkan kata demi kata selama dua hari dia mempelajarinya.
Sukma menatap kedua manik biru pria dihadapannya yang masih setia mendekapnya erat. Tatapan mata yang begitu tulus dan penuh penyesalan. Air mata yang terurai menunjukkan betapa bersalahnya dia.
"Maaf, Maafkan Aku." ucapnya entah yang ke berapa kali Richard ucapkan untuk wanita dalam pelukannya.
Richard berhasil membawa Sukma kembali ke mansion. Meski wanita itu masih tidak ingin bicara dengannya sepatah kata pun. Setidaknya Richard bisa bernafas lega, karena dia bisa membujuk Sukma untuk bisa mengerti ,apa yang sebenarnya terjadi.
Mengingat awal pertemuannya, dia menerima Sukma bekerja. Dengan syarat mampu menguasai bahasa inggris dalam waktu tiga bulan. Justru dirinya lah yang harus berjuang mati-matian, melafazkan pengucapan bahasa orang pribumi. Selama dua hari berturut-turut, sejak Sukma berada di rumah sakit.