(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan dan Kebohongan
Edward melajukan mobilnya meninggalkan apartemen dengan sejuta perasaan yang sulit diucapkan.
Tidak pernah terlintas di benaknya kalau secepat ini Lily akan berpaling padahal di masa-masa sulit seperti ini padahal Edward sangat membutuhkan dukungan dari wanita yang sudah menjadi kekasihnya lebih dari 7 tahun.
Satu tangan memegang setir dan tangan lainnya memijat pelipis yang kembali terasa sakit. Entah sudah berapa kali Edward menghela nafas memikirkan kenapa kesialan tidak berhenti merasuki hidupnya bahkan Lily pun sampai meninggalkannya.
Tiba-tiba saja pikirannya teringat dengan satu nama Elsa. Begitu banyak kejadian tidak terduga berujung pada wanita itu.
Apa jangan-jangan keputusan Lily untuk meninggalkannya adalah bagian dari skenario Elsa ? Mungkin saja karena terlalu dendam pada Edward, Elsa tidak tanggung-tanggung menghancurkan hidup pria yang selalu menyakiti dan membencinya.
Edward sampai menggedikkan bahu, ngeri membayangkan Elsa sanggup mempengaruhi Lily sampai membuat wanita itu sanggup meninggalkan dirinya.
Setelah melihat bagaimana prang-orang yang menjadi bagian penting hidup Edward sanggup berpihak pada Elsa, bukan tidak mungkin Lily adalah target terakhir wanita itu.
Tidak sanggup memikirkan tindakan apa yang sudah dilakukan Elsa, Edward mengambil handphone dan menghubungi Fahmi.
“Tolong temui aku di tempat biasa.”
“Baik dokter.”
Edward mengaktifkan penunjuk arah di handphone menuju tempat yang sudah ditentukan untuk bertemu Fahmi lalu menambah kecepatan mobilnya, membelah kepadatan kota Jakarta di tengah jam pulang kantor.
“Maaf aku terlambat dan sudah menyuruhmu kemari tiba-tiba,” ujar Edward sambil menarik kursi di hadapan mantan asistennya.
“Tidak apa-apa dokter kebetulan saya masih di parkiran rumah sakit.”
Edward meraih gelas minumannya yang sudah dipesankan oleh Fahmi begitu asistennya tiba di kafe ini.
“Ada yang bisa saya bantu dokter ?” Edward menganggukan kepala sambil meletakkan kembali gelasnya ke atas meja.
“Aku sangat membutuhkan bantuanmu dan jangan sampai ada yang ditutupi lagi. Rasanya aku hampir gila, Fam dan mungkin bisa benar-benar jadi gila karena masalah baru kembali menimpa hidupku.”
Fahmi sempat menautkan alisnya tapi tidak lama wajahnya kembali datar.
“Masalah apa lagi dokter ?”
“Apa kamu tahu kalau Lily selingkuh ? Atau dia sengaja memblokir nomorku dan selingkuh dengan teman sejawatnya supaya aku memutuskannya ? Apakah Elsa ada di balik semua kejadian ini ?”
“Maaf, saya kurang paham maksud dokter.”
“Tolong ceritakan padaku masalah yang sebenarnya terutama tentang Elsa dan semua yang dilakukannya selama ini. Sore ini aku mendapati Lily berselingkuh dengan pria lain, dokter muda yang pernah kamu ceritakan padaku dan ternyata seorang pewaris rumah sakit juga. Bukan hanya perselingkuhannya membuatku sakit tapi Lily menuduhku sebagai pria gila yang mengejarnya karena obsesi. Apakah Elsa ada di balik semua ini, Fam ?”
Fahmi memberanikan diri menatap Edward yang terlihat frustasi. Pria yang kadang-kadang arogan namun seorang dokter yang hebat terlihat kehilangan rasa percaya diri dan putus asa.
“Kenapa dokter selalu berpikir kesialan ini disebabkan oleh nona Elsa ?”
“Karena faktanya hidupku mulai kacau sejak kedatangannya ke rumah kami.”
Fahmi menghela nafas sambil berpikir apa yang harus dilakukannya pada Edward.
*****
Elsa baru saja masuk mengaduk susu khusus ibu hamil untuknya di dapur saat bel berbunyi. Bibirnya menggerutu karena rasanya belum lama ia masuk ke dalam rumah usai mengantar daddy, mommy dan Erwin yang pulang ke Jakarta pagi ini dengan mobil pribadi.
Mendengar bel kembali berbunyi, Elsa mempercepat langkahnya membuka pintu utama. Alisnya menaut saat melihat Edward berdiri di depan gerbang karena seingatnya daddy bilang pria itu sudah pulang ke Jakarta sejak kemarin tapi kenapa masih ada di sini ?
“Daddy dan mommy baru saja jalan sekitar 30 menit yang lalu. Mau saya hubungi mereka untuk menjemput dokter di sini ?”
Edward tidak menjawab malah melangkah masuk tanpa permisi sambil membawa koper kecilnya. Elsa yang sempat bingung hampir lupa menutup gerbang.
“Bukannya dokter sudah pulang ke Jakarta kemarin ?” tanya Elsa mengikuti Edward yang langsung melangkah menuju dapur.
“Apa ada yang ketinggalan ? Apa…”
“Dimana Erwin ?” Elsa terkejut saat Edward tiba-tiba berbalik badan hkepalanya membentur dada bidang pria itu.
“Kalau berhenti jangan dadakan,” gerutu Elsa sambil mengusap keningnya. “Kak Erwin ikut pulang ke Jakarta.”
Elsa dibuat terkejut saat Edward menarik tangannya dan mengajak duduk berhadapan di meja makan.
“Ada apa ?” tanya Elsa dengan gugup.
Edward menghela nafas, menatap Elsa tanpa bicara membuat wanita itu jadi salah tingkah.
“Ada apa dokter ?” Elsa kembali mengulang pertanyaannya.
“Kenapa harus berbohong dan tidak langsung memberitahu kalau kamu sedang hamil anakku ?”
Elsa yang terkejut hendak beranjak namun tangan Edward menahannya.
“Fahmi sudah menceritakan semuanya padaku, jangan marah padanya, aku yang memaksa dia bercerita.”
“Dokter tidak usah khawatir, saya melakukannya dengan sukarela dan tidak akan pernah menuntut pertanggungjawaban dokter atas bayi ini.”
“Karena Erwin akan menikahimu ?”
Elsa tidak langsung menjawab. Ditatapnya mata Edward yang terlihat berbeda dari biasanya. Rasanya tidak percaya mendengar Edward bicara dengan tenang dan lembut, tidak keras dan ketus seperti sebelum-sebelumnya.
“Sebentar lagi kita akan resmi bercerai jadi dokter tidak usah memikirkan alasannya. Saya tidak akan memberitahu dokter Lily bahkan anak ini tidak akan pernah mendengar dari siapapun tentang ayah biologisnya.”
“Apa Erwin benar-benar akan menikahimu ?”
“Iya !” Elsa menatap Edward dengan wajah tegas dan yakin tapi pria di depannya malah tertawa pelan membuat Elsa menautkan alisnya.
“Kenapa kamu tidak berterus terang kalau malam itu tanpa sadar aku menidurimu ?”
“Karena dokter tidak akan percaya ! Kalau pun saya bisa menunjukkan bukti-bukti, saya yakin dokter malah menganggap sayalah yang sengaja membuat dokter tidak sadar melakukan semuanya itu. Selain itu dokter akan semakin melihat saya sebagai perempuan rendah yang rela menjual keperawanannya demi mengikat dokter seumur hidup,” suara Elsa mulai meninggi.
“Dan saputangan itu sengaja kamu letakkan di kamar hotel untuk memberitahuku identitasmu ?” Edward mengernyit saat Elsa menggelengkan kepala.
“Saya menitipkan saputangan itu pada Fahmi untuk dikembalikan pada dokter.” Edward tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Ternyata asitennya itu tidak benar-benar jujur dan masih menyembunyikan cerita yang sebenarnya.
“Fahmi bilang staf housekeeping hotel menemukannya di kolong tempat tidur.”
“Saya menitipkan saputangan itu tepat di hari kita menandatangani surat permohonan cerai.”
Edward menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, menatap Elsa yang membalasnya dengan mata lentiknya membuat Edward akhirnya membuang muka.
“Aku juga sudah tahu kalau permohonan surat cerai kita ditunda sampai anak ini lahir. Jangan khawatir, aku akan bertanggungjawab membesarkan anak ini bahkan Lily sudah tahu dengan rencanaku itu. Aku…”
“Tidak usah !” bentak Elsa sambil beranjak bangun. “Sudah saya katakan kalau dokter tidak perlu bertanggungjawab apa-apa pada anak saya. Silakan anda menikah dengan dokter Lily dan jangan sekali-sekali berpikir untuk mengakuinya sebagai anak dokter !”
“Dia anakku juga, Elsa. Aku berhak atasnya apalagi saat melakukannya, status kita masih sah sebagai suami istri.”
“Tidak, anda tidak akan pernah mengakui perbuatan anda kalau saya tidak hamil. Silakan anda menikah dan punya anak dari dokter Lily.”
Elsa pun berniat meninggalkan Edward tapi tangan pria itu menariknya hingga Elsa jatuh ke atas pangkuan Edward.
“Aku tidak bisa punya anak dengan Lily karena dokter sudah menyatakan aku impoten,” tegas Edward dengan tatapan tajam
“Anda pembohong besar, dokter,” sahut Elsa sambil tersenyum miring.
“Bukannya kamu yang pembohong hebat ?”
“Saya yakin dan bisa merasakan kalau anda bukanlah pria impoten,” sinis Elsa.
Edward yang paham dengan ucapan Elsa menajamkan tatapannya tapi ia tidak bisa membantah kalau miliknya berkedut dan seperti ular yang menggeliat, bergerak ingin keluar dari sarangnya.
Buru-buru Edward menyuruh Elsa bangun dari pangkuannya dan ia sendiri beranjak lalu berbalik badan.
Elsa tersenyum sinis melihat kepala Edward perlahan tertunduk. Sudah pasti tujuan mata pria itu tertuju pada aset miliknya.
“Hati-hati ucapan anda berubah jadi doa !”
Edward tidak menjawab, buru-buru ia mengambil kopernya dan naik ke lantai 2, ke kamar yang pernah ditempatinya saat menginap di rumah ini.
dasar sundel bolong