Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Tamu Lagi
"Mmh." Adam mendesah pelan. Kenapa selama bertahun-tahun wanita itu sulit ditemukan? Bersembunyi di mana ia? Ada rasa penyesalan karena dirinya berada di tempat kejadian dan membiarkan wanita itu kabur. Padahal wanita itu adalah kunci utama kasus ini. Seandainya saja dulu Adam menahan wanita itu, mungkin ceritanya akan berbeda. Namun, Adam berada dalam keadaan panik waktu itu. Kedua orangtuanya yang sedang bertengkar di balkon tiba-tiba terjun dari lantai delapan tanpa ia tahu sebabnya. Saat ia menoleh lagi pada wanita itu, sang wanita telah menghilang. Hanya wanita itu yang tahu kenapa ayahnya ada di apartemen itu saat itu. "Terus cari! Aku tak perduli berapa lama dan banyak biaya yang harus ku tanggung. Cari wanita itu sampai dapat!!"
"Baik, Pak!"
Adam menurunkan ponselnya. Ia mengusap kening. Setiap kali mengingat kejadian itu kepalanya pusing. Bagaimana tidak? Ia melihat sendiri bagaimana kedua orangtuanya meninggal. Sejak itu hidupnya hancur. Wanita itu menghilang dan ia putus dari pacarnya, Hana, karena wanita itu. Ya, wanita itu.
Pemandangan pertama saat ia bertemu dengan wanita itu yang setengah tak berpakaian bersama sang ayah, membuatnya jijjik! Wanita itu memang sangat cantik, tapi sejak itu Adam jadi trauma disentuh oleh wanita. Setiap disentuh, ia akan teringat kembali saat pertama kali menemukan wanita ini.
"Eva, kamu sudah makan berapa banyak, itu cake pisangnya?" Adam berdiri di samping Eva. Rasanya, bertemu dengan gadis ini membuat dirinya bisa menghilangkan sejenak rasa kalutnya walau sementara. Apalagi kalau menggodanya. Pria itu mencubit dengan lembut pipi Eva yang mulai berisi sejak tinggal dengannya. "Mmh! Jangan sampai kamu gendut ya. Sekretaris, mana ada yang gendut? Pokoknya kalo gendut, kamu di rumah saja!" ujarnya pura-pura marah.
"Yaa ... Ba-pak ... jangan gitu dong, Pak! Aku bosan tinggal di rumah! Nanti saja dekat-dekat lahiran," pinta Eva sambil meraih tangan Adam.
"Hei, tanganmu!" Adam memelototi tangannya.
Eva buru-buru menarik tangannya. "Eh, iya. Maaf. Kenapa sih, gak boleh dipegang begitu? Bapak alergi ya."
"Anggap saja begitu!" Adam membuang pandangannya ke samping, tapi ia mencoba melirik kembali wajah gadis itu lewat sudut matanya.
Eva nampak serba salah. Ia merengut sendiri.
"Makanya olahraga! Coba jalan kaki sekitar rumah."
"Keluar rumah, gitu?"
"Ya enggak. Misalnya jalan di dalam rumah."
"Aku jalan di kebun belakang saja, Bapak marah-marah ...." Gadis itu kembali merengut.
"Itu karena aku takut kamu manjat lagi."
"Enggak kok, Pak! Tadi aku 'kan udah bilang ...."
"Mmh ...." Adam melipat tangan di dadda. Berpikir sebentar dan melirik Eva. "Aku temani kamu, kalau mau jalan-jalan di taman belakang. Atau ... kamu mau jalan-jalan ke mal?"
"'Kan gak beli apa-apa?"
"Kamu mau belanja? Gak papa. 'Kan tempatnya lebih bersih. Nanti aku temani."
"Yang bener, Pak?" Eva menatap kedua manik mata Adam. Kenapa hari ini pria ini terlihat ramah ya?
Adam memang sering berganti-ganti suasana hati sehingga sulit untuk Eva beradaptasi. Apalagi wajah pria itu tertutup brewok dan kumis yang cukup menyamarkan reaksi wajahnya membuat Eva harus bisa menebak-nebak mood Adam waktu itu.
"Iya. Biar aku traktir, kamu gak usah bingung."
"Tapi ...." Eva berpikir sejenak. "Nggak jadi, ah!" Ia menyandarkan punggungnya ke belakang. "Aku di rumah aja. Aku lagi gak ingin ke mana-mana!"
Adam menghela napas. Sebenarnya dirinyalah yang ingin jalan-jalan. Sepertinya menyenangkan punya teman ngobrol sambil jalan-jalan di mal.
Bel berbunyi. Seorang pembantu berlari-lari kecil ke arah pintu depan. Seorang penjaga gerbang masuk dan mendatangi Adam.
"Ada apa?"
"Ada tamu, Pak. Seorang kontraktor dari Budi Daya."
Adam mengerut kening. "Kenapa urusan kantor dibawa ke rumah? Ini 'kan hari libur?"
"Karena itu Saya tanya Bapak, apa Bapak mau memberi izin mereka masuk?"
Adam berpikir sejenak. "Ya, sudah. Biarkan mereka masuk!"
"Baik, Pak." Penjaga itu keluar. Tak lama, dua orang pria masuk diantar sang penjaga.
Adam menyambutnya di ruang tamu. "Pak Indra?"
Pria itu membungkuk dengan sopan. "Maaf mengganggu hari libur Bapak. Saya tadi ke kantor Bapak, tapi ternyata Bapak tidak datang."
"Aku jarang masuk hari sabtu karena memang libur. Hanya yang ingin lembur saja yang datang."
"Ah, maaf. Sebenarnya Saya ingin presentasi, tapi tidak tahu kalau kantor Anda libur. Maaf. Jadi, bagaimana ya, apa Saya benar-benar mengganggu hari libur Bapak dan Ibu?" Indra melirik Eva.
Adam ikut menoleh pada Eva sekilas. "Oh, dia keluargaku dan kebetulan tinggal di sini."
Jawaban Adam membuat hati Eva bersedih, walaupun ia tahu itu adalah bagian dari konsekuensi menikah dengan Adam. Pria muda yang bersama Indra terkejut mengetahui Eva bukan istri Adam. Pria itu mulai memperhatikan Eva.
"Oh, maaf." Indra menyatukan tangan di depan wajah.
"Tapi dia sedang magang jadi sekretarisku di kantor, jadi biarkan dia dengar juga, isi presentasinya."
"Jadi Saya bisa presentasi nih, Pak?" Indra terlihat terkejut sekaligus senang.
"Kau hanya pura-pura saja 'kan, biar aku terpaksa mendengarkan presentasimu? Kalau tidak, mana mungkin kalian tiba-tiba datang ke tempat ini kalau tidak berusaha mencari tahu alamatku," batin Adam sambil tersenyum miring. "Tapi presentasinya di sini saja, cukup, 'kan?"
"Oh, cukup-cukup. Ini kita bawa laptop dan beberapa file." Indra memberikan berkasnya pada Adam dan pria muda itu membuka laptopnya dengan buru-buru.
Sang pria muda tampak gugup sampai-sampai ia salah menekan tombol. "Ah!"
"Kenapa Rendy?" Indra beralih pada pria itu.
"Aku salah pencet. Aku delete file!?" Kedua tangan Rendy menyentuh kepalanya sendiri karena syok. "Bagaimana ini?"
"Gak bisa dikembaliin?" tanya Eva tiba-tiba.
"Gimana cara ngembaliinnya ya." Rendy bermonolog. Tangannya bergerak cepat di keyboard dan matanya tertuju pada layar. Terlihat sekali ia sangat panik.
"Sini, aku bantu," sahut Eva tenang. Ia mencondongkan tubuhnya ke arah meja dan menarik laptop itu ke arahnya. "Boleh, 'kan?" Ia melirik Rendy sebelum tangannya bergerak di atas keyboard.
"Eh, iya." Rendy antara bingung dan cemas.
Dengan beberapa sentuhan pada keyboard, file-nya kembali. "Yang ini 'kan?"
"Ah, ya. Terima kasih, Mbak. Aku panik tadi. Padahal, biasanya aku bisa." Rendy tertawa kecil.
Adam melihat keduanya bicara dengan mulut merengut. Ia sempat kagum dengan cara Eva menyelesaikan masalah. Sangat tenang dan tanpa ragu saat bekerja. Terlihat sekali ia mampu melakukannya dengan baik, tapi pria ini membuat Adam sedikit geregetan.
"Sudah Rendy?"
Rendy menoleh pada Indra. "Sudah, Bang. Kita bisa presentasi."
"Ok." Indra memutar kepalanya ke arah Adam. "Bisa kita mulai, Pak? Maaf, adik Saya baru Saya ajak kerja, jadi sedikit gugup."
"Ok, tapi sebentar." Adam melirik Eva. "Eva, coba kamu minta pembantu di belakang bawakan minum."
"Eh, iya, Pak." Eva bangkit dan melangkah ke belakang.
Adam malah melirik Rendy yang matanya terus memperhatikan Eva. Ia geram, kecurigaannya ternyata beralasan.
"Ayo Rendy, buka file-nya," ucap Indra saat melihat Rendy tidak langsung mengerjakan tugasnya.
"Eh, iya, Bang."
Saat Eva kembali, Indra tengah presentasi dan Adam fokus mendengarkan sang kontraktor, sedang Rendy terlihat senang Eva kembali. Namun Rendy berusaha fokus karena ia datang untuk membantu kakaknya.
"Ini desain pabriknya kebetulan adikku ini yang buat." Indra menyentuh bahu Rendy. "Fleksibel sih, kalo ada perubahan. Kita siap merubah sesuai kebutuhan Bapak."
Adam memperhatikan desain 3D di laptop Rendy dengan baik. Ia cukup tertarik dengan desain yang dibuat, apalagi dengan teknologi canggih seperti itu, padahal ia berharap sebaliknya. "Mmh, aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Ini 'kan tender. Aku harus melihat tawaran kandidat lainnya dulu baru bisa putuskan."
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼
nggak!
bapak gay?
anjroot, mau ku tabok kamu ev?!😭😭
adaaa aja gebrakannya ke' nasti sama iwabe