Another Life

Nathan dan Rena sudah sampai di basement gedung apartemen mewah di daerah dekat kampus Rena. Gadis itu sudah membuat janji dengan pemilik apartemen untuk melihat-lihat unit. Sejak keluar dari mobil, Nathan terus memakai masker dan topi berwarna hitam.

Mereka berdua melihat seisi unit apartemen ditemani oleh si pemilik. Apartemen ini terlihat mewah dengan dua kamar tidur yang ukurannya cukup luas. Desainnya juga sesuai dengan keinginan Rena, mewah tapi bergaya minimalis.

“Unit ini punya dua kamar tidur. Sangat cocok jika pasangan anda ingin menginap,” goda si pemilik kepada Rena sambil menunjuk Nathan dengan isyarat mata.

“Eh, b-bukan,” gumam Rena malu-malu.

“Oh, apa kalian malah terbiasa tidur di kamar yang sama? Tidak apa-apa, kamar yang satunya bisa dipakai untuk anggota keluarga lain yang menginap,” imbuh si pemilik apartemen yang semakin menjadi-jadi.

Nathan dan Rena sama-sama terdiam dengan pipi yang memerah malu. Ucapan pemilik itu membuat suasana di antara mereka berdua menjadi agak canggung. Asal si pemilik tahu saja, lelaki yang berdiri di hadapannya sekarang adalah seorang aktor terkenal. Perempuan paruh baya itu akan berteriak histeris kalau sampai Nathan membuka masker.

“Eh, itu, berapa harga sewa unit apartemen ini per bulan?” tanya Rena mengalihkan pembicaraan.

“Dua puluh lima juta per bulan,” jawab si pemilik.

Rena mengangguk paham, lalu mengetikkan sesuatu di ponselnya sebentar.

“Saya sudah transfer, barang-barang saya akan tiba besok,” ucap Rena.

Setelah selesai melakukan transaksi, Nathan dan Rena pun meninggalkan apartemen itu dan pergi mengendarai mobil. Sepanjang perjalanan, Rena hanya diam. Gadis itu tenggelam dalam pikirannya sendiri.

‘Aku butuh setidaknya 300 juta untuk membayar sewa apartemen selama satu tahun. Belum lagi biaya hidup dan uang transportasi yang pastinya akan tembus 500 juta.

Uang di rekening pribadiku hanya ada sekitar 250 juta, royalti dari soundtrack kemarin cuma 4 juta per bulan, dan aku tidak tahu bagaimana karir menyanyiku ke depan.

Belum lagi kalau papa sampai menolak untuk membayar biaya kuliahku nanti. Tapi, yang terakhir itu sepertinya tidak mungkin.’

Nathan menoleh ke arah Rena yang sedari tadi diam. Raut wajah gadis itu tampak sangat serius, menandakan pikirannya sedang bekerja keras saat ini.

“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Nathan.

“Uang.”

“Apa?”

“Hah?”

Rena menoleh bingung. Sedetik kemudian, ia tersadar kalau dirinya baru saja berbicara tidak jelas.

“Aku hanya berpikir, apa aku bisa membiayai hidupku sendiri nanti?” ucap Rena dengan nada lesu.

Seorang anggota keluarga Airlangga khawatir tentang biaya hidup? Nathan yang merasa ada sesuatu yang janggal pada Rena pun segera meminggirkan mobilnya dan berhenti di tempat pemberhentian yang ada di tepi jalan.

“Rena, kamu bisa bercerita kepadaku. Katakan, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Nathan sambil memosisikan tubuhnya menghadap Rena.

Rena menatap mata lelaki yang kini sedang fokus kepada dirinya. Ia melihat ketulusan dan kehangatan terpancar dari sorot mata setajam elang itu.

“Semuanya sangat sulit sejak aku terbangun dari koma,” lirih gadis itu sambil menerawang mengingat-ingat masa ketika ia pertama kali hidup di dalam raga gadis bernama Rena ini.

“Apa kamu tahu rasanya hidup tanpa ingatan apapun?” tanya Rena yang dibalas gelengan oleh Nathan.

“Aku kehilangan ingatanku selama 18 tahun ke belakang,” ucap Rena sambil tersenyum getir.

‘Karena aku bukan Rena…’

Nathan membelalakkan mata terkejut mendengar pengakuan gadis di hadapannya. Bukankah Rena masih berusia 18 tahun? Itu artinya, ia kehilangan seluruh ingatannya.

“Kamu tidak ingat apapun? Semuanya,” tanya Nathan masih dengan nada terkejut.

Rena menggeleng pelan, “bahkan aku tahu kalau namaku adalah ‘Rena’ karena keluargaku yang memberi tahu.”

Batin Nathan rasanya tercubit mendengar ucapan sendu gadis yang ia sukai sejak pertama kali mereka bertemu.

“Aku mengetahui semua tentang diriku dari cerita orang-orang di sekitarku dan buku diary yang aku tulis sejak dulu.”

‘Dan dari Rena asli yang sering bercerita kepadaku lewat telepon…’

“Aku merasa seperti hidup di dunia yang asing. Keluarga yang seharusnya menjadi tempatku pulang, papa, mama, Kak Leo, Kak Flo, mereka adalah orang asing. Aku tidak tahu… hiks… aku merasa sangat kesepian.”

Nathan melepas seatbelt yang ia pakai lalu segera merengkuh gadis manis itu ke dalam pelukan hangat. Rena mengeluarkan sebagian beban yang ia pendam di dalam hati melalui isak tangis pelan. Gadis itu tampak sangat rapuh sekarang.

“Ssstt… tenang, aku ada di sini. Aku akan selalu berada di sampingmu, Rena. Mulai sekarang, kamu tidak akan kesepian lagi,” ucap Nathan sambil mengusap punggung Rena dengan lembut.

Rena menenggelamkan wajahnya yang sudah basah dengan air mata ke ceruk leher Nathan. Ia merasa sangat nyaman di pelukan lelaki itu. Hatinya terasa ringan mengetahui dirinya tidak berjuang sendirian lagi. Ada Nathan yang akan menemaninya di setiap langkah berat hidupnya.

...----------------...

Rena menghabiskan waktu seharian bersama Nathan. Mereka berdua mengendarai mobil mengelilingi kota, lalu mampir ke kedai es krim sebentar. Hingga tak terasa, malam pun tiba. Nathan mengantar gadis pujaan hatinya pulang ke rumah mewah keluarga Airlangga.

“Aku masih belum mau pulang,” cicit Rena ketika Nathan menghentikan mobil di halaman rumahnya.

Nathan tertawa kecil, lalu mengusak pelan rambut Rena.

“Kamu sebegitunya tidak mau berpisah denganku, ya?” goda Nathan.

“Iya!” seru Rena yang langsung memeluk lelaki yang sejak beberapa jam yang lalu resmi menjadi kekasihnya.

“Aku belum mau berpisah dengan kakak,” cicit Rena sembari memeluk erat tubuh tegap Nathan.

Nathan tersenyum bahagia mendengar ucapan Rena. Kekasih manisnya ini sangat menggemaskan ketika sedang bersikap manja.

“Bukankah kamu sudah ada janji makan malam keluarga? Cepat masuk, keluargamu pasti sudah menunggu,” ucap Nathan sambil mengelus kepala belakang Rena.

Gadis itu menarik diri dari pelukan Nathan.

“Huh…, aku tidak mau makan malam dengan keluarga kakak ipar,” gumam Rena, “Kak Nathan, apa sebaiknya kita kabur saja?”

Nathan mencubit hidung sang kekasih dengan gemas, “hei, jangan aneh-aneh. Kamu harus hadir untuk menghormati mereka.”

Rena mendengus kesal. Mau tidak mau, ia pun berpamitan kepada Nathan dan keluar dari mobil hitam itu. Rena terus melambaikan tangannya ke arah mobil Nathan yang mulai berjalan meninggalkan area tempat tinggalnya.

Gadis itu mengambil nafas panjang sebelum berjalan memasuki rumah. Ia harus menenangkan diri terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Derryl, orang yang sangat ia benci.

...----------------...

Jangan lupa like dan komennya yaaa ♥ Happy Reading ♥