NovelToon NovelToon
Ketika Salju Turun

Ketika Salju Turun

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / One Night Stand / Anak Genius / Anak Kembar
Popularitas:29.3k
Nilai: 5
Nama Author: hermawati

Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.

Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.


Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu Tak Diundang

Terima kasih buat para pembaca, yang udah mampir, maaf nggak bisa update setiap hari, semoga kalian tidak bosan dengan aku yang masih amatir ini.

Happy weekend, and Happy reading.

Reina, dan si kembar, menjalani hidup seperti biasa, usai liburan di Pulau Dewata, dia dan kedua puteranya, berkunjung ke rumah Rita, hingga sehari dua hari sebelum pembelajar dimulai di sekolah.

Setelah pembicaraan soal ayah biologis si kembar, tak ada yang membahas tentang lelaki itu lagi. Seolah insiden yang terjadi tempo hari, tak pernah mereka alami.

Semuanya berjalan seperti biasa, tak ada yang berubah, Reina masih melakukan aktivitasnya sebagai seorang ibu tunggal, menyiapkan sarapan, dan bekal, mengantar si kembar ke sekolah, berbelanja ke pasar, juga sibuk berkutat di depan laptopnya, menjalani profesinya sebagai seorang penulis novel.

Seperti saat ini, usai berbelanja ke pasar, dan membereskan barang belanjaan, dia bersiap di depan laptopnya. Urusan mandi, dan beberes rumah, dia lakukan sebelum kedua putra bangun.

Cerita kali ini, dia tulis berdasarkan kisahnya sendiri, hanya saja ada beberapa hal yang dia modifikasi, dengan tujuan supaya para pembacanya nyaman membacanya.

Reina lebih banyak menuliskan genre Romantis, walau dalam kenyataannya, dia sama sekali tak mengalami hal semacam itu. Tapi dia terinspirasi, dari kisah beberapa orang sekitarnya.

Kini dia berada di ruang tamu rumahnya, dengan laptop berada di meja depan sofa, buku catatan kecil, camilan berupa buah segar, juga air mineral dingin. Semua itu adalah pendampingnya, dalam mengetik cerita yang dia buat.

Tak lupa Air phone yang tersemat di kepalanya, Reina suka mendengarkan lagu-lagu lokal, maupun barat.

Terkadang lirik lagu, juga termasuk menjadi inspirasinya dalam menulis. Seperti kata-kata yang dilontarkan tokoh utama pada pasangannya dalam cerita.

Dia memilih waktu menulis, saat si kembar bersekolah, karena selain tak direpotkan dengan permintaan bocah-bocah itu. Pun lingkungan sekitar rumah yang sepi, meskipun letaknya di pemukiman padat penduduk, tapi jika jam segini, suasana benar-benar sepi.

Sebagian besar tetangganya sibuk bekerja, anak-anak bersekolah, dan ibu rumah tangga, sibuk dengan aktivitas di rumah masing-masing, sehingga tak ada yang nongkrong, apalagi bergosip.

Ketenangan inilah, yang membuat Reina bisa menyelesaikan tulisannya dengan cepat, tanpa ada gangguan sedikitpun.

Tak perlu mengunjungi kedai kopi, atau tempat lain yang sepi, cukup berada di ruang tamu rumahnya, ataupun di kamar pribadinya, sehingga dia bisa menghemat pengeluarannya.

Reina bersyukur, setidaknya sebagai ibu tunggal, dirinya bisa tetap bekerja menghasilkan uang, untuk menghidupi dirinya sendiri, dan kedua putra kembarnya, tanpa harus keluar rumah, dan meninggalkan kewajibannya.

Baru saja menulis beberapa ratus kata, pintu rumahnya diketuk, meski memakai air phone dia masih bisa mendengar suara ketukan.

Reina melihat ke arah kalender yang tergantung di dinding, dia selalu menandai pesanan untuk keperluannya. Seperti air galon, isi gas, paket yang dibeli secara online, kedatangan editor, ataupun iuran wajib untuknya sebagai warga masyarakat.

Tapi hari ini, dia mendapati kalender tak tertulis apapun, "Apa pak RT ya?" monolognya, "Tapi biasanya WA dulu, takut gue nggak di rumah,"

Ketukan terdengar lagi, tapi tidak juga disertai salam, padahal jika semua orang yang pernah datang ke rumahnya, pasti selain mengetuk, juga mengucapkan salam, termasuk tukang paket.

"Bentar," teriaknya, dia mematikan aplikasi mendengarkan musik, dan melepaskan air phone lalu mengalungkannya di leher.

Reina bangkit, lalu melangkah menuju pintu, namun sebelum membuka nya, dia mengintip terlebih dahulu siapa yang bertamu, di jam segini. Terlihat seorang lelaki jangkung membelakanginya, Reina mengernyit heran, "Siapa ya? Perasaan editor gue cewek semua," Seingatnya, orang berpakaian formal yang datang ke rumahnya, hanya Editor, dan Pak RT, "Kayaknya nggak ada yang Segede itu," dia menutup kembali gorden. "Buka aja lah, siapa tau produser yang mau minta novel gue biar dijadiin serial,"

Reina melihat terlebih dahulu penampilannya, celana joger berwarna cokelat muda, dan kaus putih berlengan pendek, "Sopan aja kan?" tanyanya pada diri sendiri.

Dia membuka kunci, dan menekan gagangnya, pintu berwarna cokelat itu terbuka, "Halo, cari siapa ya, Pak?" sapanya ramah.

Lelaki jangkung itu berbalik, "Hai Rei!" sapanya balik.

Reina melebarkan matanya tak percaya, dan sekarang dia baru menyesal, telah membukakan pintu. sepanjang hidupnya, satu-satunya lelaki jangkung yang tingginya hampir setinggi pintu rumah, hanya ayah biologis si kembar, tak ada lagi yang lain, bisa-bisanya dia lupa.

"Boleh aku masuk,"

Yang membuat Reina semakin heran, adalah bahasa yang digunakan lelaki jangkung itu. Ryu menggunakan bahasa Indonesia, walau aksennya, seperti orang bule pada umumnya.

Reina menggelengkan kepalanya, dia masih tak habis pikir, dari mana lelaki itu tau alamat rumah barunya, padahal secara administratif, kartu tanda penduduknya masih di rumah lamanya, dan dia sudah menghimbau pada RT, serta tetangga di sana, untuk tidak memberitahukan pada siapapun yang datang bertanya, tentang alamat barunya.

"Rei, kamu tidak mau, mempersilahkan aku masuk? Aku pegal berdiri terus," keluh lelaki berkemeja hitam itu.

"Untuk apa kamu kesini? Dan dari mana kamu tau alamat rumah ku?" tanyanya, Reina masih berdiri tepat di pintu rumahannya.

"Tentu untuk menemui kamu, dan anak-anak kita, lalu mengenai alamat, aku dengan mudah mendapatkannya," sahut Ryu, wajah lelaki itu terlihat menyebalkan di mata Reina, meskipun dia akui, Ryu selalu terlihat tampan.

Baru saja hendak menjawab, tapi salah satu tetangganya tiba-tiba lewat, dan menyapanya, lalu menatap tamunya, yang terlihat terlalu mencolok di lingkungan sekitar rumahnya.

Rasanya Reina ingin memaki lelaki itu, tapi demi image baik di lingkungan rumahnya, akhirnya dia mempersilahkan Ryu, untuk masuk.

Sebagai tuan rumah yang baik, meskipun rasanya enggan dengan kedatangan tamu tak diundang itu, Reina tetap menyajikan minuman, walau hanya sebotol air mineral berukuran enam ratus mili, juga kudapan berupa puding cokelat, yang sebenarnya dibuat untuk si kembar.

Dia menutup laptop, dan membereskan meja ruang tamu, yang sedikit berantakan. Lalu meletakan botol air mineral, dan beberapa cup puding di sana, "Silahkan," meskipun rasanya kesal bukan main, tapi Reina tetap mengedepankan adab.

Ryu duduk di sofa singel, tepat di dekat jendela, dia memindai keseluruhan ruangan di mana dirinya berada saat ini.

"Sekali lagi saya tanya, apa tujuan anda datang menemui saya?" tanya Reina yang duduk di kursi ujung, bersebrangan dengan tamunya, hanya terhalang meja.

"Seperti yang aku bilang, aku datang menemui kamu, dan kedua anak kita," sahut Ryu.

"Lalu setelah itu apa?" tanya Reina lagi.

"Menurut kamu bagaimana?" Ryu justru bertanya balik, dia menyeringai, tapi mungkin tak disadari wanita berkaca mata itu.

Reina menaikan bahunya, "Mana saya tau, saya bertanya pada anda, seharusnya anda yang menjawab,"

"Aku justru yang harusnya bertanya sama kamu, apa yang seharusnya aku lakukan pada kamu, yang membawa lari benih aku, membesarkannya sendiri, padahal jelas-jelas, aku menawari kamu, untuk ikut aku ke Itali, hampir sembilan tahun lalu,"

Reina terdiam, dia tak menatap tamunya, tatapannya justru tertuju pada tumpukan, laptop, buku, ponsel, dan pulpen, yang ada di hadapannya.

Sebenarnya Reina bisa saja menjawabnya, tapi entah mengapa lidahnya kelu, hanya mengatakan beberapa kata.

"Dan kamu pikir aku bodoh, tidak mengenali kamu, saat kamu berada di Jepang?" tanyanya, "Ayolah Rei, aku pernah meniduri kamu semalaman, aku hafal diluar kepala aroma, dan suara kamu, bahkan cara bicara kamu, meskipun aku akui, tubuh kamu saat ini lebih berisi, dan menarik," Ryu memindai tubuh wanita di seberangnya.

"Lalu mau apa kamu sekarang? Apa aku harus meminta maaf karena membawa lari benih kamu? Dan tak memberitahu kamu? Coba kamu pikir, apa kamu memberikan aku nomor, yang bisa aku hubungi, saat itu? Lalu saat di bandara, apa kamu bisa bayangkan betapa takutnya aku, saat lelaki berpakaian serba hitam memenuhi bandara? Coba kalau kamu ada di posisi aku." Reina berdalih, dia memang berada di bandara saat itu, tapi tidak untuk mengikuti Ryu, tapi pulang ke negaranya sendiri.

"Jadi kamu berada di bandara saat itu?" tanya Ryu memastikan.

"Iya, dan aku hanya bisa menunduk, saking takutnya, aku bahkan melihat kamu, tapi bagaimana bisa aku terima, jika kejadian penyerangan itu kembali terjadi? Membayangkannya saya, membuatku merinding,"

Sebagai penulis novel, dia juga harus pandai memainkan peran, anggap saja sebagai cara untuk mendalami salah satu tokoh fiksi yang dibuatnya.

"Maafkan aku, telah melibatkan kamu, ke dalam konflik dengan kakak-kakak ku," Ryu merasa bersalah.

"Dan itu alasan aku tak mau menemui kamu lagi, apa kamu akan membiarkan aku, dan anak-anak berada dalam bahaya?"

Reina berusaha memanipulasi, bagaimanapun demi anak-anaknya, dia akan berusaha agar tak berurusan dengan bahaya.

"Seperti sekarang ini, kamu menemui aku, apa kakak kamu yang mafia itu, kamu pastikan tidak membuntuti sampai sini? Kalian berkonflik, tapi aku, dan anak-anak yang tak tau apa-apa ini, harus dilibatkan. Lalu kamu ingin kami mati cepat?"

"Gila gue keren banget aktingnya, bisa nih gue jadi artis," kata Reina dalam hati.

"Aku akan melindungi kalian, Rei," gumam Ryu pelan.

Reina menggeleng, "Tak perlu sampai seperti itu, cukup kamu tidak menemui kami selamanya, maka kami akan selalu aman,"

"Tapi, Rei ..." Ryu terlihat keberatan.

"Ayolah Tuan, jangan mempersulit hidup kami yang sudah tenang ini, silahkan lanjutkan hidup anda sebagaimana biasanya, anggap saja, kita tak pernah bertemu."

Follow IG @mareeta_88

1
ayudya
😂😂😂 kasihan si reina.. gak di izin kan plng.
ayudya
aduh Thor kira² dapat jatah gak si ryu tu
Mareeta: mode maksa, kayak pertama kali, mereka gituan
total 1 replies
LISA
Wah Reina g di ijinkan utk pulg jg
Nadila Nisa
kak herma paling suka ngegantung dan bikin penasaran.. lanjut kak 🥰
Ripah Ajha
hais nanggung kali thor
Mareeta: entar malah nggak lolos sama editor
total 1 replies
ayii
ceritanya menarik....
Mareeta: terima kasih sudah mampir
total 1 replies
FeVey
tuu kan firasatku bener. jangan2 hamil.
waktu itu kan masa subur reina? /Whimper/
Anton Batubara
bagus ceritanya /Good//Good//Good/
Anton Batubara
bagus ceritanya /Good//Good//Good/
LISA
Reina sabar y..pelan² lehermu masih belum sembuh lukanya
ayudya
up nya lama ya Thor, semangat wae lah.
Mareeta: bentar lagi di kerjain, semoga nggak sampai malam udah up
total 1 replies
Ripah Ajha
semangat ya kak, keren karyamu🥰
Nadila Nisa
hadir kak.. karya yg selalu ditunggu2
semangat 💪🏻👍🏻🥰🥰
beybi T.Halim
ceritanya bagus...,cuma up nya gak tentu .,semoga setelah ini Rheina bs mengerti dan memahami klo Ryu benar2 mau bertanggung jawab 👍
ayudya
ayo lah rei sekali² dengar lah kata papa nya anak² kamu biar gak di ganggu lagi.
ayudya
kk nya ryu ada urusan apa sama Reina, mass sama adik sendiri selalu ikut campur.
ayudya
REI keras kepala sekali jangan gitu lah.
ayudya
mengalah demi anak gak apa² toh ryu orang bertanggung jawab.
ayudya
ryu tu serius orang cuma Reina takut aja mengingat bagaimana kk nya ryu.
ayudya
enak saja kata ryu... dalam hati, 😛
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!