Dista Keinadira, harus menelan rasa pahit kala Pamannya menjadikan sebagai alat penebus hutang. Kepada sosok pria lajang tua kaya raya yang memiliki sifat dingin dan sulit ditebak yaitu, Lingga Maheswara.
Pernikahan yang hanya dianggap nyata oleh Dista itu selalu menjadi bumerang dalam rumah tangga mereka. Lingga selalu berbuat kasar kepada Dista yang selalu saja mengharapkan cinta darinya.
•••••
"Satu ucapan cintaku akan setara dengan derasnya air mata yang akan kau keluarkan, Istriku.." Kata Lingga disela isak tangis menyakitkan Dista.
∆∆∆
Halo, jangan lupa follow dan dukung selalu🙃
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Haasaanaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AMP~BAB 24
Pagi-pagi sekali Dista sudah rapi untuk pergi bekerja di Boutique Vania. Ia terburu-buru menuruni tangga, hingga langkahnya terhenti kala melihat Malik yang berdiri diambang pintu.
“Assalamualaikum, Nona Dista..” Sapa Malik yang mana membuat Dista bingung.
Mata Dista melihat kesana-kemari, ia takut ada pelayan yang mungkin bisa mencurigai mereka nanti. "Waalaikumsalam," jawabnya.
“Malik, jangan terlalu ramah padaku di Mansion,” kata Dista mengingatkan pria itu.
Malik malah tersenyum manis. “Memangnya kenapa?”
Ayolah, pertanyaan Malik membuat Dista kesal tentunya. “Kau tanya kenapa? Ya aku nggak mau ada yang salah paham nanti, Mas Lingga bisa marah,” jawab Dista dengan penjelasan yang ia harap semoga Malik mengerti.
Dibalik omelan Dista kepada Malik, disaat itulah tanpa sepengetahuan Dista pria itu terus tersenyum simpul. Ketertarikan Malik kepada istri dari Tuan Mudanya sungguh semakin terasa sekarang.
“Hem, baiklah.. Aku mengerti, lain kali aku tidak akan menyapa mu di Mansion.” Malik mengalah saja agar Dista tidak mengomel lagi.
Dista bersyukur akan pengertian Malik, ia berlalu pergi melewati Malik begitu saja.
“Kau mau kemana?” tanya Malik membuat langkah Dista terhenti.
“Mau kerja, kenapa? Apa kau sekalian lewat boutique Vania?” Dista bertanya dengan ekspresi yang mana sepertinya mengharapkan tumpangan dari Malik kali ini.
“Iya, kebetulan Kantor satu arah dengan boutique itu,” jawab Malik yang mana sebenarnya itu bohong. Alibi dari Malik saja untuk berdekatan dengan Dista, kalau tidak saat seperti ini maka kapan lagi Malik bisa berbicara secara intens dengan Dista.
“Hem, sebaiknya tidak usah.. Aku naik angkot saja, nanti kalau kita satu mobil.. Takutnya Mas Lingga marah,” ucap Dista yang langsung berlalu pergi begitu saja.
Malik ingin mengejar, tapi ia sadar dengan batas ini. Pada akhirnya Malik menghela napas berat saja, padahal ia ingin mengantar Dista tadi.
“Ingin mengobrol panjang denganmu, tapi.. Kau selalu saja menghindar dari ku,” gumam Malik di dalam hati.
•
Dista masuk kedalam boutique kala sudah sampai, terlihat Vania juga sama baru sampai sama sepertinya. Wanita itu begitu cantik dimata Dista, tidak ada kekurangan sedikitpun.
“Wah, Dista… kau cantik sekali hari ini,” puji Vania yang mana berhasil membuat Dista tertawa bahagia.
Ntah karna efek dari kepergian Lingga menuju luar negeri selama satu minggu, tapi Dista benar-benar merasa bahagia kali ini. Seperti ada beban berat yang terlepas dari hidupnya, jika seperti ini Dista merasa seperti durhaka kepada sang suami.
Salah satu karyawan wanita yang bernama Rina masuk dengan membawa bouquet bunga mawar besar.
“Nyonya, kau mendapatkan kiriman bunga mawar ini dari Tuan Lingga,” ucap Rina yang berhasil membuat senyuman Dista memudar.
“Apa? Dari Lingga?” Bahkan Vania terkejut, karna bouquet bunga mawar itu sungguh besar. Akan memakan banyak tempat, dan menganggu itulah yang dipikirkan Vania.
“Lingga memang sesukanya saja, kalau sudah begini mau ditaruh dimana coba?” Vania mengomel sendiri jadinya membuat Rina dan Dista sama-sama terdiam.
“Aku sudah tidak ada waktu lagi..” Vania melihat jam tangan mahalnya, lalu menatap kearah Dista yang masih terkejut. “Dista, urus bunga itu. Taruh di Vas yang cantik, pasti bentar lagi tu orang gila bakal datang,” perintahnya.
Dista mengangguk saja, Vania tersenyum lalu melangkah pergi dengan disusul Rina dibelakangnya. Disaat itulah tangan Dista dengan sedikit keraguan memegang bunga mawar yang cukup banyak itu. Sungguh sakit hati Dista melihat sang suami mengirim bunga untuk wanita lain.
“Bahkan aku istrinya, jangan kan bunga.. Dihargai saja sangat sulit rasanya..” keluh Dista sembari memasang satu persatu tangkai bunga di Vas mahal milik Vania.
Kalau Lingga sempat memberi hadiah seperti ini kepada Vania, berarti pria itu tidak jadi pergi ke luar negeri. Jadi, kemana perginya pria itu malam tadi? Dista menjadi penasaran akan itu.
“Bagaimana dengan bunga pemberian ku, Vania? Pasti kau suka bukan?” Suara itu mengejutkan Dista yang tengah fokus menyusun satu persatu tangkai bunga.
“Kenapa kau yang memegang bunga mahal itu?” tanya Lingga sembari melangkah pelan-pelan kearah Dista.
Dengan sedikit keraguan dan rasa takut dihati, Dista memberanikan diri berbalik badan. Dan ya, matanya bertemu dengan tatapan mata Lingga yang sungguh tajam.
“Apa kau merebut bunga itu dari Vania ku?” tanya Lingga dengan penuh curiga kepada Dista yang cepat sekali menggelengkan kepalanya.
“Bohong!” bentak Lingga yang mana membuat tubuh Vania tersentak. “Kau jangan sesekali menyentuh barang yang akan aku berikan kepada Vaniaku. Karna benda itu akan kotor dan tidak berharga kala tangan kotormu itu menyentuh nya!” sambung Lingga dengan bentakkan yang sama seperti tadi.
Dista berusaha untuk menanggapi Lingga yang selalu saja salah paham. “Aku hanya melakukan perintah dari Nyonya Vania, Mas. Untuk menaruh bunga ini di Vas itu, agar…”
“Alah, kau kira aku akan percaya dengan penjelasan bohongmu itu?!”
“Aku berkata jujur, Mas.. Tidak ada gunanya aku berbohong padamu, hanya membuat dosa saja kepadaku.” Dista berusaha menyakinkan.
Lingga perlahan melangkah mendekati Dista, tatapan mata tajam itu mengarah sempurna kepada Dista yang sepertinya memang sudah ketakutan. Dista takut akan tindakan kasar Lingga yang kemungkinan saja terjadi. Hingga Dista sudah mentok didinding, barulah Lingga berhenti dari langkahnya.
“Aku tahu sifat busuk orang miskin seperti mu, pasti kau iri dengan Vania.. Hingga kau merebut bunga pemberian ku, kau benar-benar wanita kotor!” maki Lingga dengan suara lantang yang mana berhasil membuat air mata Dista jatuh begitu saja.