Karena hendak mengungkap sebuah kejahatan di kampusnya, Arjuna, pemuda 18 tahun, menjadi sasaran balas dendam teman-teman satu kampusnya. Arjuna pun dikeroyok hingga dia tercebur ke sungai yang cukup dalam dan besar.
Beruntung, Arjuna masih bisa selamat. Di saat dia berhasil naik ke tepi sungai, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah cincin yang jatuh tepat mengenai kepalanya.
Arjuna mengira itu hanya cincin biasa. Namun, karena cincin itulah Arjuna mulai menjalani kehidupan yang tidak biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Bratawali
"Ini rumahnya?" tanya Juna begitu motor yang dia kendarai, berhenti, tepat di depan rumah yang sangat mewah.
"Iya," jawab sosok tak kasat mata yang berada di belakangnya.
"Waw! Pasti orangnya sangat kaya raya ya? Rumahnya bisa megah begini," Juna sampai takjub memperhatikan setiap detail bagian depan rumah dengan pintu gerbang yang cukup tinggi.
"Pasti penjagaan di rumah ini sangat ketat juga? ucap Juna lagi.
"Yah, dia memiliki banyak anak buah, tapi hanya beberapa orang saja yang sering digunakan. Yang lainnya hanya berjaga saja," balas Klawing. "Gimana? Apa kamu mau langsung bergerak?"
"Tunggu dulu," Juna sempat kaget mendengar pertanyaan dari Klawing. "Kalau aku langsung masuk, alasannya apa? Lagian kan aku nggak kenal dengan semua penghuni rumah ini."
"Iya juga yah? Hehehe..." Klawing malah cengengesan.
'Mending kita pergi dulu, kita cari tempat buat ngobrol. Kalau kita terus di sini, nanti penjaga kompleks ini akan mencerigai kita."
Klawing pun mengiyakan. Tak perlu menungu lama, Juna langsung menyalakan motor dan melajukannya segera.
"Emang penghuni rumah itu ada berapa?" tanya Juna, beberapa menit kemudian, setelah anak itu memutuskan untuk berhenti di taman kota.
"Pemilik aslinya sih cuma satu."
"Masa sih?" Juna tak percaya begitu saja dan Klawing langsung mengiyakan.
"Dulu, majikan saya pernah menikah, tapi istri dan anaknya pergi karena tidak tahan dengan sikap majikan yang suka gonta-ganti wanita dan membawanya ke rumah."
"Astaga... yang benar, Wing?" Juna terkejut mendengarnya.
"Ya benar lah," balas Klawing. "Semua itu "Mungkin kalau dilihat dari luar, mereka seperti keluarga bahagia. Tapi yang sebenarnya terjadi, justru istrinya sangat kasian. Tiap hari harus nurut dan mengalah. Kalau tidak, maka istrinya akan dipukuli."
"Ya ampun, kok kejam banget sih, Wing?"
"Ya... begitulah. Dia juga tidak segan memarahi anaknya. Anaknya satu, perempuan. Dulu anaknya juga sering diancam supaya tidak ikut campur urusan majikanku."
"Keterlaluan," Juna pun menjadi geram sendiri. Itu sih namanya udah kejam banget. "Terus sekarang, anak istrinya bagaimana?"
"Mereka pergi entah kemana."
"Ya baguslah, mending pergi," balas Juna. "Terus, apa majikanmu itu sudah menikah lagi?"
Klawing menggeleng. "Majikan saya tidak berani menikah lagi."
"Loh? Kok bisa gitu? Apa sebabnya?" Juna benar-benar semakin tertarik dengan kisah yang sebenarnya ada hubungannya dengan dirinya.
Juna memang tidak banyak mengetahui informasi tentang asal-usul ibunya. Yang Juna tahu si Ibu telah dicoret dari kartu keluarga. Cerita itu saja Juna tahu dari Neneknya yang saat itu masih hidup.
"Saya kurang tahu," jawab Klawing. "Dari dulu, sekitar tiga abad ayang lalu, nenek moyang majikan saya memutuskan untuk memiliki satu anak saja, agar tidak terjadi perebutan harta. Aturan itu diterapkan hingga sekarang."
"Lah terus, kalau orang itu tidak menikah lagi, hartanya bagaimana?" tanya Juna. "Apa akan diserahkan ke anak perempuannya? Apa kamu tahu, tempat tinggal anaknya?"
Klawing menggeleng. "Saya tidak tahu. Selama ini majikan saya hanya memberi perintah pada anak buahnya untuk mengawasi anaknya."
"Berarti dia tidak pernah menemui anaknya dong?"
"Kalau itu, saya juga kurang tahu. Kemungkinan sih pernah."
Juna mengangguk paham. Matanya menerawang memperhatikan beberapa orang yang ada di taman, tapi otaknya memikirkan hal lain yang ada hubungannya dengan cerita dari Klawing.
"Seandainya aku adalah anak dari orang itu, pasti aku bakalan senang banget ya? Hahaha..." Juna pun mulai mengkhayal.
"Emang kamu mau, menikmati harta hasil mencuri?"
"Hahaha... nggak lah," balas Juna. "Eh tapi, kamu waktu masih mencuri, harta yang kamu itu milik orang kaya semua apa bukan, Wing?"
"Bukan," jawab Klawing. "Harta orang miskin pun saya curi."
"Ya ampun,.. kok kamu tega banget?" Juna langsung tak terima.
"Itu kan karena saya terpaksa. Kalau saya menolak, maka saya akan disiksa."
"Emang kamu pernah menolaknya?"
"Pernah," jawab Klawing cepat. "Hampir satu bulan penuh saya dihukum, dibacakan mantra yang membuat saya benar-benar tidak berdaya."
"Astaga! Kok bisa kejam banget sih?" Juna jadi kesal sendiri.
"Ya begitu lah. Maka itu, satu-satunya cara agar saya terlepas dari majikanku adalah, dengan mengambil semua cincin dari tangan majikanku."
"Baiklah, demi ketenangan nyawa kamu, aku akan berusaha semampuku untuk menolongmu. Kita harus benar-benar kerja sama kalau begini."
"Pasti, dan aku selalu siap menjalankan perintahmu."
"Hahaha... baiklah," sejenak Juna menyeruput es teh yang isinya tinggal setengah cup. "Sekarang, kita ke rumah Brian. Malam ini kamu harus teror Brian dan Marvin lagi."
"Oke."
Juna tersenyum senang. Dengan penuh semangat, keduanya segera beranjak meninggalkan taman tersebut untuk menjalankan rencana berikutnya.
####
Sementara itu di tempat lain, tepatnya di dalam sebuah kamar, Axel masih kepikiran dengan ucapan sang Papi.
Satu nama yang disebut ayahnya, membuat Axel berpikir keras dengan segala dugaannya.
"Arjuna Wiwaha? Apa mungkin Arjuna yang dimaksud Papi adalah Arjuna musuhku?" gumam Axel. "Kayanya nggak mungkin deh. Arjuna yang itu kan miskin."
Di tengah rasa dilema yang melanda, Axel mendengar ponselnya berdering. Begitu tahu, siapa yang melakukan panggilan, Axel memilih mengabaikannya.
Namun, ponsel itu terus berdering sampai beberapa kali. Bahkan, nada pesan pun juga ikut menggema, membuat Axel mau tak mau harus meresponnya.
"Wanita sialan!" umpat Axel setelah selesai merespon panggilan. Pria itu bergegas keluar kamar dengan kekesalan pada wajahnya. Dia juga tak lupa menyambar kunci mobil untuk menemui seseorang yang baru saja menelponnya.
"Akhirnya, kamu datang juga, Sayang," seorang wanita terlihat senang melihat kedatangan pria tampan yang sangat dicintainya.
"Jangan sentuh aku!" Hardik Axel dengan tatapan sangat dingin sampai membuat wanita itu tertegun.
"Kenapa kamu berubah sedrastis ini sih, Xel? Apa salah aku?" wanita itu nampak kecewa.
"Salah kamu? Salah kamu adalah masih berani menghubungiku, paham!" Axel malah menghardiknya.
Wanita itu menggeleng tak percaya. "Setelah kamu berhasil merenggut semua dari aku?"
"Nggak usah heran. Lagian kan kamu sendiri yang suka rela memberikannya. Jadi nggak usah lebay."
"Tapi aku hamil, Xel."
"Apa!" Axel syok mendengarnya.
Wanita itu mengangguk. "Aku hamil anak kamu."
"Nggak! Nggak mungkin!"
"Aku serius! Dan kamu harus bertanggung jawab!"
"Nggak!" bentak Axel tegas. "Kamu pikir aku percaya?"
"Aku serius, Xel. Aku sedang mengandung anak kamu."
"Cih! Jangan berharap aku percaya. Lebih baik kamu jangan ganggu aku lagi. Kalau kamu sampai macam-macam, aku akan habisi kamu," ancam Axel dan dia langsung pergi.
"Tidak, Xel, tidak! Axel!" Wanita itu segera memeluk Axel dari belakang dan terus memohon.
Namun hal itu membuat Axel semakin emosi. Pria itu langsung menghempas tangan si wanita dan dia berbalik badan.
"Minggir kamu, dasar sampah!" Axel mendorong tubuh wanita itu hingga wanita itu terhuyung ke belakang. Tanpa diduga dorongan yang sangat kencang membuat wanita itu hilang keseimbangan. Diluar dugaan wanita itu terjatuh dari atap gedung tersebut.
"Aaaa...."
Bugh!
lanjut thor 🙏