NovelToon NovelToon
Trap Of Destiny

Trap Of Destiny

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Iblis / Peramal
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Dipa Pratiwi

Terima atau tidak, mau tak mau manusia harus menerima kenyataan itu. Bahwa mereka terlahir dengan apa adanya mereka saat ini. Sayangnya manusia tak bisa memilih akan dilahirkan dalam bentuk seperti apa. Kalau bisa memilih, mungkin semua orang berlomba-lomba memilih versi terbaiknya sebelum lahir ke dunia.

Terkadang hal istimewa yang Tuhan beri ke kita justru dianggap hal aneh dan tidak normal bagi manusia lain. Mereka berhak untuk berkomentar dan kita juga berhak memutuskan. Mencintai diri sendiri dengan segala hal istimewa yang Tuhan tuangkan dalam diri kita adalah suatu apresiasi serta wujud syukur kepada sang pencipta.

Sama seperti Nara, yang sudah sejak lama menerima kenyataan hidupnya. Sudah sejak dua tahun lalu ia menerima panggilan spiritual di dalam hidupnya, namun baru ia putuskan untuk menerimanya tahun lalu. Semua hal perlu proses. Termasuk peralihan kehidupan menuju hidup yang tak pernah ia jalani sebelumnya.

Sudah setahun terakhir ia menjadi ahli pembaca tarot.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Dipa Pratiwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penumpasan Hiena

Hari sudah mulai gelap. Matahari sudah tenggelam dengan sempurna di sisi barat bumi. Sehingga tak menyisakan seberkas cahaya pun. Manusia kini tak bisa lagi mengandalkan cahaya dari sang surya. Mereka mencari alternatif lain dengan menggunakan lampu saja. Benda ajaib yang sudah ditemukan jauh-jauh hari, membuat revolusi peradaban baru di kehidupan manusia.

Nara dan Baron sepakat untuk melakukan aksi mereka setelah senja. Kala dunia menjadi gelap gulita, di situlah kekuatan hitam mulai berkuasa. Menampakkan dirinya secara satu persatu.

Segala kejadiannya saling berkaitan satu sama lain. Mereka menghubungkan garis tak kasat mata antara satu kejadian dengan kejadian lain. Semuanya seolah telah direncanakan dengan begitu rapih. Di susun dengan plot yang sedemikian rupa. Nara dan Baron memiliki pemikiran yang sama kini.

Kini tekad keduanya sudah bulat. Mereka akan menghadapi kedua siluman itu. Namun pertama-tama mari bereskan hiena itu terlebih dahulu. Mereka harus membereskan ancaman dari dalam lebih dulu, baru menghadapi yang di luar.

Nara dan Baron butuh bantuan orang lain di sini. Mereka tak akan bisa melakukan semuanya sendiri. Jadi, Ibu Nara pun ikut terlibat dalam ritual kali ini.

Kedai jadi tutup lebih awal. Mereka tak membiarkan siapa pun masuk ke dalam ruangan ini dan mengacaukan rangkaian ritual.

"Kami akan membawa jiwa kami ke alam bawah sadar untuk melawan siluman-siluman itu. Mereka pasti akan merasa terpanggil jika kami memulai permainannya lebih dulu," tutur Baron sambil mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan.

Ia memastikan jika semua hal yang mereka butuhkan sudah siap. Tentu saja keduanya tak ingin merusak rencana. Mulai dari umpan, senjata, jimat, hingga alat perlindungan diri semuanya sudah tertata rapih di atas meja.

"Lakukan segala upaya untuk menyadarkan kami jika situasinya mulai tak aman," terang pria itu pada Ibu Nara.

"Bagaimana cara mengetahuinya?" tanya wanita itu.

"Jika wajah kami sudah mulai pucat, maka itu artinya kami berada dalam bahaya," jawab Baron.

"Jadi tolong lakukan segala upaya untuk membuat kami tersadar dengan cepat," pintanya.

"Jika terlambat atau gagal, maka kemungkinan terburuknya kami akan jiwa kami akan menetap di alam bawah sadar dan tak akan pernah kembali ke raga kami masing-masing," jelas pria itu kemudian.

Dengan kata lain tubuh mereka akan meninggal. Raga yang ditinggalkan jiwanya tak akan mampu hidup lagi.

Mendengar hal tersebut Nara lantas menelan salivanya dengan susah payah. Diam-diam mencoba meredam rasa takutnya. Jika mereka kalah di dalam ritual kali ini, maka sekarang adalah saat terakhirnya untuk melihat wajah ibunya. Bertarung bersama dengan dukun terbaik dan terhebat pun tak akan menjamin mereka untuk menang.

"Menurutmu seberapa besar peluang kita untuk berhasil?" tanya Nara pada pria itu.

"Aku tak bisa memperkirakan. Tapi yang jelas kita harus melakukan yang terbaik malam ini," jawab Baron.

Bahkan pria itu pun tak bisa memperkirakan seberapa besar peluang keberhasilan mereka dalam ritual ini.

"Kalian harus kembali dengan selamat," ujar Ibu Nara.

Ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Tampak jelas jika matanya sudah mulai berkaca-kaca. Suaranya juga ikut berubah jadi parau.

Ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan hidup mereka ke depannya dari ancaman roh jahat yang mengincar mereka.

"Kau siap?" tanya Baron.

Dengan perasaan yang ragu-ragu, gadis itu menganggukkan kepalanya. Setengah dari perasaannya merasa siap. Namun setengah lagi malah sebaliknya.

Baron memasangkan jimat di pergelangan tangan gadis itu sebagai bentuk perlindungan diri. Dan tak lupa juga dengannya.

Setelah semua persiapa siap, Baron lantas merapalkan beberapa mantra pemanggil roh jahat yang dikemas dalam bentuk lagu. Siapa pun yang mendengarnya pasti akan merasa ngeri. Pilihan nada serta liriknya sangat menyeramkan.

Sementara itu di sisi lain, Nara juga ikut memejamkan matanya. Duduk dalam posisi senyaman mungkin. Perlahan namun pasti jiwanya mulai ikut terseret alunan musik yang dilantunkan oleh pria itu. Jiwa mereka berdua kini sudah berada di alam lain. Mereka akan tetap di sana sampai misinya selesai.

Mata gadis itu masih terpejam. Tapi kini ia bisa melihat dirinya dan Baron berada di kedai. Ia bahkan bisa melihat raga dirinya yang sedang terduduk bersila. Jiwanya berpisah untuk sementara dari raganya.

"Seharusnya sebentar lagi hiena itu datang," gumam Baron.

Mereka sudah meletakkan potongan daging sapi segar di sepanjang tangga. Memang sengaja untuk memancing hiena itu turun. Ia pasti akan merasa penasaran dari mana aroma amis daging itu berasal. Seharusnya aromanya cukup kuat untuk sampai ke indra penciuman hewan itu.

"Apa kau yakin jika ini akan berhasil?" tanya Nara khawatir.

"Cukup lakukan saja sesuai rencana kita," jawab pria itu.

Tak bisa dipungkiri jika ia sangat cemas sekarang. Perasaan negatifnya bercampur aduk. Sebab jika mereka gagal, maka taruhannya adalah nyawa mereka sendiri. Nara tak siap untuk itu.

'GRRRR!'

Sayup-sayup sudah mulai terdengar suara geraman seekor hewan. Yang jelas bukanlah anjing atau kucing itu pasti hiena.

Tak lama kemudian disusul dengan suara derapan langkah kaki yang cukup berat. Beberapa anak tangga terdengar berderit kencang akibat paku pengaitnya sudah mulai lapuk.

Semakin dekat suara langkah kakinya, semakin rapat pula ritme suara jantung gadis itu. Ia mulai tampak gugup.

Baron memberinya sinyal untuk bersiap. Saat mereka melihat kaki hiena itu sudah mulai menyentuh lantai, maka di situlah aksi mereka dimulai.

"Sekarang!" seru Baron.

Tanpa berlama-lama ia lekas melompat ke arah hiena tersebut. Kemudian duduk di punggungnya. Mengendalikan seekor hewan akan lebih mudah jika kita tak berada di hadapannya.

Beberapa kalo hiena itu mencoba untuk memberontak. Berusaha menyingkirkan Baron dari punggungnya. Namun sayangnya ia kalah cepat dari pria itu. Dalam hitungan detik, Baron sudah berhasil menempelkan kertas jimat di dahi hiena. Membuatnya kian marah dan membabi-buta. Gerakannya makin tak karuan sekarang. Baron mempererat pegangannya.

'BRUK!'

Sesuatu di luar dugaan tiba-tiba terjadi. Baron terjatuh. Tubuhnya menghantam lantai dengan keras, membuatnya meringis kesakitan. Namun dengan cepat ia bangkit untuk kembali mengendalikan hewan itu. Namun lagi-lagi usahanya gagal. Hiena secara tak sengaja menendang Baron ke sudut ruangan. Hewan itu sedang gila-gilanya karena jimat tersebut.

'PRANG!'

Mendadak panci di sudut ruangan terjatuh. Suaranya cukup melengking. Membuat Ibu Nara terkejut. Ia sudah mulai panik. Sepertinya permainan semakin brutal.

Tanpa pikir panjang, Nara segera mengambil alih permainan. Dengan cepat ia meraih kepala hewan tersebut. Lalu membuka sarung pedang milik Baron. Kini saatnya melakukan rencana cadangan.

Dengan segenap keberanian yang tersisa di dalam dirinya dan juga waktu yang terus memburu, Nara langsung menikam hiena tersebut dengan pedang ritual Baron. Sehingga sosok itu jatuh lemas tak berdaya. Pedang ritual itu mampu membunuh energinya hingga tak tersisa.

1
Ernawati Ningsih
Ceritanya bagus banget. Mengangkat sudut pandang peramal dan juga kepercayaan akan takdir. Terus ada bahas soal ritual-ritual gitu. Seru banget
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!