Hai Bos!

"Gadis itu sepertinya ingin merayumu," ungkap Fadel.

Erland ngga menyahut.

Sudah dia lakukan, batinnya ji ji.

Dia paling ngga suka mempunyai relasi seperti itu. Pantas saja Nathalia ngga menyukainya, monolognya dalam hati.

"Kancing kemejanya malah dilepas dua biji," kekeh Abiyan. Matanya tadi sempat mengintip bagian sensitif perempuan itu.

Ngga ada yang merespon. Hanya Jayden yang melebarkan cengirannya.

"Aku bosan juga dengan perempuan perempuan yang selalu memberi tanpa kita minta," sela Abiyan lagi dalam kekehannya.

"Betul," sambar Jayden. Dia jadi teringat saingan berat Jennifer-mantan tunangan suaminya- yang sudah berhasil dia tiduri, tapi kemudian pergi entah kemana.

Perempuan itu awalnya agak sulit dirayu, membuatnya penasaran. Tapi setelah mereka melewatkan malam malam panas, malah dia yang ditinggalkan.

Dia merasa dibuang. Harusnya ngga begitu, karena dia adalah laki laki idaman.

Jayden sudah memberikan keperjakaannya pada gadis itu yang ternyata juga masih disegel.

Dia kebablasan. Padahal selama ini dia ngga pernah mengaktifkan juniornya. Dia khilaf sampai berkali kali.

Sekarang gadis itu malah menghilang, padahal Jayden mau bertanggungjawab kalo gadis itu hamil.

Tanpa sadar Jayden menghembuskan nafas panjang.

"Kamu kenapa?" Erland menatapnya heran.

"Sejak pulang dari Madrid, kamu seperti membawa beban berat." Fathir juga merasakan perubahan sikap Jayden.

"Kamu ngga ngehamilin anak gadis orang di sana, kan," tuding Abiyan serius.

"Ngga tau," jawab Jayden santai.

"Haah...!" Fadel menggelengkan kepalanya.

"Jangan ngomong sembarangan!" tukas Fathir gemas.

"Kamu udah ngga perjaka lagi?" Abiyan ikut berseru. Dia aja yang nakal ngga berani melakukan sampai sejauh itu.

"Kita, kan, udah dewasa. Santai ajalah."

TUK

Jayden terkekeh setelah Erland melemparkan gumpalan tisu ke keningnya.

"Jadi kamu belum dapat kepastian, hamil atau engga perempuan itu," dengus Abiyan. Dia ngga bisa membayangkan reaksi kaget tante Davia dan Om Xavi tentang kelakuan anaknya.

"Tapi aku ngga salah, dia sendiri yang pergi setelah memberikan aku hak untuk suaminya."

"Sialan!"

"Otakmu ada dimana!'

"Pantas Jennifer stres lihat tingkahmu!"

TUK

Berbagai umpatan dan lemparan tisu mampir ke Jayden yang hanya menanggapi dengan kekehannya yang makin keras.

Beberapa menit kemudian.

'Kamu memecat sekretarismu lagi?" tuduh Fadel dalam kalimat tanyanya.

Dia mendengar obrolan orang tuanya. Sekarang Adelia-sepupunya-yang jadi sekretaris Erland.

"Gila, ya. Baru beberapa hari kerja udah dipecat," dengus Abiyan ngga habis mengerti.

Seingatnya Jacinta dulu bertahun tahun betah dengan ritme kerja Erland yang hobi lembur.

Dia jadi curiga kalo rumor sepupunya ditolak Jacinta benar adanya.

Jayden ngga berkata apa apa. Dia sekarang baru mengerti dengan reaksi Erland yang tidak menegur sekretarisnya tadi.

Dia ditolak? ejek Jayden membatin setengah ngga percaya.

Ada juga perempuan yang bisa menolak Erland yang spek Dewa kebajikan.

Pasti perempuan bodoh, batinnya lagi.

Kalo dirinya wajar ditolak, karena spek Dewa perusak, batinnya geli.

*

*

*

Melda-Mama Maura masih mengomel dan merutuk melihat kebahagiaan ngga terduga adik bungsunya.

Dia terkejut mengetahui kenyataan laki laki yang masuk diam diam ke kamar adiknya yang tampangnya kucel seperti gembel itu adalah Gazy Mahardika. Putra tunggal dari grup pengusaha yang memonopoli alat alat berat proyek.

Bisnis retailnya pun menggurita. Dia salah waktu itu memaksa orang tuanya menikahi adik bungsunya.

Dia berharap adiknya akan hidup.menderita dan harapannya memang sempat di dengar.

Suami adiknya yang dikira gembel itu menghilang selama puluhan tahun, sekarang muncul lagi tapi sebagai anak konglo yang akan membanjiri istri dan anaknya dengan berbagai kemewahan.

Mama Maura menghembuskan nafas kesal.

Dia sangat membenci kedua adiknya, mereka berjodoh dengan orang orang pilihan dan sangat mencintai mereka.

Tidak seperti suaminya yang selalu mengomeli dan memarahinya.

Dulu suaminya menyukai adik bungsunya-Liora-sebelum menikahinya. Tapi dia menikungnya. Harusnya tidak dia lakukan dan menunggu dengan sabar siapa yang akan pantas menjadi suaminya.

Harusnya dia yang mendapatkan Gazy Mahardika.

Suaminya juga sangat kaya, tapi jauh jika dibandingkan dengan kekayaan suami adik bungsunya.

Mama Maura rasanya mau pingsan ketika adik bungsunya datang bersama putri dan seorang laki laki gagah yang ternyata suaminya yang dulu.

Dia merasa tertampar, karena dugaannya selama ini salah. Suami.adiknya bukan gembel yang gampang dia hinakan.

TOK TOK

"Ma, mama di dalam?"

Melda tersadar dari lamunannya.

"Ya, masuk aja." Putrinya memanggilnya.

Maura segera membuka pintu kamarnya dengan wajah ceria.

"Ma, lihat yang aku dapatkan." Dengan ngga sabar dia menunjukkan fpto yang didapatkan asistennya

"Ini bagus, kan, ma?" Matanya menatap mamanya penuh binar.

Melda menatap foto itu lama.

"Kalian sedekat itu?"

Posisi wajah yang sedikit berjarak. Hanya close up

Maura nyengir.

"Mama berpikir begitu?" Dia sudah menduganya. Ini bagus untuk tindakannya.

Padahal sejujurnya tidak. Wajah laki laki itu tampak datar.

"Aku akan memviralkannya."

"Laki laki ini siapa?"

"Erland Alexander, Ma. Putra mahkotanya Merapi Steels," senyum Maura sangat sumringah.

Mamanya terdiam dan menatap lekat putrinya

"Sebaiknya jangan," cegahnya. Melda tau sebesar apa kekuasaan keluarga itu.

"Kenapa, ma? Aku melakukan ini biar bisa mendapatkan Erland, Ma. Aku jatuh cinta dengannya."

Mamanya menangkup kedua pipi putrinya dengan lembut.

"Dengar, Maura. Foto ini hanya akan mempermalukan kamu. Ngga akan susah bagi pengawal keluarga itu untuk menangkap dalang yang menyebarkannya."

Maura terdiam. Dia ngga berpikir sampai ke sana. Pikirannya sudah buntu, hanya ingin masalahnya cepat selesai saja.

"Trus aku harus bagaimana, ma. Ngga ada yang mau bantu aku," keluhnya.

"Lakukan sebisamu. Katakan apa pun hasilnya pada mama. Ini kesempatan kita menghajar dua anak itu lewat nenek."

Mata Maura berbinar. Dukungan mamanya sangat berarti buatnya. Apalagi ditambah nenek yang sangat menyayanginya.

Tunggu saja kamu, Alisha, Laura.

*

*

*

Nevia menatap ponselnya kemudian sepupunya Kayla.

"Sepertinya Laura marah." Dia sudah berkali kali menelpon, tapi tetap ngga diangkat Laura. Padahal telponnya aktif.

"Mungkin lagi dicharge," jawab Karla santai.

"Bisa aja, kan, dia marah sama kita. Kita tau siapa CEOnya, kita juga tau Laura gadis club itu, tapi kita ngga memberitaunya." Nevia mulai menyesal.

"Laura ngga sepicik itu. Percayalah. Paling dia lagi ngga bisa angkat telpon," ucap Karla menenangkan.

"Semoga saja," harap Nevia. Malam belum larut, dia masih yakin kalo sahabatnya belum tidur.

Semoga saja yang dikatakan sepupunya benar adanya.

Sememtara itu di dalam kamar yang mewah dan luas, Laura sedang sibuk memijat pelan kaki Alisha

"Masih sakit?"

"Lumayanlah." Alisha turut mengusap pergelangan kakinya

"Perlu aku panggil tukang urut?"

"Nggaklah. Besok juga sembuh."

"Nih, kompres dulu." Laura mengulurkan handuk kecil yang sudah direndam air hangat.

"Thank's." Alisha menerimanyanya dan meletakkan handuk.yang sudah diperas itu ke.pergelangan kakinya yang sakit.

Laura melengkungkan garis senyumnya.

"Semoga cepat sembuh."

Alisha tertawa pelan.

"Laura, laki laki yang menggendongku gentle, ya," ucap Alisha malu malu.

"Ya udah, ditelpon aja. Minta dicariin tukang urut," kekeh Laura meledek.

"Ngaco.... Nggak lah," tolak Alisha cepat dan tawanya pun berderai dengan jantung mendadak berdebar kencang.