"My Love...." LILY

Leo menginginkan seorang anak laki-laki, untuk menemaninya bermain game, aku hanya menggelengkan kepala mendengar alasannya.

Akhirnya kami datang ke klinik kehamilan dan menjalankan program anak kedua. Dokter tidak bisa menjamin jenis kelamin anak kami, tetap Tuhan yang menentukannya, kami hanya berusaha dan berdoa.

Permintaan Leo terkabulkan, anak kedua kami berjenis kelamin laki-laki. Sama seperti Luna, kehamilanku yang kedua juga berjalan lancar. Aku melahirkan Liam diusiaku yang ke 31 tahun.

Liam berarti pejuang dengan kemauan keras dan pelindung. Dengan nama ini kami berharap ia bisa menjadi anak mandiri dan mampu menjadi pelindung keluarganya kelak saat ia dewasa nanti.

Aku merasa segalanya tentang kehidupanku telah sempurna.

Kadang Leo memintaku melahirkan anak ke 3, tapi aku merasa sudah cukup. Aku merasa sudah tidak mampu lagi melewati masa-masa kurang tidur, lagipula dengan biaya pendidikan yang cukup mahal, aku sudah bahagia dengan memiliki Luna dan Liam.

Pernikahanku dengan Leo terbilang cukup harmonis, namun bukan berarti kita tidak suka bertengkar. Kita bertengkar untuk hal hal yang sebenarnya bisa dibicarakan. Contohnya pagi ini aku dan Leo sedang perang dingin. Tidak ada pelukan atau ciuman pagi hari. Ini semua karena Luna.

Mungkin aku akan tersenyum jika mengenang kembali cerita ini di masa depan.

Luna sudah duduk dikelas 1 SMP, ia merasa cukup umur untuk datang konser musik bersama teman-temannya. Aku mengijinkan Luna untuk pergi bersama teman-temannya diantar supir salah satu teman Luna. Sedangkan Leo tidak mengijinkan Luna nonton konser tanpa pengawasan salah satu orang dewasa. Aku tidak mau menonton konser musik yang aku kurang kenal lagu-lagunya, dan Luna juga menolak untuk ditemani.

Setelah lama merengek Leo mengijinkan Luna pergi jika diantar jemput oleh Leo.

Menurutku kadang Leo suka bersikap overprotective terhadap Luna.

Saat konser hari H, Leo bisa mengantar ke tempat konser tapi tidak bisa menjemput Luna, karena harus menjemput klien di bandara. Leo menyuruhku menjemput Luna, disisi lain Luna merengek padaku untuk pulang ke rumah temannya saja karena sudah terlalu malam juga dan teman temannya yang lain juga menginap di rumah teman yang Luna maksud.

Aku tidak tahan dengan rengekan Luna dan mengijinkannya menginap, lalu berkata kepada Leo kalau aku mengijinkannya.

Dan seperti inilah hasilnya, aku bertengkar dengan Leo dan ia mengacuhkanku seharian.

Aku juga sedang malas menanggapi sikap Leo yang menurutku berlebihan. Karena aku juga mengenal orangtua teman-teman Luna, bahkan berbicara dengan mama teman Luna sebelum mengijinkan Luna menginap.

Tapi tentu saja perang dingin itu tidak berlangsung lama.

Pernah juga kejadian dengan Liam, waktu Liam masih kecil sekitar kelas 1 SD.

Liam sedang bermain sepeda diluar rumah sendiri hanya diawasi oleh asisten rumah tangga. Aku tidak melihat kejadiannya namun si mba berlari masuk rumah sambil menggendong Liam penuh dengan darah mengalir dari dagunya.

Menurut keterangan dari si mba, Liam menaiki sepedanya dengan kecepatan tinggi, dengan posisi terjatuh yang entah bagaimana, sehingga salah satu besi sepeda melukai dagu Liam.

Kebetulan Leo sedang berada di rumah sibuk dengan pekerjaannya. Aku meminta Leo segera membawa Liam ke rumah sakit untuk dijahit, tapi Leo mengatakan Liam baik-baik saja dan ia kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Karena aku mulai marah padanya, Leo akhirnya membawa Liam ke rumah sakit, dan benar saja dugaanku kalau Liam robek dagunya.

Dokter UGD memberikan 2 pilihan, cukup dilem saja lebih cepat tapi mungkin hasilnya tidak sebaik dijahit, atau dijahit cuma prosesnya lebih lama apalagi Liam masih kecil yang pasti akan berontak jika dijahit.

Leo memilih dilem dan aku memilih dijahit.

Setelah berdebat akhirnya aku mengikuti Leo untuk dilem saja. Aku curiga Leo memilih di lem karena ingin cepat pulang supaya bisa kembali ke meja kerjanya.

Setelah luka Liam mengering, bekas lukanya ternyata cukup terlihat karena tidak rata dan sedikit menimbulkan benjolan, keloid.

Aku merasa kesal dengan Leo, hal ini tidak akan terjadi kalau Liam dijahit. Saat itu aku yang memulai perang dingin, dan mengacuhkan Leo selama 2 hari.

Ya, memang kami suka bertengkar tapi bukan mengenai hal-hal krusial.

Aku dan Leo masih suka berkencan, menitipkan anak-anak pada mama.

Kami juga masih suka menonton konser musik jika ada group kesukaan salah satu dari kami.

Kami juga masih suka makan malam dengan live music dan berjalan bergandengan tangan.

Leo juga masih suka mengirimkan lagu kepadaku, jika ada lagu bagus yang ia pikir aku belum dengar maka ia akan mengirimkan link spotify untuk aku dengar. Atau jika aku sudah tau lagunya kadang ia tetap mengirimkannya hanya untuk mengingatkan arti lagu itu bagi kami berdua.