Tiga orang pria bersahabat dengan seorang gadis cantik dari masa bangku SMP hingga mereka dewasa. Persahabatan yang pada akhirnya diwarnai bumbu cinta yang saling terpendam hingga akhirnya sang gadis tersebut hamil dan membuat persahabatan mereka nyaris retak.
Siapa sangka sebenarnya salah satu di antaranya mencintai seorang gadis yang sebenarnya selama ini amat sangat dekat di antara mereka.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit mulai terobati dengan hadirnya si pelipur lara. Hari mulai terasa bermakna namun gangguan tidak terhindarkan. Mampukah mereka meyakinkan hati gadis masing-masing, terutama gadis yang salah satunya memiliki rentang usia bahkan 'dunia' yang berbeda dengan mereka.
SKIP yang tidak suka dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Syok berat.
Danyon lama dan Danyon baru sampai terkejut karena istri Letnan Aryo di bawa ke klinik bersalin sedangkan Letnan Arma di larikan ke rumah sakit tentara.
Beberapa orang anggota sampai ikut standby dan berjaga di rumah sakit karena terjadi huru hara dan kehebohan di malam buta.
Tidak ada yang tau pasti bagaimana bisa istri Letnan Arma 'bersimbah darah', yang jelas ulah bumil itu membuat tekanan darah Letnan Arma menjadi sangat rendah.
...
Letkol Lingga menemani Bang Arma di rumah sakit. Entah beliau harus tertawa atau sedih dengan kejadian malam ini hingga satu Batalyon ikut heboh.
"Aduuh Baang, sakit sekali kepalaku, nafasku sesak."
Letkol Lingga tertawa terbahak melihat Juniornya menggelinjang tidak bisa tenang saat mendapat perawatan dari rumah sakit tentara.
"Bojoku piye Bang???" Rintih Bang Arma, rasa perutnya bagai di aduk-aduk kuat, asam lambungnya mendadak meninggi.
"Jangan banyak pikiran, istrimu sehat dan baik-baik saja. Nanti Nadia kesini sama istri Abang." Kata Bang Lingga menenangkan Bang Arma.
"Nadia.." ucapnya lirih menahan sesak."
"Coba tolong panggilkan dokter lagi..!!" Perintah Bang Lingga, Danyon baru.
...
Mbak Ayu pun terkikik geli menemani Nadia menuju rumah sakit. Beliau pun sedang hamil tujuh bulan dan di tengah malam buta harus menemani Nadia.
Sesampainya di rumah sakit, Bang Lingga langsung menyambut istrinya sedangkan Nadia langsung menghampiri Bang Arma.
"Masih sakit ya Bang?"
"Nggak." Jawab Bang Arma singkat namun di dalam hatinya masih merasa kesal karena Nadia berani mengerjai dirinya dengan cara yang fatal.
"Abang marah?"
"Nggak." Jawab Bang Arma masih menahan diri, lebih baik ia mengalah daripada harus berdebat dengan bumilnya.
Nadia duduk dan memperhatikan paras wajah Bang Arma tapi wajah datar itu malah membuat Nadia kesal.
"Kalau Abang mau marah, seharusnya Abang sadar kenapa Nadia marah sampai membalas Abang. Mbak Riris yang sakit, Abang langsung tanggap menolong. Kenapa Nadia yang bersimbah darah tidak segera Abang tolong?" Protes Nadia.
"Apa kamu tidak paham bagaimana syoknya Abang melihat kamu berdarah-darah."
"Apa Abang tidak di ajari kesigapan menolong korban kecelakaan / korban tembak yang berdarah?" Tanya Nadia.
"Itu semua beda, dek. Dengan kawan seperjuangan hanya rasa antar manusia, sedangkan dengan kamu jelas ada keterikatan batin. Suami mana yang tidak syok melihat istrinya terluka. Abang hampir mati jantungan." Jawab jujur Bang Arma.
"Kalau memang benar Abang cemas mana mungkin Abang bantu Mbak Riris." Suara Nadia terdengar dua tingkat lebih tinggi.
Bang Arma hendak menjawabnya tapi dadanya kembali terasa sakit. Akhirnya Bang Lingga mengambil alih perdebatan tersebut.
"Sudahlah, Arma.. kamu berdebat dengan wanita saja sudah salah apalagi kamu berdebat dengan ibu hamil, yang benar saja kamu."
"Tapi Nadia nggak bisa berbuat begitu juga, Bang." Kata Bang Arma.
"Abang tau, Nadia juga salah. Tapi sebelum kamu memperdebatkan kesalahan bumil, sebaiknya kamu salahkan dirimu lebih dahulu." Bujuk Bang Lingga yang sebenarnya paham sifat juniornya, semua suami pasti akan bereaksi sama hanya saja saat ini logika Letnan Arma sedang goyah.
"Aku benar-benar ketakutan, Bang. Mana aku tau kalau Nadia pakai Natrium nitrat yang aku simpan di bawah lantai gudang, itu buat demo penyambutan Abang besok." Kata Bang Arma tidak ada yang ditutupi lagi. "Bahkan Nadia mengaduk black powder pakai pewarna makanan. Abang bayangkan bagaimana perasaanku..!!"
Bang Lingga terdiam sejenak lalu menepuk bahu Bang Arma. "Karena kamu sudah melihatnya, lebih baik Abang tidak membayangkannya. Istrimu masih bisa marah dan bernafas dengan baik saja Abang turut bernafas lega."
Beberapa orang anggota ikut terkikik di ruang rawat Bang Arma.
"Nadia mau bikin kue apa, dek?" Tanya Mbak Ayu lembut.
"Kamu jangan ikut campur dek, salah-salah kamu ikut jadi adonan." Tegur Bang Lingga.
"Apalah Abang nih, Ayu hanya tanya." Mbak Ayu mulai cemberut dan kini ada kedua bumil yang membuat para suami sakit kepala.
"Aaarrgghh.. ini pendidikan mental versi ke berapa sih Bang??? Sirahku ngeluuu.." Gemas sekali rasanya Bang Arma memikirkan Nadia.
Nadia beranjak dari duduknya tapi Bang Arma sigap menariknya ke dalam pelukan.
"Baikan dah.. baikan..!! Abang salah, Abang yang salah.." bujuk Bang Arma lembut.
Mbak Ayu melirik Bang Lingga. Mau tidak mau, Bang Lingga pun menurunkan gengsinya. "Abang juga salah. Maaf ya."
"Dari tadi begitu kan aman, Bang. Kenapa harus cari perkara dulu. Kita berbuat sesuatu bukan karena kita bodoh. Kita hanya ingin tau." Sambar Mbak Ayu.
"Piye to, masalahnya rasa ingin tau perempuan.. yang kadang bahaya. Betul atau tidak Ar??" Tanya Bang Lingga.
"Ituuuu dia......."
Nadia mulai mendongak memastikan jawaban suaminya.
"Abang salah." Jawab Bang Arma memilih menghindari perdebatan lanjutan.
.
.
.
.