Generation Sandwich, istilah yang sering di gunakan baru-baru ini. Mungkin sebagian ada yang menjadi pelakunya, ada juga yang menganggapnya hanya sebuah sudut pandang semata.
Tumbuh dan besar dari kalangan menengah kebawah menjadikan seorang gadis cantik bernama Hima Narayan kuat dalam menjalani kehidupannya.
Tanpa di ketahui banyak orang, nyatanya Hima menyimpan luka dan trauma tersendiri dalam hidupnya. Tentang pengkhianatan dan kekecewaan di masa lalu.
Ganindra Pramudya Suryawilaga : " Saat aku pikir kamu adalah rumah yang ku tuju. Tapi kamu justru menjauh saat aku ingin menggapai mu. Beri aku kesempatan sekali lagi Hima!"
Kehidupan keluarganya dan kisah cintanya tak pernah berpihak padanya. Akankah Hima menyerah dengan kehidupannya???? Lantas bagaimana dengan kisah cinta gadis itu?
Semoga para reader's kesayangan berkenan mampir, terimakasih 🙏🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Ganin sudah tiba di tempat ia bekerja saat ini. Dia membaca pesan dari Hima semalam. Dan karena ia merasa bersalah sudah membuat jarak antara dia dan Hima, lelaki tampan itu mencoba membujuknya dengan memberikan sarapan untuk sang pujaan hatinya.
Tapi ternyata, saat ia tiba di gudang, Hima tidak ada di bangkunya. Hima sedang ada di belakang untuk mengecek barang yang akan dikirim. Alhasil Ganin meletakkan makanan itu di meja Hima dan berpesan pada anak lori.
Setelah itu, Ganin pun teringat ucapan Bayu yang semalam memintanya untuk menemuinya di ruangan.
Andai Ganin di berhentikan oleh Bayu, mungkin saat ini juga ia akan mengirimkan semua bukti yang sudah ia kantongi.
Hanya saja, Ganin masih mencari tahu siapa dalang sebenarnya yang menggerakkan Bayu juga Helga.
Tok...tok...
Setelah mendengar ucapan di suruh masuk, Ganin pun masuk menghadap Bayu. Lelaki berkacamata itu menatap Ganin dengan pandangan galak.
"Duduk!", titah Bayu. Ganin yang teringat tentang ucapan orang misterius yang mengancam Bayu pun mendadak merasa kesal dengan laki-laki di hadapannya itu.
"Bapak meminta saya menghadap, ada apa?", tanya Ganin berpura-pura lupa.
"Jauhi Hima!", kata Bayu tanpa basa-basi. Ya, Bayu terlalu mencampur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.
"Ini di luar wewenang bapak sebagai atasan!", kata Ganin. Bayu memajukan badannya di atas meja mendekati Ganin yang seolah tak mengenal rasa takut sama sekali pada Bayu.
"Lo... tinggal nurut apa kata gue, dan Lo aman!", ujar Bayu. Ganin menatap Bayu dengan sorot matanya yang tajam.
"Justru saya yang seharusnya berbicara seperti itu pada anda pak Bayu! Anda laki-laki beristri. Seharusnya anda berpikir tindakan anda ini akan menyakiti pasangan bapak!", kata Ganin.
"Tahu apa Lo ,heh? Lo cuma anak kemarin sore! Gue cuma minta, Lo... jauhin Hima!", kata Bayu penuh dengan penekanan.
Ganin bangkit dari duduknya. Keduanya kini sama-sama berhadapan dengan tubuh yang sama tinggi.
"Dan saya tidak akan pernah menjauhi Hima pak Bayu, permisi!", Ganin langsung meninggalkan ruangan Bayu tersebut.
Bayu yang kesal pun menendang bangku yang ia pakai tadi.
"Sialan Lo Ganindra!! Gue bakal bikin pelajaran sama, Lo! Liat aja!", tekad Bayu.
🌾🌾🌾🌾🌾
Hima sedang mendampingi anak buahnya untuk membawa beberapa sampel untuk di pajang di showroom.
Anak-anak Pa dan SPG cantik sudah mulai sibuk dengan para konsumennya. Mata Hima memang mengawasi anak buahnya, tapi ia juga sedang mencari sosok yang katanya kekasihnya.
Sayangnya sejak lima belas menit berlalu Hima di sana ,Ganin tak terlihat batang hidungnya.
"Nih udah belom, Hima!?", tanya temannya itu.
"Hooh! Udah. Tinggal ambil model yang satu lagi,bang!", jawab Hima.
Suasana showroom semakin ramai. Helga saja yang supervisor ikut melayani pembeli.
"Permisi mba, saya mau cari...??", tiba-tiba seseorang menghampiri Hima dan rekannya yang sedang mengganti sampel.
Karena seragam Hima dan rekannya bertuliskan nama supermarket tersebut, wajar jika pelanggan menghampiri mereka.
"Iya, pak...?", Hima menoleh pada seseorang yang tadi akan bertanya.
"Hima?"
Hima sedikit terkejut melihat keberadaan orang itu. Lelaki berperawakan tinggi tegap itu menatap Hima beberapa saat.
"Hima, apa kabar?", tanya nya.
"Mas Afit, Alhamdulillah baik mas!", jawab Hima pelan.
Rekan Hima sudah kembali ke belakang. Karena kondisi showroom ramai, Hima tak bisa langsung ke gudangnya lagi.
"Kamu...sudah lama kerja di sini?", tanya Afit.
"Iya mas, sejak beberapa tahun yang lalu."
Afit hanya mengangguk tipis.
"Mas Afit dinas di sini? Apa mba Venti ikut?", tanya Hima. Afit menggeleng pelan.
"Mba mu tidak ikut sekarang. Tapi insyaallah mas akan pindah tugas di kota ini."
Hima hanya ber'oh' saja sebagai tanggapan ucapan Afit. Di saat yang sama, Ganin baru selesai dengan urusannya bersama Bayu cukup terkejut Hima ada di showroom bersama laki-laki yang sangat Ganin kenal.
Tanpa sengaja, Afit menoleh ke arah Ganin yang tengah menatap dirinya. Afit tersenyum dan menggeleng.
Benar kata teman-temannya, Ganin memang masih sangat cocok berperan jadi anak SMA! Batin Afit.
"Oh iya mas Afit, maaf! Sebenarnya aku ngga begitu hafal harga mas. Jadi kalau sekedar memberi tahu soal produk insyaallah bisa."
"Kan harga sudah tertera di sampel, Hima!", kata Afit. Hima pun mengangguk.
"Iya mas!", jawab Hima tersenyum. Ganin menatap Hima dan atasannya itu dengan pandangan penuh cemburu.
"Ma...!", panggil Afit.
"Maafkan mba mu, dia masih seperti itu ke kamu!", kata Afit. Hima tak menyahut.
"Ngga apa-apa mas, wajar kalau mba Venti masih nganggap aku adiknya", Hima tersenyum meskipun hatinya merasa getir juga perih.
Pak Afit kenal sama Hima sebelumnya gitu? Batin Ganin.
Lelaki itu mulai menyibukkan diri dengan beberapa sampel yang berantakan seolah tak mendengar obrolan Hima dan Afit. Hima sendiri tak menyadari keberadaan Ganin yang tak jauh dari ia berdiri.
Afit juga memaklumi Ganin yang sedang berusaha senatural mungkin menjadi karyawan supermarket itu.
"Sudah empat tahun berlalu Hima...mau sampai kapan kamu seperti ini?", tanya Afit.
Afit cukup tahu hubungan antara Hima dan mendiang Nanda. Bahkan Hima Nanda jauh lebih dulu berpacaran di banding Afit dan Venti. Tapi bedanya, Afit dan Venti berakhir di pelaminan sedang Hima dan Nanda harus terpisah selamanya.
Empat tahun berlalu? Apa yang sebenarnya terjadi? Telinga Ganin di pasang baik-baik.
"Aku kenapa? Aku baik-baik saja mas!", jawab Hima.
Afit menggeleng pelan.
"Kamu masih belum bisa melupakan Nanda?", tanya Afit. Hima tak menjawab pertanyaan Afit tersebut.
Nanda?? Batin Ganin.
"Mau sampai kapan Hima. Hidup terus berjalan. Jangan terpaku dengan masa lalu."
"Tapi rasa sakit itu masih ada mas!", jawab Hima dengan suara bergetar.
"Mas tahu, apa yang Nanda lakukan sangat menyakiti kamu."
Ganin tertegun mendengar ucapan Afit. Sedang anak-anak SPG yang lain menatap tak suka pada Hima yang seolah sedang mengambil alih pekerjaan mereka.
"Maaf mas, aku...pamit ke belakang. Ada mba-mba SPG yang layanin mas Afit nanti!", kata Hima bersiap untuk kembali ke gudangnya.
"Mas cuma mau bilang, kalau kamu tidak mau mencobanya dengan orang baru...sakit hati kamu masih akan terus seperti itu!", kata Afit.
"Dan tidak ada jaminan bahwa dimasa depan entah siapa pun itu, tidak akan menyakiti dan mengecewakan ku mas. Permisi!", pamit Hima.
Ganin yang berjongkok di samping rak itu menatap punggung Hima yang menjauh. Setelah Hima pergi, datang seorang SPG menghampiri Afit yang akan berbelanja kebutuhan rumah mereka atas perintah Venti tentunya.
Afit sempat melirik Ganin yang tak fokus dengan pekerjaan yang ada di hadapannya. Ia sedang menebak-nebak apa yang membuat Hima seperti itu.
Apa Hima di tinggal nikah sama mantannya ya? Makanya dia trauma untuk memiliki pasangan??? Batin Ganin.
🌾🌾🌾🌾🌾
Bab ke 2 gaes terimakasih 🙏🙏🙏✌️✌️
Kasih bonchap dong
mksh ya thor atas bacaannya yg luar biasa sukses trs dengan karya² baruy..love² buat ithor💖💖💖💖💖💖💖