Karya ini murni karangan author sendiri ya guys 😘 maaf bila ada kesamaan nama tokoh, atau banyak typo 🙏
Karya ini lanjutan dari novel "Ku Penuhi Janjiku"
Kisah percintaan Bara dan Gala yang cukup rumit, rasa enggan mengenal yang namanya 'CINTA' membuat Bara memutuskan untuk menyendiri dan fokus bekerja.
akankah Bara menemukan cinta yang bisa menggetarkan hatinya?
Apakah Gala dapat menemukan kembali belahan jiwanya yang mampu menyembuhkan lukanya?
Yuk, simak terus ceritanya sampai habis ya😘
HAPPY READING 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paku payung
Bara melempar bantal kecil yang ia ambil dari sofa kearah Gala, bantal yang di layangkan oleh Bara tepat mengenai kepala Gala sampai hp yang di pegangnya jatuh. Dengan wajah kesalnya, Gala kembali melemparkan bantalnya kearah Bara sehingga terjadi perang bantal antar keduanya.
Sreett... Bughh .. Bughh..
"Rasain nih, dug dug dug." Gala memukul punggung Bara dengan bantal.
Bantal, selimut, guling, sudah berserakan di bawah lantai, keduanya malah bergulat sambil tertawa cekikikan. Setelah di rasa cape, keduanya pun menghentikan aksinya dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur.
"Hah, hah, hah, capek aing." Ucap Gala dengan nafas tersengal.
"Gue kira loe lagi galau, bela-belain gue langsung nyusul ke kamar, eh taunya loe malah mabar." Omel Bara.
"Ck, yakali gue galau lagi untuk part kesekian kalinya. Perasaan adikmu yang lucu ini sudah lebih lega, ada yang lebih menyadarkan gue dari pertanyaan dan rasa gelisah yang selama ini gue pendam." Ucap Gala berdecak, ia menyelipkan kedua tangannya ke bawah kepalanya.
"Siapa? Kasih tahu dong." Ucap Bara memiringkan kepalanya.
"Kepo lu!." Sewot Gala.
"Apa jangan-jangan, emmh.. Leona ya?" Tebak Bara.
Gala mendorong tubuh Bara sampai terjatuh dari atas kasurnya. "Pergi sono, jangan sok tahu." Usir Gala.
"Cieee... Kayaknya bener nih." Goda Bara.
Bugh..
Gala melemparkan bantal tepat mengnai wajah Bara, kakaknya itu malah cengengesan dengan wajah tengilnya menggodanya.
"Hahaha, yaudah gue mau pergi dulu. Mau sleep call bareng ayang, secara nih ya abangmu ini sudah mempunyai tambatan hati." Ucap Bara tertawa.
"Baru juga jadian udah di tinggal aja, hahahaha. Sungguh menyedihkan." Ledek Gala.
"Lebih menyedihkan lagi, udah jadian LDR-an tiga tahun jalin hubungan. Eh, buntingnya sama yang lain, chuaakkss.." Setelah mengatakan itu pun Bara langsung pergi dari kamar Gala.
"Sialan." Umpat Gala.
Bara pergi berlalu begitu saja meninggalkan Gala yang sudah cemberut, sepanjang perjalanan menuju kamarnya, Bara terkekeh geli menertawakan kekesalan adiknya itu.
Saat Bara sudah pergi, Gala kembali membuka ponselnya. Dia berselancar di media sosial mencari sesuatu, saat sudah menemukannya ia tersenyum senang.
*
*
Di sisi lain.
Seora di bawa ke rumah sakit oleh bodyguardnya, sepanjang perjalanan ia terus memegangi perutnya yang bisa di tebak kalau Seora akan melahirkan.
"Aakhhh, sakit sekali." Rintih Seora.
"Sabar nona, sebentar lagi kita sampai." Ucap bodyguard.
Begitu sampai di rumah sakit, Seora langsung di bawa oleh perawat menuju ruang bersalin. Bodyguard yang mengawalnya menghubungi seseorang, tak berselang lama seorang dokter keluar dari dalam ruang bersalin.
"Apa anda keluarga dari pasien?" Tanya dokter.
"Iya." Jawab bodyguard.
"Pasien meminta untuk melakukan operasi caesar, tolong anda tandatangani semua surat-suratnya." Ucap Dokter.
"Baik." Jawab bodyguard.
Bodyguard yang bernama Daniel pun mengurus semua surat-surat dan administrasi yang di perlukan, tim dokter pun langsung melakukan tindakan dengan membawa Seora ke ruang operasi.
*
*
Keesokan harinya.
Alea dan temannya yang lain sedang berkumpul di sebuah kantin, seseorang tiba-tiba saja berdiri di samping Alea. Ketiga teman Alea menatapnya dengan tatapan tidak suka, bahkan Alea pun merasa risih akan kedatangannya.
"Ngapain sih?" Tanya Leona.
Orang tersebut tidak memperdulikan ucapan Leona, ia menatap Alea dari dekat. "Al, boleh minta waktunya sebentar gak?" Tanyanya.
"Kalo mau ngomong ya ngomong aja, gue gak punya banyak waktu." Ucap Alea.
"Al, gue memang cowok bodoh yang udah sia-siakan semua yang loe lakuin. Tapi, bisakah satu kesempatan gua dapetin dari loe?" Ucap Bagas.
"Sorry, gue gak bisa." Jawab Alea.
Kriiinggg..
Suara bel berbunyi, pertanda bahwa jam pelajaran akan segera di mulia. Alea meraih tasnya dan bangkit dari duduknya, ketiga temannya pun mengikuti kemana Alea pergi. Bagas mematung di tempatnya, benar-benar sakit saat merasakan apa yang dulu Alea rasakan, kini ia sadar bahwa menjadi Alea itu tidaklah mudah.
Jena selalu memantau gerak-gerik Alea maupun Bagas, melihat Bagas mendekati Alea seketika amarahnya naik. Tetapi, raut wajahnya berubah seketika. Sebuah ide muncul di kepalanya, tanpa banyak bicara lagi ia pergi dari kantin menuju kelasnya.
.
.
Jam istirahat.
Leona tampak lesu tak seperti biasanya, ia memainkan pulpennya memutar-mutarnya di atas kertas. Sama halnya dengan Leona, Alea juga tampak memandangi ponselnya menunggu kabar dari sang pujaan hati.
Hhaaahhhh...
Leona dan Alea membuang nafasnya bersamaan, Mutiara dan Ajat hanya mengendikkan bahunya melihat keduanya.
"Loe berdua kenapa? Dunia ini terasa hampa melihat kalian berdua yang lesu kayak gini, biasanya juga cacingan." Tanya Ajat heran.
"Iya nih, kenapa anak-anakku? Apa mami mu ini membosankan?" Tanya Mutiara.
"Hooh." Jawab Alea dan Leona bersamaan.
"Pedih sekali jawaban beliau." Ucap Mutiara mendramatisi ucapannya, di pegangnya dadanya berpura-pura sakit hati.
"Norak." Cibir Alea.
"Papa, lihatlah anakmu pa. Mereka menjadi anak yang kurang ajar pa, kau selalu memanjakan mereka pa. Lihatlah ini, lihat!" Ucap Mutiara mengguncang tubuh Ajat.
"Sehat mut?" Tanya Ajat menempelkan telapak tangannya di kening Mutiara.
"Sialan." Umpat Mutiara menepis tangan Ajat.
Alea dan Leona terkekeh melihat interaksi kedua sahabatnya, begitulah pertemanan mereka yang sedikit di bumbui drama.
"Di kasih makan apa loe sama mama Ida? Punya anak gini amat." Tanya Alea.
"Di kasih paku payung, puas loe!" Ketus Mutiara.
Leona, Alea dan Ajat kembali tertawa mendengar jawaban Mutiara, karena merasakan lapar di perutnya, Mutiara menarik tangan kedua sahabatnya keluar dari kelas.