"Buka hatimu untukku kak Praja," mohon Ardina Rezky Sofyan pada sang suami dengan penuh harap. Air matanya pun sejak tadi sudah menganak sungai di pipinya.
Pernikahan sudah berlangsung lama tapi sang suami belum juga memberinya kebahagiaan seperti yang ia inginkan.
"Namamu belum bisa menggantikan Prilya di hatiku. Jadi belajarlah untuk menikmati ini atau kamu pergi saja dari hidupku!" Balas Praja Wijaya tanpa perasaan sedikitpun. Ardina Rezky Sofyan menghapus airmatanya dengan hati perih.
Cukup sudah ia menghiba dan memohon bagaikan pengemis. Ia sudah tidak sabar lagi karena ia juga ingin bahagia.
Dan ketika ia menyerah dan tak mau berjuang lagi, akankah mata angin bisa berubah arah?
Ikuti perjalanan cinta Ardina Rezky Sofyan dan Praja Wijaya di sini ya😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bhebz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Rencana Licik
"Kenapa tuh mantan istrimu?" tanya Yusta. Matanya menatap tajam Praja Wijaya.
"Dia bukan mantan Yus, dia masih istriku," jawab Praja tegas dan langsung mengikuti Ardina.
Yusta memutar bola matanya lantas berucap, "Dasar susah move on!"
"Jadi? Maksudnya apa itu mbak?" tanya Selfina cengo. Sampai saat ini ia belum faham dengan apa yang telah terjadi.
"Jadi kamu belum tahu kalau perempuan cantik tadi istrinya bosmu?" tanya Yusta dengan tatapan tanya. Selfina menggeleng kemudian menjawab," Oooh jadi Kak Ardina itu adalah mantan eh istri Pak Praja?"
"Astaghfirullah. Kamu jadi sekretarisnya Praja udah berapa lama sih? Kok tidak tahu hal pribadi bos mu itu?" Yusta nampak tak sabar. Selfina hanya tersenyum meringis.
"Aku hanya tahu kalau Pak Praja itu sendiri mbak. Dan aku bersedia menjadi pendampingnya."
"Busyet! Aku aja yang udah lama gak pernah dilirik apalagi kamu." Yusra mencibir kemudian menarik tangan gadis itu untuk memasuki ball room hotel.
Mereka berdua sibuk mencari Praja Wijaya tapi tak menemukannya padahal acara akan segera dimulai.
"Kamu duduk disini ya, aku akan cari dimana Praja berada."
"Baik mbak." Selfina menjawab dengan senyum diwajahnya. Ia pun mencari tempat duduk dengan hati yang mulai dongkol kembali.
"Janji Pak Praja untuk tidak meninggalkan aku ternyata hanya sekedar janji. Aku ditinggal lagi dan parahnya ditengah-tengah orang banyak yang tidak aku kenal," ujar gadis itu seraya meremas jari-jarinya dengan gelisah.
"Hey, kok manyun." Seorang pria muda dengan setelan jas mewahnya menegurnya dengan senyum diwajahnya. Selfina langsung tergagap karena kaget.
"Hey, Yu -Yudha? Kamu juga ada disini?"
"Ya, aku ada disini. Dan sepertinya kita berjodoh ya, dunia ternyata sangat sempit."
"Iya. Sempit betul. Kita sampai bertemu kembali dalam keadaan bingung, hehehe." Selfina tertawa renyah. Ia sekarang sudah mulai tenang karena sudah mempunyai teman.
Dan perkara Praja Wijaya yang sedang mengikuti istrinya itu, ia tidak peduli lagi. Bagaimana pun usahanya untuk mendapatkan pria itu jika ia melihat sosok Ardina yang sangat cantik dan pintar, maka ia tak akan ada tempat sedikitpun.
"Jadi? ML nya kita lanjut bentar setelah acara selesai ya," ucap Yudha tersenyum seraya mengangkat handphonenya di depan wajahnya.
"Oke siip. Kita lanjut sampai puas. Aku dan bos aku nginap di hotel ini kok."
"Wah seneng dong." Yudha tersenyum penuh makna. Acara pun dimulai dengan dibuka oleh seorang menteri perdagangan dan perindustrian. Semua orang berkonsentrasi menyimak.
Akan tetapi tidak bagi Praja Wijaya. Ia yang sedang duduk di samping Ardina tak bisa berkonsentrasi. Hatinya, matanya, dan bahkan otaknya sudah dipenuhi oleh Ardina.
Istrinya itu semakin cantik saja dimatanya. Dan untuk malam ini, ia akan bersujud memohon maaf yang sedalam-dalamnya karena telah menyakiti hatinya sedemikian rupa.
Ya Allah pria ini, kenapa menatapku seperti itu? ucap Ardina dalam hati. Sejak tadi ia merasa kalau mata elang Praja seperti ingin menerkamnya dengan sangat lapar.
Apa iyya, Kak Prilya benar-benar sudah tidak ada di dalam hatinya? tanya hatinya lagi. Ia tak mau kecewa untuk yang kedua kalinya jika membiarkan hatinya untuk jatuh kembali pada pesona pria itu.
Wajahnya ia rasakan menghangat saat tatapan mereka bertemu. Belum lagi dadanya yang berdebar lebih cepat daripada biasanya. Ia sesak dengan gelombang dahsyat yang mengaduk-aduk perutnya.
Entah kenapa ia sekarang sangat gelisah. Dan ya, kepalanya pun terasa sangat pusing.
Oh tidak? Ada apa ini? Tanyanya dengan perasaan yang mulai tak nyaman.
Kenapa aku jadi sangat merindukan belaian kak Praja seperti waktu itu?
Ardina menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya. Ia terus melakukannya untuk mengurangi perasaan gelisah yang ia rasakan.
"Din!"
"Ardina!"
Perempuan itu tersentak karena karena panggilan bosnya di perusahaan. Ia pun menata debaran dadanya dan berusaha untuk tampil normal dan biasa-biasa saja.
"Ardina. Kamu lihat Tuan Frederick Mann di sebelah sana?" tanya Maher Abdullah seraya menunjuk seorang pria bule yang ada di jejeran paling depan sejajar dengan tempat duduknya sekarang tapi berjarak sekitar 5 atau 6 kursi dari sebelah kanan mereka.
"Iya pak. Saya melihatnya," jawab Ardina dengan tegas. Setelah itu ia mengernyit dan berusaha mengabaikan rasa sakit pada kepalanya.
Oh ya ampun, memangnya aku tadi makan atau minum apa? Kenapa kepalaku sangat pusing seperti ini? tanyanya dalam hati.
"Setelah acara selesai. Tuan Frederick Mann ingin melihat profil perusahaan kita. Ia ingin menjalin kerjasama yang sangat menguntungkan dibanding seseorang yang ada di sampingmu itu Din."
Maher sengaja berucap secara sarkas seperti itu untuk menyindir Praja Wijaya yang duduk dua kursi dari Ardina, sang sekretaris.
Ia berharap pria itu mendengarkan kata sindiran yang ia ucapkan. Ardina hanya tersenyum.
"Ah iya pak. Itu bagus sekali." Ardina menjawab dengan berusaha untuk tersenyum.
"Sayangnya saya melupakan berkas untuk dipelajari pria itu di kamar saya, ini kuncinya. Kamu bisa ambil dan bawa kemari secepatnya." Maher memberikan sebuah kunci berbentuk kartu magnetik kepada sekretarisnya itu.
Ardina menerima kunci itu dengan dahi mengernyit bingung.
Sejak kapan pak Maher membooking kamar di hotel ini? Bukankah kami datang bersamaan? tanya Ardina dalam hati. Tapi demi menghormati atasannya itu, ia tidak perlu bertanya lebih banyak lagipula ia hanya disuruh mengambil berkas.
Dan ia akan melakukannya setelah itu ia akan meminta izin untuk pulang. Kepalanya benar-benar terasa sangat berat.
"Ah iya pak. Saya segera kesana," ucap Ardina seraya berdiri dari duduknya. Untuk beberapa saat ia sedikit merasa oleng karena rasa pusing yang ia rasakan.
"Kamu tidak apa-apa Din?" tanya Maher khawatir. Tangannya hampir saja memeluk tubuh Ardina yang hampir limbung tapi segera ditepis oleh perempuan itu.
"Saya tidak apa-apa pak. Saya baik kok," ucapnya dan langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
Rasa tak nyaman begitu sangat menyiksanya kini. Akan tetapi ia berusaha tampil anggun meskipun ia sangat tak baik-baik saja.
Maher Abdullah menyeringai. Pria itu melihat jam tangannya. Sekitar sepuluh menit kedepan ia akan menyusul ke kamar itu dan melihat hasil yang sudah ia usahakan.
Saya akan mendapatkan kamu malam ini Ardina Resky Sofyan? Dan besok kamu akan menangis-nangis minta dinikahi, hahaha. ucapnya dalam hati.
🌹🌹🌹
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
Nikmati alurnya dan happy reading 😊
Eits, jangan lupa kirim bunga setaman dong, vote nya juga. Eh kopi juga bolehlah 🤭😂