Menceritakan seorang pemuda bernama Darren yang kehidupannya tampak bahagia, namun terkadang menyedihkan dimana dia dibenci oleh ayah dan kakak-kakaknya karena sebuah pengakuan palsu dari seseorang.
Seseorang itu mengatakan bahwa dirinya sebagai pelaku atas kecelakaan yang menimpa ibunya dan neneknya
Namun bagi Darren hal itu tidak penting baginya. Dia tidak peduli akan kebencian ayah dan kakak-kakaknya. Bagi Darren, tanpa mereka dirinya masih bisa hidup bahagia. Dia memiliki apa yang telah menjadi tonggak kehidupannya.
Bagaimana kisah kehidupan Darren selanjutnya?
Yuk, baca saja kisahnya!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandra Yandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kalian Sudah Menghancurkan Hatiku, Jiwaku, Dan Mentalku
Suasana tampak hening. Tidak yang bersuara setelah kejadian beberapa menit yang lalu. Semua orang kini menatap kearah Darren yang sedang melamun.
[Brengsek! Masalah yang satu belum selesai. Sekarang bertambah masalah baru]
Mendengar ucapan suara hati Darren membuat hati semua orang sesak, terutama Erland dan keenam putranya. Mereka menangis menatap wajah tak baik-baik Darren.
[Andai Mama ada disini, aku yakin Mama akan langsung memeluk aku setiap aku tak baik-baik saja]
Air mata semua orang seketika langsung mengalir membasahi pipinya. Mereka menangis menatap Darren.
"Sayang," lirih Erland.
"Ren," lirih Davin dan adik-adiknya.
[Ma, aku berjanji pada diriku sendiri. Selama pelaku itu belum mati dan masih berkeliaran di luar sana. Selama itu pula aku akan berusaha untuk baik-baik saja. Sesuai janjiku pada Mama saat aku datang menolong Mama bahwa aku akan membalas orang-orang yang sudah nyakitin Mama dan Oma, maka aku akan tepati janji itu. Aku akan membunuh orang-orang yang sudah merebut Mama dariku]
Mendengar ucapan suara hati Darren membuat Erland, keenam putranya dan yang lainnya menangis. Hati mereka benar-benar sakit saat mendengar suara hati Darren.
Detik kemudian..
Tes..
Darren seketika menangis. Dia benar-benar merindukan ibunya yang telah pergi satu tahun yang lalu. Sampai detik ini, Darren belum menemukan tersangka dalam kejadian tersebu. Walau Darren sudah mendapatkan petunjuk yaitu sebuah bukti, bahkan petunjuk itu nyata, namun petunjuk itu belum cukup.
Yah! Petunjuk yang dimaksud itu adalah Riyo. Namun bagi Darren, dia belum yakin jika hanya Riyo sebagai pelaku yang sebenarnya. Dia meyakini bahwa ada orang-orang di belakang Riyo. Dan bisa juga orang tersebut yang menjadi dalang yang sesungguhnya.
Erland seketika berdiri dari duduknya. Dia kemudian mendekati putra bungsunya itu. Dia sudah tidak tahan melihat kondisi putra bungsunya itu. Dan dia tidak peduli jika putra bungsunya itu akan memarahinya, membentaknya bahkan memakinya. Jika hal itu terjadi, dia tidak akan tersinggung dan tidak akan berkecil hati. Disini dia yang bersalah.
Melihat Erland yang tiba-tiba berdiri dan berpindah duduk di samping Darren membuat mereka semua antara takut dan senang. Takut jika Darren akan bersikap kasar pada ayahnya, senang jika Darren menerima kehadiran ayahnya.
Kini Erland telah duduk di samping Darren. Detik kemudian, Erland menarik tubuh putra bungsunya dan membawanya ke pelukannya. Seketika isak tangis Erland pecah.
"Hiks... Sayang. Maafkan Papa. Maafkan Papa. Ini semua salah Papa. Papa yang sudah buat kamu seperti ini."
Deg..
Darren seketika terkejut ketika mendapatkan pelukan dan juga mendengar ucapan maaf dari ayahnya.
Namun Darren tetap di posisinya. Dia sama sekali tidak memberikan reaksi apalagi memberikan jawaban.
Erland mengusap-usap lembut kepala belakang putra bungsunya, bahkan sesekali memberikan ciuman di pucuk kepala putra bungsunya itu penuh sayang.
Detik kemudian..
"Lepas."
Deg..
Erland seketika terkejut ketika mendengar ucapan dari Darren. Begitu juga dengan anggota keluarga lainnya.
"Sayang," lirih Erland.
"Aku bilang, lepaskan!" teriak Darren seketika.
Dan pada akhirnya, Erland pun melepaskan pelukannya. Dia menatap sendu putra bungsunya itu. Hatinya sakit ketika mendengar teriakkan putranya yang meminta untuk dilepaskan.
Darren seketika berdiri dari duduknya. Begitu juga dengan Erland dan semua orang.
Darren seketika melihat kearah ayahnya. Dia menatap dengan dingin.
"Kau bukan ayahku, dan aku bukan putramu. Kita tidak memiliki hubungan apapun. Aku berada di rumah ini karena aku ingin membuat doa untuk Oma. Selesai acara tersebut, aku akan pergi dari sini."
Erland seketika langsung menggelengkan kepalanya. Air matanya jatuh membasahi pipinya ketika mendengar ucapan dari putra bungsunya.
Bukan hanya Erland yang tak kuasa menahan tangisnya. Davin, Andra, Dzaky dan Adnan juga menangis saat ini. Hati mereka sakit ketika mendengar ucapan dari Darren.
"Aku adalah anak pembawa sial, aku anak tidak tahu diuntung. Dan lebih parahnya lagi aku adalah anak pembunuh yang mana telah membunuh ibu kandungnya sendiri. Bukankah itu yang kau katakan selama satu tahun ini. Bahkan kau tidak menginginkan aku lagi menjadi putramu. Kau tidak ingin memiliki putra pembunuh sepertiku." Darren berbicara dengan sorot mata yang tajam kearah ayahnya.
"Ren," ucap Davin.
Darren langsung melihat kearah kakak sulungnya. "Kau juga!" bentak Darren. "Diantara kalian, kaulah yang paling parah menghinaku dan memakiku. Kau juga sama dengan ayahmu yang mana satu tahun yang lalu ayahmu tidak menginginkan aku, sedangkan kau tidak menginginkan aku menjadi adikmu. Bahkan kau mengatakan bahwa kau menyesal memiliki adik sepertiku. Kau bahkan setiap hari selalu menyebutku anak pembunuh!"
Davin seketika menundukkan kepalanya ketika mendengar ucapan serta melihat tatapan adiknya itu. Begitu juga dengan Andra, Dzaky dan Adnan. Mereka menangis terisak.
"Jangan coba-coba untuk merayuku agar aku mau memaafkan kesalahan kalian. Bagiku, kesalahan kalian tidak pantas dimaafkan. Rasa sakit yang kalian berikan padaku selama satu tahun ini sudah menghancurkan hatiku, jiwaku dan mentalku. Kalian memang tidak pernah memukulku, tapi dengan ucapan-ucapan kalian itu sudah berhasil melululantakkan mentalku."
Darren berbicara dengan sorot matanya yang tajam dan memerah menahan tangisnya. Terlihat gumpalan air matanya berkumpul di bawah matanya.
"Saat kejadian itu, aku masih seorang pelajar SMA. Bayangkan oleh kalian semua! Aku sendirian saat itu. Tidak ada yang memberikan pelukan untukku padahal aku yang lebih terluka kehilangan Mama karena aku paling kecil diantara kalian! Jika bukan karena janjiku pada Mama dimana aku berjanji untuk membalaskan kematiannya, maka sampai detik ini aku tidak akan berdiri disini bersama kalian!" teriak Darren bersamaan dengan air matanya mengalir deras membasahi pipinya.
Deg..
Mereka semua terkejut ketika mendengar ucapan dari Darren yang mengatakan bahwa 'Jika bukan karena janjiku pada Mama dimana aku berjanji untuk membalaskan kematiannya, maka sampai detik ini aku tidak akan berdiri disini bersama kalian'
Mereka semua menatap kearah Darren yang tampak tak baik-baik saja dengan berlinang air mata. Mereka semua meyakini bahwa satu tahun yang lalu Darren berusaha untuk mengakhiri hidupnya untuk menyusul ibunya. Namun karena janjinya terhadap ibunya, dia memilih untuk bertahan.
"Jika kalian ingin aku maafkan, maka kalian harus menyembuhkan rasa sakit yang aku alami selama satu tahun ini. Kalian harus menggantikan jumlah air mata yang aku keluarkan selama ini. Kalian harus menggantikan setiap ucapan dan hinaan yang aku terima selama ini, baik dari kalian maupun dari orang-orang diluar sana. Dan kalian harus menggantikan semua penderitaanku sejak kedatangan Riyo."
Erland dan keempat putra tertuanya hanya diam membisu. Hanya air matanya yang sebagai perwakilan rasa bersalah dan dosanya terhadap Darren.
Setelah mengatakan itu, Darren pergi meninggalkan semua orang untuk menuju kamarnya di lantai dua.
Detik kemudian..
Bruukkk..
Erland seketika terjatuh terduduk di lantai. Isak tangisnya seketika pecah. Hatinya benar-benar hancur saat ini.
"Hiks... Aku ayah jahat. Aku ayah yang bodoh. Aku ayah yang gagal. Aku sudah menyakiti putra bungsunya sedalam ini. Hiks... Aku juga yang sudah membuat rasa sakit di jantungnya itu kembali kambuh. Belva, maafkan aku. Maafkan aku yang sudah menyakiti putra bungsu kita."
Grep..
Marco menghampiri kakak sulungnya. Setelah itu, dia memeluk kakaknya itu erat.
"Kak."
"Marco, kakak gagal menjadi ayah yang baik untuk Darren. Kakak sudah menyakiti Darren."
Marco menangis ketika mendengar aduan kakaknya padanya. Air matanya mengalir membasahi pipinya.
"Jika kakak benar-benar menyesal telah menyakiti Darren. Satu-satunya cara untuk memperbaiki kesalahan kakak terhadap Darren adalah kakak lakukan tugas kakak sebagai seorang ayah untuk semua putra-putra kakak, terutama Darren dengan semangat. Jangan menyerah apapun yang terjadi. Jangan berkecil hati jika Darren mengatakan kata-kata yang menyakiti hati kakak," ucap Marco.
Marco kemudian melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah basah kakaknya itu dengan hati yang sesak. Ini untuk pertama kalinya dia melihat kakaknya menangis seperti ini. Berbeda ketika saat kepergian istrinya.
"Apa yang dikatakan oleh Marco benar, Erland! Kamu harus kuat dan semangat. Apapun yang terjadi antara kamu dan Darren, sekeras apapun penolakan Darren untuk berdamai dengan kamu. Kamu harus tetap lakukan tugas kamu sebagai seorang ayah," ucap Dellano.
"Jika Darren belum mau memberikan maaf untuk kamu. Kamu jangan berkecil hati. Anggap saja kamu memberikan waktu kepada Darren untuk menyembuhkan luka di hatinya yang sudah kamu torehkan," ucap Aldez.
"Kamu tidak sendirian. Ada kami disini. Kami akan selalu memberikan semangat dan dukungan padamu dalam mengambil kembali hati putra bungsumu," ucap Valeo.
"Hm." semua orang berdehem bersamaan anggukkan kepalanya.
"Tapi...." ucapan Erland seketika terhenti. Dia tertunduk lesu.
"Tapi apa, kak?" tanya Clarissa.
"Bagaimana jika Darren benar-benar pergi meninggalkan rumah ini? Kakak tidak ingin Darren pergi, Clarissa!"
Clarissa tersenyum ketika mendengar ucapan kakaknya. Bahkan Clarissa bisa melihat dari sorot mata kakaknya itu bahwa kakaknya itu tidak ingin putra bungsunya pergi meninggalkan rumah.
"Jika hal itu terjadi yang mana Darren benar-benar pergi meninggalkan rumah ini. Dengan kata lain, meninggalkan kakak. Aku sangat yakin bahwa kakak memiliki seribu cara untuk membuat Darren akan tetap di rumah ini."
Erland langsung melihat kearah adik perempuannya. Dia menatap lekat manik hitam adiknya itu.
"Aku percaya bahwa kakak memiliki seribu cara untuk membuat Darren tetap di rumah ini. Caranya seperti apa dan bagaimana? Itu semua kakak yang tahu."
Clarissa menatap keempat keponakan tertuanya yang saat ini masih menangis. "Untuk kalian juga! Bibi yakin kalian memiliki seribu cara untuk membuat adik bungsu kalian tetap di rumah ini. Lakukan yang terbaik untuk mendapatkan maaf dari adik kalian itu."
Davin dan ketiga adiknya yaitu Andra, Dzaky dan Adnan seketika tersenyum. Mereka dengan kompak menghapus air matanya.
"Kami bersumpah akan melakukan tugas sebaik mungkin untuk Darren!" Davin dan ketiga adiknya berucap bersamaan.
"Jika kami berhasil mendapatkan maaf darinya, kami akan menggantikan semua kesedihan dan penderitaannya selama ini dengan kebahagiaan," ucap Andra.
"Jika Darren kembali padaku, maka aku akan menjadi kakak yang penuh perhatian dan penuh sayang untuknya," ucap Dzaky dan Adnan bersamaan.
Sementara Davin, dia tidak mengatakan apapun. Namun di hatinya dia bersumpah akan menjadi kakak yang baik untuk semua adik-adiknya, terutama adik bungsunya. Dia akan melakukan yang terbaik.
penasaran kelanjutannya
semangat
up lagi ya