“Rere memang istri pertamaku. Namun percayalah, tidak ada satu pun wanita yang benar-benar aku cintai di dunia ini, selain dirimu!”
Azzura selalu berpikir, dirinya dan Cikho akan bersama-sama hingga akhir, bahkan menjadi pasangan dunia akhirat. Apalagi selain mereka yang sudah dekat sejak kecil karena orang tua mereka sudah seperti keluarga, alasan pernikahan mereka ada juga karena mereka saling cinta.
Namun, adanya Rere di rumah impian mereka tepat di malam yang harusnya menjadi malam pertama Azzura dan Cikho, meruntuhkan segala impian itu. Bagaimana tidak? Wanita yang Azzura ketahu sebagai sekretaris Cikho, malah Cikho akui sebagai istri pertama, meski Chiko baru menikahi Rere secara siri. Cikho menikahi Rere tanpa sepengetahuan orang tuanya, akibat kesalahan satu malam yang membuat Rere mengandung benihnya.
Azzura yang menentang keras poligami memilih mundur, meski Cikho tak mau melepaskannya. Selain itu, Cikho juga terus meminta waktu dan melarang Azzura mengabarkan apa yang sebenarnya terjadi kepada keluarga mereka. Hanya saja, tanpa mereka ketahu, Rere yang takut kehilangan Tuan Muda kaya raya sekelas Cikho, diam-diam telah menyewa jasa pembunuh bayaran untuk menyingkirkan Azzura.
Adalah Excel Lucas, mafia kejam yang harusnya membunuh Azzura. Namun karena sebuah insiden, Azzura malah berulang kali menyelamatkan nyawanya. Lebih kebetulannya lagi, Excel Lucas merupakan kakak kandung dari Rere.
Awalnya Excel Lucas berpikir untuk menyiksa Azzura sebagai pelampiasan dendamnya kepada wanita yang telah mengusik rumah tangga sang adik. Namun, pesona seorang Azzura sang muslimah tangguh, malah membuat rasa dendam dalam diri seorang Excel Lucas, dengan cepat menjadi cinta.
❣️❣️Merupakan bagian dari novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga 💗💗 Novel : Pembalasan Istri yang Terbunuh (Suamiku Simpanan Istri Bos!) ❣️❣️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 : Setelah Kejadian Mencekam
Pria bernama Gepeng yang tengah Azzura hadapi benar-benar menarik pelatuk pist0lnya sekuat tenaga. Membuat sebuah peluru dengan begitu cepat melesat dari sana. Namun karena seseorang melempar tangan kanan Gepeng menggunakan sebuah batu bata utuh, peluru yang sudah siap Azzura tepis, justru melesat ke sumber batu bata terlempar.
Seorang pria yang memakai jaket kulit hitam dan menutupi kepala sekaligus sebagian wajahnya menggunakan topi hitam, berangsur menunduk dalam. Azzura yakin orang tersebut Excel. Alasan yang juga dengan cepat membuatnya buru-buru bangun, kemudian memungut batu bata yang ia pukullkan sekuat tenaga ke tengkuk Gepeng agar pria itu pingsan.
Bertepatan dengan Azzura yang lari menghampiri si pria dan wanita itu yakini sebagai Excel, ambulans yang Azzura pesan, datang. Karenanya, Azzura sengaja mengikut sertakan Excel yang menjadi pelaku pelempar batu bata tapi malah jadi korban tembakan, ikut serta ke pak Haji Ojan.
“Kamu juga terluka!” kecam Excel karena Azzura tidak ikut serta.
“Tapi mamah Mas sendirian di rumah. Aku beneran bisa mengatasi ini sendiri. Ini operasi kecil, tapi kalau sudah ada pihak keluargaku yang datang ke sini, aku pasti nyusul ke rumah sakit. Mas Aidan sudah di perjalanan ke rumah sakit juga, kok Mas.” Azzura kembali sibuk meyakinkan padahal tangan kirinya sudah kebas akibat peluru yang bersarang di lengan kirinya itu.
“Sebentar lagi polisi pasti datang. Satpam dan Mbak di rumah pun baik-baik saja. Mereka masih bisa diandalkan untuk menjaga mamah, ditambah satpam kompleks juga sudah berdatangan siap mambantu mengamankan sekitar. Lihat, warga juga menyarankan kamu menjalani pengobatan juga,” yakin Excel.
Baru saja, tubuh pak Haji Ojan baru saja dimasukkan ke dalam ambulans.
“Kamu masuk ke mobil saja. Di belakang juga enggak apa-apa. Aku nyusul pakai ojek yang tadi antar aku ke sini,” lanjut Excel meyakinkan.
Azzura yang sadar Excel sudah nyaris sekarat, buru-buru menggeleng. “Kita bareng-bareng di mobil ambulans bagian belakang. Takutnya Mas pingsan di jalan!” sergahnya langsung menggandeng Excel masuk ke mobil ambulans bagian belakang.
Sungguh kejadian yang mencekam. Azzura menatap tak percaya Gepeng yang sedang diikat kuat menggunakan tali, di teras depan kediaman Excel. Satpam kompleks yang jumlahnya ada tiga orang, sudah membantu satpam dan juga seorang ART di sana untuk jaga-jaga.
“Enggak sangka, aku akan melewati masa-masa seperti tadi. Terima kasih banyak diri ini yang masih bisa kuat bahkan tak segan melawan walau keadaan tadi benar-benar tidak mudah,” batin Azzura yang berangsur mundur, membiarkan petugas ambulans-nya menutup pintu bagasi ambulans.
Excel yang memang sudah terluka parah berangsur merunduk dan berakhir duduk. Azzura yang paham Excel tak baik-baik saja terlebih pria itu kembali menggunakan ojek, segera menghampiri. Azzura dengan sigap memangku Excel. Ia melepas jaket kulit hitam Excel, membuatnya mendapati banyak luka lain dan kebanyakan berupa lebam menghitam di sepanjang kedua tangan Excel. Namun dari semuanya, luka tembak di bahu kanan Excel yang paling mencuri perhatian Azzura. Azzura berusaha menahan aliran darah dari sana menggunakan telapak tangan kanannya.
Dalam diamnya, Excel yang sudah setengah sadar, menatap nanar wajah Azzura dan juga gamis abu-abu bagian lengan kiri Azzura yang basah oleh darah. “Dia bahkan lebih kuat dari sebuah robot canggih!” batinnya.
Kedatangan rombongan Azzura sudah langsung disambut oleh rombongan mas Aidan yang menunggu di sebelah pintu masuk. Mas Aidan sungguh tak datang sendiri karena pria itu membawa ibu Widy dan pak Lim yang tak lain paman dan bibi mereka.
Excel sudah tak sadarkan diri ketika sampai di rumah sakit. Begitu juga dengan Azzura yang mulai limbung karena biar bagaimanapun, wanita itu sudah kehilangan banyak darah.
“Mas, Bi, ... Paman, tolong banget, yah. Papah sama mamah jangan sampai tahu,” mohon Azzura yang baru saja dibopong mas Aidan.
“Kita fokus ke pengobatan kamu dulu!” sergah mas Aidan langsung memboyong Azzura ke IGD. Sedangkan pak Haji Ojan dan Excel, keduanya sudah langsung diboyong ke ruang operasi.
“Ya sudah, Mas. Bibi sama Paman, urus administrasinya dulu. Biar cepat ditangani,” pamit ibu Widy yang langsung menggandeng sang suami. Mereka langsung bagi tugas, agar segala sesuatunya bisa lebih cepat ditangani.
***
Luka terparah adalah luka pak Haji Ojan. Karena peluru yang bersarang di kepalanya sampai melukai otak. Dokter memprediksi, pak Haji Ojan bisa mengalami gegar otak, selain cac4t mental. Pak Haji Ojan terancam menjadi makin tidak normal karena peluru yang menembus kepalanya memang mengenai beberapa saraf penting.
“Pendarahan di otak pasien terbilang parah. Kami sampai harus melakukan operasi besar dan kami membutuhkan persetujuan dari pihak keluarga,” ucap dokter yang menangani pak Haji Ojan.
Mas Aidan yang sudah ditemani paman dan bibinya, langsung lemas mendengarnya. Karena sebelum mengalami luka otak saja, sebenarnya pak Haji Ojan sudah mengalami luka mental. Luka mental sejak pria itu masih kecil akibat keegoisan kedua nenek tirinya.
Sementara itu, di tempat berbeda dan itu di depan kediaman pak Kalandra, pak Kalandra memilih untuk meminta bantuan polisi guna menemukan pak Haji Ojan yang mendadak hilang.
“Ada motor tapi enggak ada orangnya?” ucap Sepri terheran-heran menatap motor pak Haji Ojan. Ia baru datang bersama adik dan orang tuanya.
“Masa iya, si Ojan masuk bagasi motor? Ajaib sekali ... tapi bentar, ayo kita pastikan!” lanjut Sepri sampai membuka bagasi motor pak Haji Ojan, tapi di sana, ia hanya menemukan satu kotak bekal, dua buah kerupuk bulat warna kuning dalam plastik, juga sebotol bekal minuman.
“Ini CCTV Mas Kala, ...?” ucap ibu Septi menatap bingung keberadaan CCTV yang tak ada di posisinya dan harusnya mengarah ke sekitar gerbang.
“Nah kebetulan, CCTVnya tersambar petir. Besok baru beres dan langsung dipasang sama petugasnya,” balas pak Kalandra.
“Kok bisa kebetulan banget, yah? Apa coba minta ke CCTV tetangga Mas,” balas ibu Septi.
“Sebelah persis sedang ke Jakarta dan ART yang kerja juga sampai dibawa. Jadi memang enggak ada yang bisa ditanya. Ini nunggu balasan mbak Azzura, takutnya mbah Azzura lihat karena sebelumnya, Ojan dan mbak Azzura juga sempat bertemu,” balas pak Kalandra yang langsung menegur Sepri lantaran pria muda itu sampai tengkurap hanya untuk melongok gorong-gorong pembuangan air menuju selokan.
“Takutnya dia tidur di dalam terlebih gotnya sedang kering, Pakde Kala!” yakin Sepri yang langsung membuat semuanya tertawa. Namun, memang seajaib itu kelakuan pak Haji Ojan.
“Padahal harusnya kita senang, ya? Tapi malah sedih gini. Khawatir kalau Ojan kenapa-kenapa. Ia kalau langsung meninggal tinggal dikubur dan dikirimi doa. Nah kalau malah makin cac4t?” lirih Sepri.yang kemudian mendengkus lemas. Ia berangsur duduk sila di depan gerbang rumah pak Kalandra.
Ketika mereka nyaris kembali pencar untuk melakukan pencarian terhadap pak Haji Ojan, ponsel Sepri berdering. Dering telepon masuk dan setelah Sepri memastikan, ternyata itu telepon dari mas Aidan.
