Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 Perasaan Khawatir
Deringan ponselnya yang terus menerus mengganggu konsentrasi bekerja Candra. Dengan perasaan gondok, Ia pun mengangkat panggilan yang entah dari siapa itu, Candra terlalu fokus menatap layar laptopnya.
"Hallo."
["Maaf Tuan Candra saya menelepon."]
"Mbok Nina, ada apa ya? Saya sedang kerja."
["Maaf Tuan kalau saya mengganggu, tapi ada yang ingin saya beritahu."]
"Tentang apa? Kalau tidak penting nanti saja, saya tidak bisa diganggu."
["Ini tentang Nona Rania."]
Baru saja Candra akan mematikan panggilan itu, Ia tidak jadi mendengar satu nama perempuan yang di sebutkan di sana, "Rania, kenapa dengan dia?"
["Nona Rania saya bawa ke rumah sakit, perutnya katanya sakit."]
"Bagaimana bisa? Dia tidak kenapa-napa, kan?"
["Sepertinya karena Nyonya Gina."]
"Mama?"
["Iya, Nyonya Gina datang ke rumah dan memarah-marahi Nona Rania. Saya tidak tega dan berusaha melerai, tapi malah ikut dimarahi. Saat melihat Nona Rania hampir pingsan, Nyonya Gina baru berhenti dan saya pun segera membawa Nona ke rumah sakit."]
Candra menggeram pelan merasa kesal mendengar itu, apa-apaan Mama mertuanya itu? Apa jangan-jangan melabrak Rania karena tahu Ia menikah lagi? Kenapa harus marah pada istri keduanya itu, seharusnya bertemu langsung dengannya saja.
"Kirim alamat rumah sakitnya, saya ke sana sekarang."
["Baik Tuan."]
Walaupun pekerjaannya masih banyak, tapi untuk yang satu ini merasa lebih penting. Sebelum pergi Candra tidak lupa memberitahu sekertaris nya jika Ia akan keluar dengan waktu tidak tentu karena alasan pribadi. Nanti jika ada yang ingin bertemu dengannya, bisa sekertaris nya itu handle dahulu.
Candra sampai mengendarai mobilnya dengan kecepatan cepat, untung saja jalanan siang itu cukup lenggang. Dari tadi perasaannya terus tidak enak, Candra khawatir terjadi sesuatu dengan bayi di kandungan Rania. Tidak, anaknya itu kan kuat. Pasti akan baik-baik saja.
"Tuan," panggil bi Nina saat melihat dirinya datang.
"Dimana Rania?"
"Di dalam, sudah selesai di periksa dokter tadi."
"Terus apa kata dokter?"
"Syukurlah Nona Rania dan bayinya tidak kenapa-napa, tapi dokter bilang jangan sampai Nona banyak pikiran karena kandungannya masih lemah, takut keguguran."
Candra menghela nafasnya, "Makasih mbok sudah bawa dia langsung kesini."
"Sama-sama Tuan."
Candra lalu masuk ke ruang rawat itu, pembantunya itu pun cukup pengertian dengan memesankan kamar VIP untuk Rania. Candra berjalan pelan mendekati Rania yang berbaring sambil memejamkan matanya di ranjang rumah sakit. Saat berdiri di sisinya, perempuan itu membuka mata.
"Mas," panggil Rania dengan suara serak.
"Kamu gak papa?"
"Aku gak papa kok, maaf ya aku lemah banget."
"Jangan bilang gitu, kamu harus kuat agar bayi kita baik-baik saja." Candra lalu mengusap keningnya, "Aku langsung kesini pas denger kamu dibawa ke rumah sakit. Apa yang terjadi?"
Mengingat saat dilabrak wanita paruh baya itu, membuat Rania kembali terdiam dengan dada yang sakit. Ia tahu Ibu dari Livia itu hanya kesal pada dirinya yang menjadi orang ketiga di pernikahan anaknya, tapi kan ini juga bukan salah dirinya sepenuhnya.
"Apa saja yang Mama lakukan pada kamu?" tanya Candra menuntut.
"Mas tahu?"
"Aku denger dari mbok Nina, katanya kamu sampai hampir pingsan ya?"
"Iya," angguk Rania, "Dimarah-marahin gitu buat perut aku gak nyaman, tapi untungnya gak sampai pingsan juga."
"Kata dokter kandungan kamu lemah, aku gak mau kejadian ini terulang kedua kalinya. Aku perwakilan dari Mama Minta maaf ya?"
"Aku mengerti kok kenapa beliau memarahi aku, mungkin aku memang pantas diperlakukan begitu."
Candra terdiam, ingin membantah tapi bibirnya terasa kelu. Seharusnya Rania tidak menyalahkan dirinya sendiri, toh di sini kan yang salah dirinya. Ia lah yang memperkosa perempuan itu, sampai hamil lalu Candra pun yang memutuskan akan bertanggung jawab.
"Nanti aku akan bicara dengan Mama, aku akan pastikan dia gak bersikap kasar lagi sama kamu," ucapnya.
"Sebenarnya aku juga gak mau punya hubungan buruk dengan semua orang, semoga Mama mertua kamu itu bisa maafin aku."
"Kamu terlalu tidak enakan Rania, seharusnya Mama Gina yang minta maaf sama kamu."
Juga padanya karena sudah hampir mencelakakan bayinya. Candra tidak bisa bayangkan jika sampai bayinya itu kenapa-napa, bisa saja Candra akan memberikan pelajaran pada Gina. Tidak peduli sekalipun berstatus sebagai Mama mertuanya.
"Jangan terlalu banyak pikiran, kasihan bayinya juga jadi tertekan."
"Iya Mas, sekarang aku sudah agak baikan kok."
"Kita pulangnya kalau kamu sudah sembuh total ya, kayanya kamu harus mendapat perawatan dulu sekarang ini."
"Terus Mas mau ke kantor lagi?"
"Kayanya gitu, tapi nanti pulang aku langsung kesini. Tenang aja, aku akan minta mbok Nina temenin kamu di sini."
"Iya."
Candra menaikan selimut sampai leher Rania, sambil meminta perempuan itu tidur lagi. Setelah itu Candra keluar ruang rawat itu, langsung melihat pembantunya yang berdiri mendektinya.
"Saya harus kembali ke kantor, mbok temenin Rania aja di sini," perintah Candra.
"Baik Tuan."
"Oh iya, Mama itu datang sendiri, kan?"
"Iya sendiri."
Livia kan masih ada kerja di luar kota, entah apa perempuan itu tahu tentang kejadian ini atau tidak. Tetapi karena Gina adalah Mamanya Livia, jadi Candra pikir istrinya itu pun tetap ikut terlibat. Sudah pasti Livia yang cerita, dan mereka hanya tahunya sudut pandang satu orang saja. Bukan dirinya, melainkan Rania. Mereka salah paham.
"Apa Mama masih di rumah?"
"Maaf Tuan, saya kurang tahu. Tapi saat kami pergi ke rumah sakit, Nyonya sepertinya masih di sana."
Untuk memastikan, Candra memutuskan menghubungi Mama mertuanya itu. Dan ternyata benar jika Gina masih di rumahnya, wanita tua itu memang sangat betah berlama-lama di rumah mewahnya. Apalagi kalau bukan bersantai dan numpang enak.
"Saya pergi dulu," pamit Candra.
Sebenarnya Candra masih ingin di rumah sakit menjaga Rania, hanya saja pekerjaannya pun masih banyak dan tidak bisa Ia tinggalkan. Hanya sebelum kembali, Candra ingin menyelesaikan dulu masalahnya dengan Gina.
Sesampainya di rumah, Candra langsung masuk dan mencari Mama mertuanya itu. Ia sudah tahu tempat favorit Gina di rumah ini, apalagi kalau bukan bar tempat disimpannya banyak minuman anggur mewah.
"Eh Candra, kok kamu sudah pulang?" tanya Gina terkejut. Wanita itu turun dari kursinya sambil tetap memegang gelas berisi anggurnya.
"Aku mau bicara dengan Mama."
"Bicara apa ya?" Melihat ekspresi wajah menantunya yang datar dan serius, membuat Gina sedikit gugup.
"Ini tentang Rania."
"Oh pelakor itu ya." Gina menyimpan gelasnya kasar di meja, "Saya aneh sama kamu Candra, kok bisa-bisanya tertarik sama wanita kampung itu. Perasaan dia tidak ada apa-apa nya di banding dengan Livia."
Candra hanya tersenyum sinis mendengar itu, tapi Ia harus bicara dengan tenang dan jangan terbawa emosi.