Sekuel Touch Me, Hubby
🍁🍁
Perjodohan karena hutang budi, membuat Sherinda Agastya, gadis cantik dan sedikit ceroboh itu terpaksa menerima pernikahan yang tidak dia inginkan sama sekali. Parahnya lagi orang yang dijodohkan dengannya merupakan kakak kelasnya sendiri.
Lantas, bagaimana kehidupan mereka setelah menikah? Sedangkan Arghani Natakara Bagaskara yang merupakan ketua Osis di sekolahnya tersebut sudah memiliki kekasih.
Bagaimana lanjutan kisah mereka? Baca yuk!
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM Berjalan
Bab. 24
Felisha tertawa. "Iya juga, ya. Ya udah, lo hati-hati ya, Rind. Itu Mas Mendung udah nggak sabar nungguin lo," ujar Felisha sambil berlalu dari sana.
Rinda tidak menanggapi ucapan Felisha yang barusan. Sudah biasa di antara mereka bercanda dan saling menjatuhkan diri mereka sendiri. Gadis itu segera mengendarai motornya menuju gerbang sekolah.
Namun, berbeda dengan orang yang sedari tadi mendengar percakapan mereka berdua.
Ya. Ghani mendengar semuanya dan kini pria itu tengah mengepalkan tangannya. Seolah ada perasaan tidak terima, jika barangnya ada yang menyentuh.
"Beb, kamu kenapa lagi sih?" tanya Musi yang berdiri di sampingnya.
Ghani tersadar jika sekarang ini ia sedang bersama dengan kekasihnya.
"Kamu jadi anterin aku ke Senayan, kan?" tanya Musi lagi.
"Ah, ya." jawaban Ghani begitu singkat. Dan Musi tidak terlalu kaget akan hal itu. Sudah terbiasa menghadapi Ghani yang sangat irit dalam berbicara.
"Ya udah, ayo! Nanti keburu sore kamu malah nggak bisa. Bukannya ntar malem kamu juga ada tanding sama klub sebelah, kan?" tanya Musi lagi.
Astaga! Ghani baru teringat jika nanti malam jadwal pertandingan balap motor.
"Siall!" umpat pria itu di dalam hati.
Bisa-bisanya ia lupa kalau jadwalnya itu nanti malam. Sedangkan dirinya masih menginap di rumah mertuanya. Bagaimana cara pamitnya? Mana acaranya di mulai jam sepuluh.
"Kalau gitu kamu pulang sendiri, ya?" ucap Ghani meminta Musi untuk pulang sendiri. Ghani belum menyiapkan apa-apa perihal nanti malam. Ia juga belum memberi kabar pada teman-temannya lagi bagaimana persiapan mereka di lapangan.
"Loh, Beeeebb ... kok gitu, sih? Kan kamu udah janji mau beliin aku tas," rengek Musi dengan nada manjanya. Bahkan tidak malu untuk bergelanyut manja di lengan Ghani.
"Tapi aku sibuk, Beb. Aku baru inget kalau nanti malam tandingnya. Belum prepare sama anak-anak juga," balas Ghani seraya melepas tangan Musi yang berada di lengannya.
Entah mengapa, ia merasa takut. Rasa takut yang tidak jelas datangnya dari mana.
Tentu saja Musi langsung cemberut mendapat penolakan dari Ghani. Gadis itu dengan terpaksa melepaskan tangannya dari lengan Ghani. Ia tidak mau kalau sampai Ghani marah padanya. Karena pria itu sangat tidak suka terlalu dibantah.
"Beneran nggak jadi ini, beli tasnya?" tanya Musi lagi untuk memastikan.
Siapa tahu Ghani berubah pikiran dan tetap membelikan dirinya tas. Kebetulan juga alat penunjang lainnya juga menipis. Lumayan kan, bisa sekalian minta belikan.
Ghani hanya memberi gelengan samar. Ia tidak mau berdebat dengan Musi.
"Lagi pula sore nanti juga ada pertemuan osis. Aku sibuk banget," ujarnya lagi memberi alasan agar Musi mengerti posisinya.
Musi menghela napas. Dengan terpaksa dan berat hati, Musi pun menurut.
Setelah itu buru-buru Ghani berjalan ke arah motornya. Segera naik ke atas motornya lalu memakai helm. Menyalakan mesin lalu segera menarik tuas di setirnya. Melajukan kendaraannya menuju gerbang sekolah. Meninggalkan Musi yang bengong menatap kepergian Ghani.
Musi merasa akhir-akhir ini Ghani berubah. Telfon yang biasa Ghani angkat dsn chat yang kadang-kadang di balas pun kini sudah mulai berkurang.
"Apa dia punya cewek lain, ya?" pikir Musi yang masih tetap berdiri di tempatnya.
Musi sendiri merasa dirinya tidak memiliki kesalahan pada pria yang dipacarinya selama satu tahun ini. Meskipun membosankan, karena biar mereka pacaran sudah lama, namun Ghani masih tak tersentuh. Pelukan dan pegangan tangan memang sering mereka lakukan. Tetapi untuk merasai bibir tipis namun agak berisi di bagian bawah itu pun sama sekali belum pernah Musi rasakan.
Jangan tanya apakah Musi tidak pernah berusaha atau menggoda Ghani agar menciumnya. Sudah jelas sangat sering Musi lakukan. Tetapi pria itu benar-benar tidak tergoyahkan sedikit pun.
"Ck! Bodo amatlah. Lo bisa senang-senang, gue juga bisa. Yang penting ATM lo masih mengalir ke gue," gumam Musi yang tidak ambil pusing sama sekali.
Baginya, uang Ghani lah yang bisa membuatnya bertahan dengan cowok modelan manekin seperti itu. Bisa dilihat dan diraba, tetapi tidak bisa dirasa. Eh!
Musi berjalan berbalik arah. Lalu gadis itu merogoh ponsel di saku seragamnya.
"Iya, Sayang. Ya, kita ke tempat biasanya sekarang aja ya. Soalnya Ghani sibuk sampe malem. Oh, oke. Lo jemput gue di rumah ya. Mau ganti yang seksi dulu," ucapnya begitu manja pada seseorang yang berada di seberang sana.
Ucapan Musi tadi didengar oleh dua orang pria yang berdiri tidak jauh dari gadis itu. Dua pria itu saling pandang. Lalu mengangguk samar.