Brian Carlos adalah seorang presiden direktur sekaligus pewaris tunggal salah satu perusahaan terbesar di suatu negara. Ia diterpa gosip miring tentang minatnya pada wanita.
Valerie, seorang wanita yang bekerja sebagai instruktur senam dengan keahlian beladiri yang mumpuni serta kehidupan penuh rahasia.
Keduanya terlibat masalah karena sebuah kesalahpahaman, hingga Brian menuntut Valerie atas kasus penganiayaan.
Demi menyelamatkan nama baiknya, Valerie menerima tawaran Brian untuk bekerja sebagai bodyguard. Namun tidak menyangka jika Brian sudah memiliki maksud lain sejak pertama kali mereka bertemu.
Akankah kisah mereka berakhir manis seperti kisah dalam novel pada umumnya?
Yuk baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membuktikan Diri
Sesampainya di kantor, Valerie memahami pandangan orang-orang di sekitar Brian. Para karyawan perusahaan mengangguk dan tersenyum sopan pada Brian, namun mulai saling berbisaik setelah dilewati oleh laki-laki itu.
Valerie mendengus kesal, kenapa orang-orang ini?
Sesampainya di ruangannya, Max sudah tiba lebih awal. Ia tampak sibuk di depan layar laptop.
"Bos, apa kau sudah lihat ...."
"Ketidakbenaran bukanlah sebuah masalah. Aku tidak peduli," jawab Brian tanpa ekspresi. Meskipun mengatakan hal seperti itu, Brian pasti merasa cemas.
"Saham kita menurun. Kau tahu semua tentangmu akan sangat berpengaruh," lanjut Max.
"Kau urus semuanya, kita akan mengadakan rapat darurat jika sampai sore ini penurunan semakin tajam."
"Baik."
Max keluar dari ruangan. Setelah gosip tersebar, ia harus memastikan semua situs internet yang memuat berita tersebut diblokir. Max juga meminta pihak televisi yang menyiarkan berita itu dihentikan.
Semua berita tentang Brian punya pengaruh yang sangat besar dalam perusahaan. Apapun yang laki-laki itu lakukan serta segala gosip tentangnya selalu membuat perubahan besar pada harga saham.
"Pastikan semua media pembuat berita bohong itu diblokir. Buat perhitungan pada mereka!" seru Max pada seseorang melalui sambungan telepon.
Selama setengah hari Brian menghabiskan waktunya di dalam ruangan dengan segudang pekerjaan di depan layar laptop serta dokumen. Valerie terus berada di dekat laki-laki itu. Beberapa kali Valerie menawarkan air mineral namun Brian sama sekali tidak menyentuhnya.
"Kau mau makan?" tanya Brian tiba-tiba. Valerie tidak memperhatikan waktu, rupanya sudah pukul dua belas siang dan saatnya jam istirahat kantor.
"Hmm, tentu." Valerie mengangguk.
Brian berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan, sementara Valerie berada di belakangnya.
"Aku akan cari tempat duduk lain," ucap Valerie saat mereka tiba di kantin.
"Max sedang sibuk, dia pasti makan di luar. Kau bisa makan di sini, temani aku," pinta Brian.
"Ah, ya." Valerie setuju.
Mereka duduk berdua dan menunggu makanan datang. Tanpa memesan, para koki dan pramusaji selalu menyediakan makan siang sesuai jadwal yang telah Brian tentukan.
Valerie dan Brian yang duduk bersama, membuat mereka menjadi sorotan utama sekaligus pusat perhatian setiap pasang mata yang berada di kantin tersebut.
Brian nampak tidak peduli dan bersikap biasa, sementara Valerie merasa kurang nyaman.
Saat makanan Brian datang, Valerie baru memesan makan siang sesuai keinginannya.
"Kau bisa makan lebih dulu," ucap Valerie. Ia khawatir makanan Brian menjadi dingin jika harus menunggu makanan miliknya datang.
"Tidak apa, kita makan bersama. Apa kau tidak menyukai steak daging seperti ini?" tanya Brian.
"Aku belum pernah mencobanya. Rasa tuna di sini lebih enak."
"Coba yang ini, ini makanan favoritku."
"Tidak makanlah," tolak Valerie sambil tersenyum.
"Kau harus mencoba semua menu di tempat ini. Aku menjamin semua rasa makanan di sini sesuai standar gizi dan kesehatan. Mungkin akan cocok dengan seleramu."
"Kau membuat perusahaan ini sangat keren. Kantin ini sudah seperti restoran di hotel bintang lima. Kau terlalu memanjakan karyawanmu," ucap Valerie bercanda.
"Mereka adalah investasi terbaik, mereka yang bekerja padaku agar aku bisa menghasilkan banyak uang. Jadi sudah sepantasnya mereka mendapatkan fasilitas yang memadai," jelas Brian.
Mereka mengobrol banyak hal sambil menunggu makanan Valerie datang. Meskipun diterpa gosip miring yang jelas-jelas berasal dari karyawannya sendiri, Brian tampak tidak marah sama sekali. Ia masih bersikap tenang di tengah tatapan orang-orang serta prasangka para karyawannya.
Setelah makanan tiba, keduanya menikmati apa yang ada di depan mereka masing-masing.
"Kau menyukai tempat ini? Kau nyaman bekerja padaku?" tanya Brian setelah mereka berdua selesai makan.
"Hmm, ini tempat bekerja yang nyaman."
"Kau bisa bekerja padaku sampai kapanpun kau mau. Bukankah aku menawarkan gaji yang besar serta pekerjaan yang paling mudah padamu?"
"Aku ragu kau benar-benar membutuhkanku," jawab Valerie. Brian hanya tersenyum kecil menanggapinya.
Saat jam istirahat makan siang segera berakhir, Brian dan Valerie pergi dari kantin dan hendak kembali ke ruang kerja.
Sepanjang jalan, Valerie mendapati banyak sekali karyawan yang berbisik-bisik tidak sopan. Dari petugas kebersihan hingga wanita-wanita yang baru saja keluar dari kantin, mereka bersikap seolah tidak menghormati privasi atasan mereka. Valerie cukup kesal, namun Brian tidak peduli.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Valerie saat mereka berdua berada di dalam lift.
"Kenapa?" Brian balik bertanya.
"Karyawanmu, mereka tidak sopan!"
"Biarkan saja. Aku tidak perlu pusing memikirkan mereka. Biarkan saja orang berprasangka, aku tidak peduli," tegas Brian.
Valerie semakin penasaran, ia ingin bertanya langsung untuk memastikan namun khawatir Brian tersinggung.
"Tapi .... apakah gosip itu ...." Valerie akhirnya bersuara dengan sedikit keberanian yang ia kumpulkan.
Brian terdiam selama beberapa detik. Lalu dengan gerakan cepat laki-laki itu berbalik, berdiri tepat di hadapan Valerie.
"Kau ingin tahu kebenarannya?" tanya Brian. Valerie mengedip cepat dan mengangguk.
Bukan sebuah kalimat yang diberikan oleh Brian sebagai jawaban, namun sesuatu yang membuat Valerie hampir kehilangan akal.
Laki-laki itu mendekati Valerie, semakin dekat hingga punggung Valerie menyentuh dinding lift.
Valerie bernapas cepat, ia takut, ia gugup.
🖤🖤🖤