Joe William. Adalah seorang Tuan muda yang dipersiapkan untuk menjadi seorang calon penguasa di keluarga William.
Terlahir dari pasangan Jerry William dan Clara Drako, Joe ini memiliki garis keturunan Konglomerat dari keluarga sebelah Ayahnya, dan penguasa salah satu organisasi dunia bawah tanah dari kakek sebelah ibunya.
Ketika orang tuanya ingin mendidiknya dan ingin memanjakan Joe William dengan sutra dan emas, tiba-tiba seorang lelaki tua bernama Kakek Malik yang dulunya adalah orang yang membesarkan serta merawat sang ibu yaitu Clara, datang meminta Joe William yang ketika itu baru berumur satu tahun dengan niat ingin mendidik calon Pewaris tunggal ini.
Tidak ada alasan bagi Jerry William serta Clara untuk menolak.
Dengan berat hati, mereka pun merelakan putra semata wayangnya itu dibawa oleh Kakek Malik untuk di didik dan berjanji akan mengembalikan sang putra kelak jika sudah berusia tujuh belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membahas undangan di Martins Hotel
Siang itu, di kantin dekat sekolah SMA Indra sakti, tampak beberapa siswa sedang duduk-duduk sambil menikmati minuman mereka masing-masing.
Di salah satu kursi panjang tepat di bawah pohon rambutan, tampak Joe William dan Udin sedang duduk berbincang-bincang sambil diperhatikan oleh kedua gadis yaitu Lia dan Putri juga ada beberapa siswa lainnya yang terlihat sedang mengolok-olok Joe dan Udin.
"Joe. Dalam lima bulan lagi kita akan tamat sekolah menengah atas ini. Rencana mu apakah kau akan lanjut kuliah di sini atau kau kembali ke negara mu?" Tanya Udin ingin tau rencana sahabatnya itu ketika sudah lulus SMA nanti.
"Aku tidak bisa lanjut kuliah di sini Din. Aku harus kembali ke negara ku. Ayahku meminta aku untuk kembali dan mengurus kafe serta restoran kecil miliknya di Garden Hill. Di sana nanti sekalian aku melanjutkan kuliah ku." Jawab Joe.
"Lagi pula untuk apa aku berlama-lama di sini. Kalian kan tidak terlalu suka berteman dengan aku. Lebih baik aku pulang saja." Kata Joe lagi menambahkan.
"Benar juga kata bule sialan ini. Lebih baik kau kembali saja ke negara mu. Di sini kau tidak hanya jadi lelucon. Tapi juga jadi sampah."
"Gaya mu punya restoran dan kafe. Lihat saja penampilan mu. Persis seperti gembel." Kata salah satu siswa lelaki yang duduk tidak jauh dari bangku panjang Joe dan Udin.
"Hendro. Kau jangan seperti itu. Tidak baik." Tegur Udin kepada Hendro yang menyela perkataan Joe tadi dengan hinaan.
"Alah. Kau terus saja membela anak ini. Jika bukan karena ayah ku dan ayah mu bersahabat, mungkin aku sudah menghajar kalian berdua sekalian." Jawab Hendro.
"Ingatlah Hendro ketika dulu ayah kita saling menceritakan masa lalu mereka. Mereka itu dulunya berangkat dari tempat sampah. Beruntung paman Tigor tidak melupakan ayah kita sehingga mereka perlahan bisa bangkit. Untuk apa sekarang kita menjadi sombong?" Tanya Udin.
"Halah. Kau selalu saja mengungkit tentang cerita dulu. Itu lah kelemahan mu." Kata Hendro sambil mencibir.
"Aku adukan kau kepada paman Andra ya. Biar kau dimarahi olehnya." Ancam Udin yang mulai berang dengan sikap Hendro ini.
"Kau?! Aish... Sialan kau Din. Gara-gara bule nyasar ini, kau ingin bermusuhan dengan ku?" Tanya Hendro yang mulai bangkit berdiri.
"Mengapa? Apa kau kira aku takut dengan mu?" Tantang Udin yang juga ikut-ikutan berdiri.
"Heh. Sudahlah. Kalian ini bersahabat. Tapi selalu saja mau berkelahi." Kata Lia mencoba melerai pertengkaran kedua remaja itu.
"Awas kau ya Din. Kau tidak bisa mengawasi bule sialan itu sepanjang waktu. Kelak aku akan menghajarnya sampai babak belur." Kata Hendro member ancaman.
"Hendro. Aku ingin bertanya satu hal kepada mu. Sebenarnya, aku ada salah apa kepada mu? Mengapa kau selalu membenci ku?" Tanya Joe yang masih terus saja tersenyum walau senyuman itu adalah senyuman yang tampak dipaksakan.
"Itu karena aku tidak menyukai mu." Jawab Hendro.
"Tidak suka? Mengapa?" Tanya Joe heran.
"Alah sudahlah. Aku tidak butuh beralasan. Kalau aku tidak suka, ya tidak suka saja." Jawab Hendro lalu menghampiri Lia.
"Lia. Tiga hari lagi Ayahku dan semua sahabatnya termasuk Ayahnya Udin ini akan mengadakan acara pesta bagi menyambut kembalinya paman Tigor dari penjara. Acara itu akan diadakan di Martins Hotel. Banyak acara hiburan akan diadakan di sana termasuk mengundang artis dari ibukota. Kalau kau mau ikut, aku akan memintakan kartu undangan dan memberikannya besok kepadamu." Tanya Hendro kepada Lia.
Lia ini walaupun centil dan mata duitan, namun dia adalah salah satu bunga di SMA Indra sakti ini. Mungkin karena iri kepada Joe yang dekat dengan Lia, membuat Hendro memusuhi Joe dan menganggap Joe adalah seorang saingan yang harus dia singkirkan.
"Hanya Lia saja? Aku?" Tanya Putri.
"Em... Aku hanya bisa meminta satu kartu undangan. Jika kau ikut, aku tidak bisa." Jawab Hendro merasa tidak enak.
"Jika Putri tidak ikut, aku juga malas." Jawab Lia.
Hendro tampak berfikir sejenak lalu melanjutkan. "Begini saja. Aku kan bisa meminta kartu undangan kepada Ayah ku untuk aku berikan kepada Lia. Kau Din. Pinta juga kepada Ayah mu untuk diberikan kepada Putri." Usul Hendro yang menemukan solusi yang tepat.
"Hah? Aku mana bisa. Undangan dari Ayah ku sudah aku berikan kepada Joe." Jawab Udin.
"Kau...?! Mengapa kau bodoh sekali Din." Kata Hendro sambil menjambak kerah baju Udin.
"Itu hak ku. mengapa kau memaksa dan mengatur-atur aku?" Tanya Udin yang kurang senang selalu di dikte terus terusan oleh Hendro.
"Itulah bodoh mu. Kau lebih mementingkan bule nyasar ini daripada bunga sekolah kita."
"Ambil kembali kartu undangan itu dan berikan kepada Putri!" Pinta Hendro memaksa agar Udin mengambil kembali kartu undangan yang telah dia berikan kepada Joe.
"Aku tidak pernah meminta kembali sesuatu yang sudah aku berikan. Pantang bagiku melakukan hal terhina seperti itu." Kata Udin yang tetap pada pendiriannya.
"Din. Apa bedanya Joe dengan Putri. Mengapa kau lebih mengutamakan Joe si bule sialan ini dibandingkan Putri?" Tanya Hendro yang tidak habis pikir dengan keputusan Udin memberikan undangan itu kepada Joe.
"Sudahlah Din. Aku tidak terlalu perlu dengan undangan ini. Aku akan memberikan kepada Putri." Kata Joe sambil mengeluarkan kartu undangan eksklusif dari sakunya dan memberikan kartu tersebut kepada Putri.
"Ini Putri. Kau terimalah kartu undangan ini dan tiga hari lagi berangkat bersama dengan Udin ke acara itu." Kata Joe lagi sambil menyodorkan kartu undangan itu.
Sambil tersenyum manis, Putri pun menerima kartu itu lalu menatap ke arah Lia.
"Kau terima saja Lia. Kita akan berangkat berempat ke acara itu." Kata Putri mengusulkan.
"Baiklah. Aku tunggu besok kartu undangan itu dari mu." Kata Lia kepada Hendro.
"Siap. Besok aku pasti akan memberikan kartu undangan itu kepada mu." Jawab Hendro dengan penuh semangat.
Kini mereka bisa tertawa bersama lalu Hendro menarik tangan Lia untuk meninggalkan kursi panjang itu.
Setelah itu, Putri pula menarik tangan Udin untuk menyusul Lia dan Hendro.
Sambil menatap ke arah Joe, yang hanya mengangguk, Udin mau tidak mau menuruti saja ajakan Putri.
Dalam hatinya dia sangat kasihan melihat Joe yang kini ditinggal sendirian duduk di kursi itu.
Seperti orang yang terasingkan, kini Joe juga bangun dari kursi tersebut, berangkat ke kasir untuk membayar semua biaya yang mereka minum tadi lalu segera melangkah ke kelas dengan maksud untuk menunggu bel sekolah berbunyi.
Trettt...
Trettt..!
Tiba-tiba saja ponsel Joe bergetar menandakan ada yang menelepon ke nomornya. Ini karena semua siswa tidak boleh mengaktifkan nada dering di ponsel mereka ketika sedang berada di kawasan sekolah.
"Siapa ini?" Kata Joe dalam hati sambil merogoh sakunya.
"Ayah?! Ada apa dia menelepon ku di jam segini?" Tanya Joe lagi dalam hati ketika dia melihat nama pemanggil di layar ponsel nya tersebut.
Bersambung...
Klo ini unik semakin dewasa semakin waras😁